/ Young Adult / Ajari Aku Ciuman, Mas CEO / Bagian 2 - Jangan Terlalu Yakin

공유

Bagian 2 - Jangan Terlalu Yakin

작가: Daisy
last update 최신 업데이트: 2025-08-20 00:10:33

Arsen keluar dari ruangannya dengan membawa salinan dokumen. Tanpa banyak bicara, Biya langsung berdiri, jantungnya berdegup kencang. Ia menghindari tatapan Bagas yang masih terlihat kebingungan dengan permintaan aneh dari adik sahabatnya itu.

Dengan langkah cepat, Biya berjalan menuju dapur, meninggalkan Bagas yang masih termenung, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.

“Udah gue cek, semuanya aman,” tutur Arsen sambil menyerahkan dokumen salinan dengan nada santai.

Tapi Bagas hanya terdiam, tatapannya tertuju ke lantai, wajahnya nampak berat dan penuh pikiran.

“Heh, kenapa lo?” Arsen bertanya, sedikit heran melihat sikap temannya itu.

Arsen menatap dokumen di tangannya, tapi terhenti sejenak dan memandang Arsen dengan lirih berkata, “Masih ada yang kurang, Sen. Bagian data di Canada.”

Arsen menepuk jidatnya pelan- menandakan dirinya lupa untuk memberikan dokumen tersebut. Lalu, ia kembali masuk ke ruangannya untuk memeriksa dan mengambilkan bagian yang belum terbawa.

Sedangkan, Bagas melangkah menuju ke dapur- tempat dimana Biya melarikan diri. Mata tajam itu mengamati perempuan yang berstatus adik sahabatnya. Langkahnya mendekat berdehem pelan dan menghela napas sejenak, menatap Biya dengan tatapan campur antara prihatin dan bingung.

“Kamu serius dengan yang kamu katakan tadi, Biya?” Suara itu rendah, hampir seperti bisikan, tapi membawa berat yang tak bisa diabaikan.

Biya mengangguk pelan, walau dadanya masih berdebar tak menentu.

“Iya, Mas. Aku serius.”

“Atas dasar apa kamu bisa meminta hal seperti itu ke saya?” suara itu tegas tapi juga lembut. Menunjukkan pengertian, tapi juga memberikan peringatan. Belajar ciuman? Permintaan macam apa itu.

Biya terpaku, hati berdebar tak menentu. Tatapan Bagas begitu serius, seolah mempertanyakan bukan hanya permintaannya, tapi juga keberaniannya sendiri.

“Karena aku, aku nggak punya pilihan lain,” jawab Biya lirih, suaranya hampir tersendat dan melanjutkan, “Aku capek jadi bahan tertawaan. Aku butuh bantuan. Semua orang nganggep aku remeh, cupu.”

Bagas menunduk sejenak, mencoba mencerna kata-katanya dan berkata, “Ini bukan hal yang bisa kamu minta orang lain untuk mengajari kamu, Biya. Ini sesuatu yang bisa memicu perasaan asing, sesuatu yang nggak bisa dianggap main-main.”

Bagas berhenti sejenak, lalu menatap mata itu dengan tegas, “Saya tidak ingin menghancurkan pertemanan saya dengan Arsen.”

Biya menatap Bagas dengan mata penuh harap, suaranya lirih tapi tegas,

“Cuma ajarin aja kok, Mas. Aku nggak minta lebih dari itu. Aku nggak akan baper.”

Ada jeda hening sejenak, dimana keduanya saling menimbang perasaan dan batasan yang ada. Tatapan Bagas dalam, seolah mencoba menembus isi kepala Biya. Ada kerutan di dahinya, antara tak percaya dan bingung kenapa gadis itu bisa sampai berani mengucapkan permintaan gila barusan.

“Biya,” suaranya berat, nyaris bergetar. “Kenapa harus saya?”

Pertanyaan itu jatuh begitu saja, tapi mengandung banyak makna. Nada Bagas terdengar campuran antara penolakan, kaget, sekaligus rasa takut pada kemungkinan yang bisa muncul.

Biya mengangkat wajahnya perlahan, menatap lurus ke arah Bagas. Ada air bening di sudut matanya, tapi sorotnya penuh ketegasan.

“Karena… cuma Mas yang aku percaya.”

Bagas menelan ludah dalam, jantungnya berdegup tak karuan. Ia maju setengah langkah, menunduk sedikit hingga wajahnya hanya sejengkal dari Biya.

“Kenapa kamu seyakin ini sama saya?” tanyanya pelan, tapi penuh tekanan.

Biya menggigit bibir bawahnya, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Jujur, tubuhnya sudah berkeringat dingin- bahkan bagian punggungnya sudah basah karena keringat yang mengucur sejak ia melarikan diri ke dapur.

“Karena Mas bisa jaga rahasia dan aku tahu, Mas nggak akan macem-macem sama aku.”

Hening sejenak. Bagas menutup mata, menghela napas panjang, seolah mencoba menyingkirkan sesuatu yang mulai tumbuh dalam dirinya.

“Saya pria dewasa, Biya,” Bagas menatapnya tajam, suaranya turun lebih rendah, nyaris menggetarkan udara. “Saya bisa saja macam-macemin kamu, kalau saya mau.”

Biya refleks menahan napas, matanya membesar. Kata-kata itu bukan ancaman kosong, tapi peringatan keras- bahwa yang dihadapi sekarang bukan mainan.

Bagas melangkah sedikit lebih dekat, tubuhnya menjulang, membuat Biya makin terpojok oleh keberanian nekatnya sendiri.

“Kamu sadar nggak, sekali saja saya turutin permintaan kamu, semua garis batas bisa hancur?” tanyanya pelan, namun dengan tekanan tajam.

Keringat dingin membasahi pelipis Biya, tapi ia tetap berdiri tegak. Tangannya mengepal, bibirnya bergetar, lalu ia berusaha mengeluarkan suara, meski lirih.

“Justru itu aku minta ke Mas. Karena aku tahu, Mas bisa nahan diri. Mas nggak kayak cowok lain.”

Bagas terdiam. Rahangnya mengeras, matanya meredup, seolah sedang berperang dengan dirinya sendiri.

“Jangan terlalu yakin, Biya,” ucapnya lirih.

Bagas menarik napas dalam, kedua tangannya bersedekap di depan dada seolah menahan sesuatu yang berat. Tatapannya berpindah dari wajah Biya ke lantai, lalu kembali lagi ke mata gadis itu yang tampak bergetar menunggu jawaban.

Biya menggigit bibir bawahnya. Ia tahu resikonya, tahu permintaannya gila. Tapi harga dirinya sudah terlalu lama diinjak. Ia tak sanggup lagi merasa jadi bahan ejekan. Dengan berani ia menegakkan bahu.

Dan di saat tegang itu menggantung- suara pintu ruangan Arsen berderit terbuka, langkah kakinya mendekat.

Bagas langsung menegakkan tubuh, wajahnya mendadak datar. Biya cepat-cepat menunduk, pura-pura sibuk dengan gelas di meja. Biya refleks mundur setengah langkah, wajahnya memanas.

“Gue udah nemu data Can—” suara Arsen terdengar santai, sebelum matanya menangkap situasi di dapur. Alisnya terangkat tipis.

“Eh? Lagi ngapain lo berdua?”

Arsen melangkah masuk lebih dekat, sorot matanya berubah serius. Tatapannya bergantian jatuh ke Biya yang salah tingkah lalu ke Bagas yang wajahnya terlalu tenang untuk dianggap biasa. Bibir Arsen melengkung tipis, tapi matanya tajam menusuk.

“Jangan bilang gue harus curiga sama lo, Gas.”

이 책을.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Ajari Aku Ciuman, Mas CEO   Bagian 140 - Sekian Lama Menahan

    Bagas mendekat beberapa centimeter lagi, membuat nafas Biya memendek.“Jangan tutup wajah kamu,” suara Bagas rendah, berat, hampir seperti gumaman yang tertahan.Helaan napas Biya nyaris terdengar.Jantungnya berdebar begitu keras sampai ia takut Bagas bisa mendengarnya.“Saya,” Suaranya parau. “Saya nggak apa-apa, Pak.”“Saya mau lihat apa ada yang terluka,” Bagas mengoreksi pelan tanpa marah. Ibu jari Bagas kembali mengusap pipinya, lebih perlahan. Seolah ia sedang memastikan Biya baik-baik saja.Seolah ia sedang memastikan perempuan itu masih berada dalam jangkauannya.“Saya tidak tahu kamu sudah sedewasa ini sekarang," nada Bagas turun, suaranya dalam, penuh tekanan halus.Biya menggigit bibir bawahnya, menahan emosi yang mulai menggenang di dada.“Pak, saya cuma-”Biya menelan ludah keras-keras. Tangannya bergerak refleks, memegang lengan Bagas.“Tessanya nanti,” ucap Bagas lirih tapi tegas. “Saya ingin memastikan keadaan kamu dulu.”Dada Biya naik turun. Tidak stabil, karena Ba

  • Ajari Aku Ciuman, Mas CEO   Bagian 139 - Gotcha, Tessa

    Tessa menegang, apalagi saat melihat senyum miring yang terlihat jelas di wajah Biya. Perempuan itu melangkah mendekat, pelan, terkontrol, seperti sedang menikmati setiap detik sebelum menerkam mangsanya. Kedua tangannya terlipat santai di depan dada, namun matanya menohok tajam."Kamu membicarakan kesalahan design saya begitu detail, Tessa. Itu membuat saya cukup impresif dengan daya ingat kamu, tapi sayangnya kamu melakukan kesalahan dengan membongkar kelakuanmu sendiri."Biya berhenti tepat di depan Tessa, mencondongkan tubuh sedikit, senyumnya makin menusuk. Tessa mundur setengah langkah tanpa sadar, jari-jarinya mencengkeram binder yang ia pegang.“Sa-saya hanya ingin membantu menemukan pelaku tuduhan plagiasi,” ucap Tessa, berusaha menahan getaran suaranya.“Really?” Biya menaikkan alis sambil tersenyum tipis. "Bukan penasaran dengan reaksi dan respon saya dalam memberikan sanksi dan hukuman pada pelaku?"Biya mendekat, memiringkan kepala seolah sedang mengamati sesuatu yang luc

  • Ajari Aku Ciuman, Mas CEO   Bagian 138 - Saya, Mr. Wiratama dan Kamu

    Fakta hubungan masa lalu Mr. Wiratama dan Ms. Biya sudah mencuat kepada seluruh staff kantor. Tidak ada yang dapat memastikan bagaimana respon semuanya, karena setelah Bagas masuk ke dalam kamar mandi, Biya memutuskan keluar. Duduk dikursinya, menunduk dan menatap pekerjaannya."Konyol," gumamnya lirih.Tanpa memedulikan siapapun, tidak berinteraksi dengan siapapun, Biya hanya melakukan pekerjaaannya mencoba membenahi design nya. Ia sudah tidak peduli lagi kalau masalah plagiasi itu tidak terselesaikan, satu yang pasti gadis itu sudah tidak peduli apapun."Ms. Biya," panggil Tessa, salah satu staff dari tim designer."Ya?" Biya mengangkay wajahnya. Setelah sekian lama, gadis itu mendongak dan mendapati Tessa yang berdiri dengan memegang map."Perihal plagiasi sudah diselesaikan oleh Matteo dan Mr... Mr. Wiratama. Kamu tidak perlu mengubah apapun, kita tetap bisa menampilkan design ini."Tidak ada reaksi. Biya hanya terdiam lalu menganggukkan kepalanya. Bahkan ekor matanya tidak menata

  • Ajari Aku Ciuman, Mas CEO   Bagian 137 - Perasaan Konyol

    "Why do you looking at me like that?"Sebuah tanya yang Valerie lontarkan begitu tatapan itu terasa mengintimidasi. Meski masih berpenampilan berantakan khas orang baru bangun tidur, tidak menampik bagaimana mata tajam itu menghunusnya."What do you think?" justru Bagas semakin berbalik bertanya dengan nada yang Valeris yakini itu seperti menguji.Biya yang awalnya fokus melihat designya mulai merasa suasana menegang. Tatapannya berpindah dari laptop menuju dua orang yang sedang mengeluarkan aura menegangkan."Kamu pikir aku yang bocorin ide dan semua designnya?" mulai ada nada tinggi dalam kalimat Valerie.Tangan perempuan itu menggenggam erat, seolah bisa meremukkan kukunya sendiri. Di lain sisi, Bagas hanya menelengkan kepala tidak peduli dengan kalimat dan reaksi Valerie."Atas dasar apa kamu mengira saya berpikir seperti itu? Saya hanya bertanya, Valerie."Jawaban Bagas tidak membuat Valerie lega, justru semakin meradang dengan wajah memerah."Aku nggak ada hubungannya dengan des

  • Ajari Aku Ciuman, Mas CEO   Bagian 136 - Valerie, Kamu Pelakunya?

    Langkah tergesa itu datangnya dari salah tim yang juga turut serta berada dalam design milik Biya. Sontak saja, keduanya langsung menjauh, dan Bagas melepaskan jemarinya dari wajah si gadis. “Pe-permisi, Mr,” suara anggota tim itu terdengar terburu-buru dan sedikit gemetar. “Saya mendapatkan informasi bahwa yang membocorkan file desain-”Dia terhenti.Terlambat menyadari atmosfer ruangan yang begitu tebal dan aneh. Bagas yang masih berdiri dekat sekali dengan Biya, napas keduanya yang belum stabil, pipi Biya merah, dan kondisi Bagas yang masih berantakan.Kecurigaan dan ketegangan langsung membuat anggota tim itu menelan ludah. Bagas mengangkat dagunya sedikit, ekspresi berubah tajam seperti CEO dingin yang semua orang takutkan.“Lanjutkan,” perintahnya.Anggota tim itu menggenggam tablet di tangannya lebih erat.“File desain Ms. Biya, bocornya bukan dari orang luar, Sir. Kami menemukan jejak akses dari-”Dia berhenti lagi, wajahnya semakin pucat. Biya menahan napas. Bagas menajamka

  • Ajari Aku Ciuman, Mas CEO   Bagian 135 - Wajah itu, Jelas Sekali

    Sementara itu, di kantor pusat yang lampunya masih menyala hingga lewat tengah malam, Bagas berdiri di depan meja Matteo dengan rahang mengeras. Kemejanya sudah dilepas dari kancing teratas, lengan kemeja digulung hingga siku menunjukkan bahwa kesabarannya sudah habis sejak beberapa jam lalu.Matteo menatap layar laptop yang dipenuhi tab berita, komentar, dan potongan unggahan yang menuduh desain Biya menjiplak Skylar.“Saya merasa ini seperti sudah disiapkan dengan matang,” gumam Matteo sambil mengusap wajahnya lelah.Bagas memutar kursinya, menatap monitor besar di dinding. Jejak digital yang baru saja Matteo buka menunjukkan seseorang mengunggah postingan pertama tepat empat menit setelah desain Biya dipresentasikan internal. Mustahil jika orang luar memiliki akses langsung.“Entah bagaimana, saya yakin dia disini,” suara Bagas dingin, rendah.Matteo mengangguk. “Betul, Sir. Ini bukan pekerjaan amatir. Mereka menggunakan akun palsu, tapi servernya masih bisa ditarik. Saya butuh sed

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status