Share

Bab 209: Lebih Cepat

Penulis: Duvessa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-17 00:03:11
Sudah satu minggu berselang sejak obrolannya dengan Marina malam itu. Namun, satu kalimat terus menempel di kepala Isvara seperti noda tinta di kertas putih:

“Karena di keluarga ini, siapa yang pertama, dialah yang menang.”

Isvara bukan tiba-tiba berubah menjadi wanita yang haus posisi atau gelar. Bukan itu.

Namun, dia tahu, di keluarga Alvano, keinginan–atau lebih tepatnya tuntutan–sering kali berubah menjadi beban yang tak kasat mata. Dan ucapan itu dari Marina entah kenapa terasa seperti bom waktu yang menunggu untuk meledak.

Tok. Tok. Tok.

Ketukan pelan di permukaan meja membuyarkan lamunannya. Isvara mengangkat kepala, dan menemukan Alvano berdiri di sisi meja–meja milik Jefri, tapi masih dia pakai.

“Lagi mikirin apa?” tanya Alvano, suaranya rendah tapi matanya tajam, seolah mencoba membaca pikiran istrinya.

“Bukan apa-apa, Pak,” jawab Isvara cepat, sedikit gelagapan. “Ada yang bisa aku bantu?”

“Sebentar lagi kita meeting, Cantik.”

Isvara refleks memutar bola mata. “Eh, kamu janga
Duvessa

Coba tebak mau ke mana :) Btw, cerita Mbak Zara ada di novel aku yang satunya loh...

| 23
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Uut Chintyana
lanjut dobel up nya kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 219: Calon Kakak Ipar

    “Pak,” sapa Jefri singkat, mencoba mencairkan suasana, lalu menarik kursi di sebelah Alvano.Mereka memilih bertemu di sebuah bar yang tidak jauh dari penthouse Alvano. Pencahayaan temaram dan denting gelas yang beradu menciptakan suasana yang tampak santai, tapi tidak cukup untuk menurunkan ketegangan di antara mereka.Jefri sebenarnya tidak kaget ketika mendapat pesan ajakan dari Alvano. Sejak resepsionis apartemennya menyerahkan buah kiriman, dia langsung tahu bahwa Alvano ada di sana. Dan kalau Alvano ada di sana saat Adisti juga berada di sana … ya, hanya masalah waktu sebelum mereka bicara empat mata.“Sebulan kita nggak ketemu, status kita sudah berubah, ya, Jef?” Sarkastis itu meluncur dari bibir Alvano, terdengar datar tapi mengandung tekanan yang jelas. Seolah setiap kata punya bobot yang sengaja dibuat untuk menekan lawan bicaranya.Jefri hanya menghela napas pendek, menatap gelas kosong di depannya. Bukannya membalas, dia memberi isyarat pada bartender untuk menuangkan mi

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 218: Bagaimana Bisa?

    “Mas!” seru Isvara refleks, nada suaranya sedikit lebih tinggi dari biasanya.Alvano langsung menoleh cepat. “Kamu kenapa?” Jelas pria itu panik, apalagi melihat wajah istrinya yang tampak tegang.“Aduh … kayaknya aku kram perut deh. Ini ‘kan lagi datang bulan,” keluh Isvara sambil menunduk, satu tangannya menekan perut bawah. Padahal dia sudah selesai dengan tamu bulanan itu.Isvara sengaja mengalihkan perhatian Alvano ke arah kursi penumpang tempatnya duduk. Hatinya berdegup kencang, bukan karena sakit, tapi karena takut kalau suaminya melihat apa yang baru saja dia lihat.Alvano mencondongkan tubuh, berusaha memeriksa kondisi istrinya. “Kramnya parah? Kita ke dokter dulu atau–”“Nggak usah. Aku cuma mau pulang, Mas. Istirahat aja di rumah. Boleh, ya?” pintanya cepat, suaranya dibuat selembut mungkin.Alvano masih sempat ragu, tapi akhirnya menghela napas dan mengangguk. “Ya sudah, kalau itu mau kamu.” Alvano menyalakan mesin mobil, membiarkan Isvara kembali bersandar sambil memegan

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 217: Wejangan Opa

    Sekitar setengah jam kemudian, mobil berhenti di depan rumah keluarga besar Narendra.Pintu ganda sudah terbuka. Renjana, istri muda Giri, berdiri di ambang, mengenakan gaun krem sederhana. “Masuklah, Opa sedang di ruang baca. Sejak tadi tidak mau ke kamar,” ujarnya pelan.Di dalam, aroma kayu manis bercampur dengan wangi buku tua. Giri duduk di kursi kulit cokelat, selimut tipis menutupi kakinya.“Ra …,” panggilnya lebih dulu, mengabaikan cucu kandungnya sendiri. “Kemarilah. Sudah lama Opa nggak lihat kamu.”“Apa kabar, Opa? Saya dengar tadi kurang enak badan.” Isvara mendekat, membungkuk sedikit sambil tersenyum.“Ah, hanya lelah. Orang tua kalau sedikit pusing saja, rumah langsung ribut seperti mau kiamat,” jawab Giri, melirik Renjana yang tersenyum kecut.Mereka mengobrol sebentar, menanyakan kabar keluarga, saling bertukar cerita ringan. Giri sempat menyinggung masa kecil Alvano. Tawa kecil mengisi sela-sela percakapan, tapi tidak menghapus garis letih di wajah Giri.Tiba-tiba, ta

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 216: Tahu Posisi

    Akhirnya, pilihan jatuh pada restoran steak yang hanya berjarak dua blok dari kantor. Tempat yang cukup nyaman untuk ukuran jam makan siang. Sekat-sekat kayu tinggi memisahkan tiap meja, pencahayaan temaram memberi kesan tenang. Meski ramai, suasananya seolah mereka duduk di ruang makan pribadi.Pelayan baru saja meletakkan dua piring steak sirloin dengan aroma mentega bawang putih dan rosemary yang langsung memenuhi udara. Potongan dagingnya tampak juicy, masih mengepulkan uap tipis.Tanpa banyak bicara, Alvano menarik piring Isvara ke arahnya. Pisau dan garpu langsung bekerja, memotong daging itu menjadi potongan kecil yang pas untuk sekali suap.“Biar kamu tinggal makan,” ujar Alvano, seperti hal ini adalah prosedur standar makan siang. Begitu selesai, piring itu kembali ke hadapan Isvara.“So sweet sekali, Pak CEO.” Otomatis saja bibir perempuan itu melengkung tipis. Lalu dia mulai makan, dan mengunyah perlahan. “Hm …” Isvara menutup mata, menghela napas panjang seperti sedang ber

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 215: Jaga Image

    Malam itu, penthouse tenggelam dalam kesunyian. Isvara keluar dari kamar mandi, rambut setengah basah, pijakan kakinya nyaris tak bersuara. Piyama sutra tipis membungkus tubuhnya, mengikuti setiap gerak, membuatnya terlihat santai sekaligus berbahaya di mata suaminya.Alvano duduk di tepi ranjang, kaus hitamnya membentuk lekuk bahu dan dada bidang. Tatapannya mengunci Isvara dari ujung kaki hingga ke mata, dalam dan penuh arti. Tatapan yang membuat perempuan itu merasakan udara menghangat.“Kenapa liatnya kayak mau makan orang, Mas?” goda Isvara sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk.“Karena aku lagi lapar,” sahut Alvano.Isvara terkikik mendengar itu, lalu berjalan begitu saja melewati Alvano menuju meja rias. Namun baru dua langkah, pergelangan tangannya diraih. Tarikan itu lembut tapi tegas, membuat tubuhnya jatuh perlahan ke pangkuan sang suami.“Mas, mau makan?” godanya lagi, bibirnya melengkung nakal. Sungguh, dia tak tahan melihat suaminya yang cemberut seperti itu.“Mau

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 214: Rencana yang Gagal

    “Mas, kamu ada apa sama Mam?” tanya Isvara membuka percakapan, setelah beberapa menit hanya diisi suara mesin dan jalanan sore yang ramai.Alvano tidak langsung menjawab. Tatapannya tetap lurus ke depan, sedangkan jemarinya mencengkeram setir, disertai rahangnya yang ikut mengetat. “Maksudnya apa?” tanya Alvano akhirnya.“Mam bilang kalian perang dingin? Itu kenapa? Dan sejak kapan?” Isvara memberanikan diri menatap suaminya sekilas.Alvano menarik napas panjang, seolah sedang memilih kata-kata. “Sejak Mam datang ke rumah sakit pasca kamu keguguran dan minta kita cerai.”Isvara terdiam. Ah, rupanya sejak saat itu. Pantas saja di pesta tempo hari, Alvano bahkan tidak berniat untuk sekadar menyapa Marina. Jadi itulah alasannya. Harusnya perempuan itu merasa bersyukur, karena suaminya jelas membela dirinya. Namun, entah mengapa, hatinya justru ikut sakit mendengar kenyataan itu. Mungkin karena menyadari betapa dalam luka yang mereka simpan.“Jangan gitu, Mas,” ucap Isvara pelan. “Aku ju

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status