Share

Bab 26: Gawat

Author: Duvessa
last update Last Updated: 2025-05-19 12:06:13
Tok. Tok. Tok.

Suara ketukan terdengar lembut di pintu kamar Isvara, kali ini disusul suara pria yang terdengar sedikit tidak sabar.

“Isvara?”

Tak ada jawaban.

Alvano berdiri di depan pintu dengan tangan masih menggantung, mengetuk dua kali lagi, kali ini agak lebih keras.

“Isvara? Kamu nggak kerja hari ini?”

Masih tidak ada sahutan. Bahkan tidak ada suara langkah kaki atau derit tempat tidur bergeser. Sunyi seperti kamar kosong.

Alvano melirik sekilas ke jam di pergelangan tangan. Sudah lewat pukul delapan. Padahal biasanya, perempuan itu sudah keluar rumah sebelum matahari benar-benar naik. Teratur. Disiplin. Tidak seperti ini.

‘Apa dia ketiduran? Atau... jangan-jangan dia pingsan?’ pikir Alvano, kali ini mulai cemas.

Tanpa pikir panjang, pria itu berbalik dan melangkah cepat ke ruang kerja, membuka laci bawah tempat dia menyimpan kunci cadangan. Entah kenapa, ada dorongan tidak nyaman di dadanya. Cemas? Mungkin. Atau kesal karena repot? Bisa jadi.

Dengan langkah tergesa dan sedikit
Duvessa

Ada apa ya? Jangan lupa tinggalkan jejak ya guys :)

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 29: Pertama Kali

    Prang!Gelas itu jatuh, pecah menjadi kepingan tajam di lantai, sebagian mengarah ke kaki Isvara yang berdiri kaku seperti patung.Untuk sesaat, waktu seolah membeku.Alvano masih duduk, tapi matanya menusuk ke arah Livia—dingin dan tajam, seperti peringatan tidak bersuara. Isvara tidak mampu bergerak, hanya bisa menatap pantulan wajahnya sendiri di antara serpihan kaca—tegang, panik, dan sedikit takut.“Ya Tuhan,” gumam Isvara pelan.Aroma sup dan ayam goreng yang tadinya mengundang selera kini seolah menguap, digantikan ketegangan pekat di udara.Sementara itu, Livia berdiri seperti ratu yang baru saja menemukan rakyat jelatanya duduk di singgasana kerajaan.“Kamu … kenapa bisa ada di sini?!” tuding Livia tajam, sambil mengarahkan jari telunjuk ke arah Isvara.Isvara belum sempat menjawab—kakinya tanpa sengaja bergerak, dan salah satu pecahan kaca kecil menembus kulitnya.“Ahh!” erang Isvara pelan.Seketika, kursi Alvano bergeser.Pria itu berdiri dan melangkah cepat, tanpa menoleh

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 28: Kedatangan Tamu

    Isvara menoleh pelan, ragu apakah dia benar-benar mendengar gumaman itu.“Kamu bilang apa barusan?” tanya Isvara, suaranya masih serak tapi mulai stabil.Alvano tidak langsung menjawab. Matanya terpaku pada laptop dan flashdisk yang kini ada di tangannya. Gerakannya sempat terhenti, seperti sedang menimbang apakah harus mengulang ucapannya atau mengelak.“Nggak apa-apa.” Jawaban Alvano singkat, nyaris tergesa. Pria itu langsung berbalik, lalu meletakkan laptop itu di pangkuan Isvara, diikuti flashdisk yang dia sisipkan di samping.“Kalau ada apa-apa, hubungi aku,” lanjut pria itu. Lalu dia pergi begitu saja. Tanpa komentar tambahan. Tanpa menoleh lagi.Pintu tertutup pelan.Isvara hanya bisa menatap punggung Alvano sampai benar-benar menghilang di balik pintu. Dalam diam, pikirannya dipenuhi pertanyaan—semuanya tanpa jawaban yang pasti.Kenapa Alvano bersikap seperti itu?Kenapa pria itu bisa begitu sigap membawakan bubur, menyiapkan laptop, dan bahkan … menggertak akan menggendong ke

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 27: Sendok Emas

    Jantung Isvara langsung berdegup cepat. Kantuk yang tadi masih menggantung di kelopak mata sontak lenyap. Rasa sakit kepala pun seolah tertahan di belakang gelombang panik yang tiba-tiba menyerbu."Apa lagi, sih ..." bisik Isvara cemas, buru-buru dia menekan tombol telepon ke nomor Monika.Nada sambung terdengar satu kali. Dua kali.Lalu suara Monika yang terdengar setengah meledak langsung menyambar dari seberang, “Kamu ke mana sih?! Nggak ada kabar, Bu Indri marah-marah tau! Kamu ‘kan ada presentasi sama Pak Dylan hari ini, Ra!”Isvara meremas selimutnya sambil menahan napas. “Aku sakit, Mon. Badanku demam. Ini juga baru bangun,” jawabnya pelan, suara serak dan hidung sedikit tersumbat membuatnya terdengar lebih meyakinkan.“Tapi kamu nggak bilang apa-apa dari semalam. Minimal kirim pesan atau kabarin aku dong, Ra. Sekarang aku yang jadi bulan-bulanan!” keluh Monika, suaranya terdengar setengah panik, seperti sedang berjalan cepat sambil tetap menahan ponsel di telinga.Isvara memeja

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 26: Gawat

    Tok. Tok. Tok.Suara ketukan terdengar lembut di pintu kamar Isvara, kali ini disusul suara pria yang terdengar sedikit tidak sabar.“Isvara?”Tak ada jawaban.Alvano berdiri di depan pintu dengan tangan masih menggantung, mengetuk dua kali lagi, kali ini agak lebih keras.“Isvara? Kamu nggak kerja hari ini?”Masih tidak ada sahutan. Bahkan tidak ada suara langkah kaki atau derit tempat tidur bergeser. Sunyi seperti kamar kosong.Alvano melirik sekilas ke jam di pergelangan tangan. Sudah lewat pukul delapan. Padahal biasanya, perempuan itu sudah keluar rumah sebelum matahari benar-benar naik. Teratur. Disiplin. Tidak seperti ini.‘Apa dia ketiduran? Atau... jangan-jangan dia pingsan?’ pikir Alvano, kali ini mulai cemas. Tanpa pikir panjang, pria itu berbalik dan melangkah cepat ke ruang kerja, membuka laci bawah tempat dia menyimpan kunci cadangan. Entah kenapa, ada dorongan tidak nyaman di dadanya. Cemas? Mungkin. Atau kesal karena repot? Bisa jadi.Dengan langkah tergesa dan sedikit

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 25: Ada Masalah?

    “Tadi pagi aku sudah bilang akan hujan, ‘kan? Kamu nggak bawa payung?” tanya Alvano pada wanita di sebelahnya yang saat itu basah kuyup karena kehujanan.Kini mereka berdua berada di dalam mobil yang dikendarai sendiri oleh Alvano, pemandangan yang cukup langka. Biasanya pria itu lebih suka duduk di kursi belakang, sementara sopir atau Jefri yang mengemudi.“Bawa,” jawab Isvara singkat setelah jeda yang cukup lama, suaranya nyaris tenggelam oleh suara hujan di luar. Dia masih menunduk, menatap jari-jarinya yang saling menggenggam di atas pangkuan.Alvano menoleh sekilas. Helaan napasnya pelan, hampir tak terdengar. Wanita di sebelahnya ini biasanya memang tidak terlalu banyak bicara, tapi hari ini … ada yang berbeda. Isvara terlihat kosong. Bahkan terlalu tenang untuk disebut baik-baik saja.Melihat itu, Alvano sedikit mengerutkan kening. Diamnya Isvara terasa seperti ... alarm yang sunyi.“Ada masalah?” tanya Alvano akhirnya, hati-hati tapi tidak kaku.Isvara tidak langsung menjawab.

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 24: Pulang

    “Ibu bukannya nuduh, ya. Jangan salah paham. Tapi namanya juga orang tua, wajar ‘kan kalau ingin anaknya punya pegangan. Lagi pula, kalau memang niatnya baik, harusnya nggak masalah ada nama istrinya di sertifikat rumah,” ujar Anita, suaranya mulai melunak, mungkin menyadari perubahan ekspresi di wajah putrinya.“Iya, Bu. Aku mengerti.” Isvara mencoba tersenyum, tapi hasilnya justru seperti orang sedang menahan bersin—gagal total.“Tapi, kurasa itu nggak perlu,” lanjut Isvara dengan pelan. Tangannya refleks memutar sendok di dalam mangkuk, membentuk pusaran kecil di antara potongan jagung dan udang yang mengapung. Seolah sedang sibuk, padahal dia hanya mencoba menghindari tatapan siapa pun di ruangan itu.“Untuk berjaga-jaga saja, Ra. Kita nggak tahu apa yang terjadi ke depannya.” Anita menatap putrinya dengan sorot yang dalam, lalu mengulurkan tangan, mengelus punggung tangan Isvara dengan sentuhan yang hanya bisa dimiliki oleh seorang ibu—halus, tapi mengakar.“Ibu cuma nggak mau ka

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 23: Jaminan

    [Sepertinya hari ini aku akan pergi ke rumah orangtuaku.]Isvara mengetik pesan itu pelan, lalu mengirimkannya ke nomor suaminya yang sedari pagi sudah pergi entah ke mana. Kata Wati, Alvano pergi main golf—mungkin dengan para petinggi di tempat kerjanya. Ya, begitulah pria berdasi, akhir pekan pun masih sibuk berurusan dengan klub golf dan jaringan bisnis.Sejujurnya, sejak malam tadi, Isvara sulit tidur. Bukan karena kopi. Bukan juga karena suara jangkrik yang terlalu aktif di halaman belakang.Namun, karena semalam, di bawah hujan yang turun mendadak, Alvano menarik tangannya—membawanya berlari kecil ke dalam rumah seperti adegan film romantis. Dan anehnya, jantung Isvara berdetak terlalu cepat, seperti hendak memberi sinyal darurat ke seluruh tubuh.Bukan hanya karena perlakuan Alvano yang tiba-tiba lembut. Namun, juga karena … perasaan aneh itu kembali.Genggaman tangan itu terasa familiar. Seolah pernah terjadi sebelumnya. Namun kapan? Di mana? Dengan siapa? Isvara tidak bisa me

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 22: Hujan

    Derap langkah terdengar mendekat ke arah taman belakang. Setelah Marina pergi, Alvano memutuskan untuk menghampiri Isvara yang kala itu sedang membaca buku di bangku kayu panjang di bawah pohon kamboja. Isvara memang kerap kali menghabiskan malam di taman belakang, mungkin sekadar untuk menghirup udara segar atau mencari ketenangan setelah hari yang penuh kejutan. Hari ini, jelas bukan hari biasa."Isvara," panggil suara itu pelan namun cukup jelas.Isvara menoleh, menutup bukunya setengah, menyelipkan jarinya di antara halaman sebagai penanda. “Ya? Ada apa?” Suara Isvara terdengar datar, tetapi tidak ketus. Hanya sedikit waspada. Wajar, mengingat interaksi mereka akhir-akhir ini cukup penuh kejutan.Alvano mendekat dan duduk di samping wanita itu. Jarak mereka tidak terlalu jauh, tapi tetap ada ruang, seolah formalitas itu belum hilang meski mereka telah tinggal satu atap.“Makasih,” ucap Alvano tiba-tiba. Dia tidak menoleh ke arah Isvara, matanya justru menatap ke atas, ke langit m

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 21: Salah Paham

    “Oh … kamu pasti asisten rumah tangga baru di rumah ini, ya?”Kalimat itu meluncur begitu enteng dari mulut Marina Adinegara, ibu dari sang suami. Suara lembutnya terdengar manis di permukaan, tapi memiliki lapisan penilaian yang tajam di bawahnya.Isvara terdiam. Tangannya masih memegang lap dapur yang kini mulai terasa hangat dan lembap karena terlalu lama digenggam. Dia berdiri sedikit lebih tegak, seolah postur tubuh bisa membantu menjernihkan kekeliruan. Namun sayangnya, tidak semudah itu.Isvara ingin meluruskan kesalahpahaman itu, tentu saja. Namun, entah kenapa, lidahnya seperti mengikat dirinya sendiri. Bingung harus mulai dari mana. Terlalu banyak risiko kalau bicara terlalu cepat. Terlalu banyak pertanyaan yang tidak punya jawaban pasti.“Saya bukan—maksud saya, saya tinggal di sini,” ujar Isvara akhirnya, mencoba terdengar santai, padahal suara gugupnya tak bisa disembunyikan.“Oh,” Mariana mengangguk pelan, seolah baru saja diberi informasi baru—yang langsung dia salah art

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status