Share

Pasang Badan (POV Firman)

last update Huling Na-update: 2024-12-05 20:43:12

"Firman, nggak bisa besok aja?"

Suara Nana tercekat di tenggorokan, tampak tidak nyaman saat mobilku mulai memasuki gerbang perumahan tempat tinggalnya. Dia akhirnya buka mulut, tak hanya diam. Sejak naik ke mobil Jeep milikku, dia memang menutup mulutnya rapat-rapat.

"Kenapa? Kamu belum siap ketemu suamimu yang sebentar lagi bakal jadi mantan itu?"

Alih-alih menjawab, dia justru meremas tas di pangkuannya. Aku terpaksa menepikan mobilku, mengajaknya bicara. Keraguan bergelayut di matanya.

"Kalau aku sama Mas Reza beneran pisah, apa Bima akan baik-baik saja? Yang paling dirugikan dari sebuah perceraian adalah anak-anak. Nggak sedikit yang kekurangan kasih sayang dan pada akhirnya lari ke hal-hal negatif. Apalagi Bima masih masa tumbuh kembang. Dia pasti akan kehilangan sosok ayah."

Aku terpaksa meraup wajah dengan tangan sambil menarik napas dalam-dalam. Bagaimana cara meyakinkan Nana bahwa rumah tangganya sudah rusak? Perselingkuhan adalah dosa yang sulit ditinggalkan.

Setelah diam setengah menit, pada akhirnya aku mengambil buku kecil dari tas kerjaku dan mengangsurkannya, lengkap dengan sebuah pena menyertainya.

"Tulis di sana alasan kamu harus bertahan dan tulis juga alasan kamu harus melepaskan. Aku tunggu di luar. Kalau sudah, ketuk kacanya tiga kali."

Belum sempat Nana menjawab, aku sudah lebih dulu melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil, sengaja memberikannya keleluasaan untuk berpikir. Mataku menatap berkeliling, menikmati semburat warna jingga di kejauhan sana. Sebentar lagi senja datang mengantar malam.

Sesekali tatapanku tertuju pada satu-dua mobil yang memasuki kawasan ini. Semuanya kendaraan mewah, menandakan penghuni perumahan rata-rata orang berada. Itu artinya, mereka memiliki harga diri yang jelas lebih tinggi dibandingkan rakyat jelata. Termasuk Reza, orang yang akan aku temui.

"Rasanya ngakan rumit menghadapi Reza," gumamku sambil tersenyum, memainkan kerikil di dekat sepatu. Kalau teori di kepalaku benar, justru kemenangan Nana di depan mata walaupun semua aset atas nama suaminya.

Ketukan di kaca mobil terdengar, membuatku menoleh ke belakang. Keningku berkerut. Dia sudah selesai membuat pertimbangan?

Detik itu juga aku bergerak kembali memasuki mobil dan menatap wanita itu dengan mata menyelidik.

"Aku nggak tahu harus nulis apa," ujarnya lirih hampir tak terdengar. Untung saja aku melihat gerak bibirnya dengan seksama, jadi tahu apa yang baru saja dikatakan.

"Ada apa?"

Nana menggeleng sambil mengangkat kedua bahunya, tidak tahu harus berbuat apa. Dia mengembalikannya buku mungil itu padaku sebelum memalingkan wajah, menatap keluar jendela dengan mata berkaca-kaca.

Aku melirik arloji di pergelangan tanganku, hampir pukul enam sore. Sebenarnya ini sudah di luar jam kerjaku, tapi aku juga tidak bisa membiarkan urusan ini berlarut-larut. Masih begitu banyak proses yang harus dilewati nanti.

"Na," panggilku dengan suara serak, berusaha tidak mencampuradukkan urusan pribadi dengan pekerjaan. Namun nyatanya, aku tetap saja ingin tahu. Ada puluhan pertanyaan yang ingin aku dengar jawabannya langsung dari mulut Nana.

"Kamu masih cinta sama Reza?"

Aku melihat wanita itu sedikit terkesiap, menatap mataku lekat-lekat. Ekspresi wajahnya tidak terbaca.

"Maaf kalau aku lancang bertanya hal seperti itu, tapi kamu sudah jadi klienku, Na. Kalau kamu masih cinta sama suami kamu, mungkin lebih baik proses ini tidak usah dilanjutkan."

Nana tak lantas menjawab, tampak berpikir keras. Pasti dia punya banyak pertimbangan.

"Oke, karena kamu masih bimbang, malam ini kamu pikirkan matang-matang, Na. Kita bicarakan lagi besok. Kalau kamu mantap mau menggugat suami kamu sekaligus memperjuangkan harta gono-gini, aku siap memperjuangkannya. Segala cara bakal aku lakukan supaya kamu dapat hak asuh anakmu."

Dia mengangguk lemah, tapi tak bisa menyembunyikan rasa bimbang yang sejak tadi mengganggunya. Wanita itu seolah terombang-ambing, meragukan hubungannya dengan Reza, bisa berlanjut atau stop sampai di sini.

Tanganku memutar kunci mobil dan menghidupkannya, bersiap membawa kendaraan itu keluar kompleks perumahan. Aku tidak bisa memaksa. Biarkan dia mengambil keputusannya sendiri.

"Tunggu!" Suara Nana mencegah gerakan tanganku memutar kemudi. Aku menoleh ke arahnya, menunggu kata berikutnya.

"Kita ke rumah sekarang. Walaupun mungkin ini sakit buat aku, tapi aku nggak mau berlarut-larut dibodohi."

"Kamu yakin?" tanyaku sangsi dan dia mengangguk sebagai jawaban.

"Dari awal Mas Reza pasti udah merencanakan ini semua. Kalau gak, gimana bisa dia yang ambil kendali semua aset aku? Mungkin aku yang terlalu bodoh, dibutakan sama cinta dan perhatian semu dari dia. Dia datang di saat aku butuh sosok teman setelah kamu pergi."

Deg!

Detak jantungku seolah berhenti satu detakan bersama jarum tajam yang menghunjam dan membuat dadaku sesak.

"Mas Reza sejak ospek udah naruh perhatian ke aku. Dia kasih hukuman karena aku bengong waktu dia lagi kasih penjelasan. Sejak saat itu, kami sering bertemu. Aku yang lagi patah hati, disirami perhatian-perhatian kecil yang lama-lama membuatku merasa nyaman.

"Perlahan tapi pasti, Mama tahu hal itu dan jadi minta bantuan Mas Reza buat jaga aku. Cuma dia satu-satunya teman di kampus. Itu juga yang membuat Om Wirawan langsung merekrut Mas Reza begitu wisuda. Dia anggap Mas Reza layak dapat tempat khusus di perusahaan karena bisa 'momong' aku."

Aku menarik napas dalam, bisa mengerti alur cerita yang baru saja diungkapkan. Hubungannya dengan Reza bukan berdasar suka sama suka sejak awal, tapi antara si pemberi dan penerima. Nana yang rapuh dan kesepian, menerima perhatian yang saat itu dibutuhkan karena aku meninggalkannya.

"Acara lamaran, Papa sama Om Wirawan yang berinisiatif. Mereka takut aku hamil di luar nikah karena kita sering jalan berdua. Semua mereka yang atur. Begitu aku wisuda, kami langsung nikah dan Papa lepas kami berdua. Uang yang didapat dari hadiah pernikahan, sebagian aku pakai buat buka usaha katering dan sebagian buat ambil kredit rumah."

Suara Nana sudah lebih baik, tidak lagi parau seperti sebelumnya setelah minum air mineral yang aku berikan.

"Usahaku lancar dan langsung dapat banyak pelanggan berkat luasnya relasi Papa sama Om Wirawan yang udah anggap aku kayak anaknya sendiri. Jabatan Mas Reza juga terus dapat promosi. Kata Papa, dia punya anggota tim yang hebat dan solid, jadi bisa ambil target, bahkan melampauinya. Seiring berjalannya waktu, Mas Reza dipindahkan dari tim itu dan sekarang keadaannya kacau. Jabatannya bahkan diturunkan."

Aku mengangguk, semakin memahami Reza meskipun belum pernah bertatap muka dengannya. Aku segera mengambil ponsel dan mengirimkan pesan ke staf IT yang selama ini membantu di firma hukum tempatku bekerja. Dia bisa menelusuri jejak digital seseorang, termasuk juga riwayat hidupnya.

[Cari tahu semua data tentang klien yang datang hari ini & suaminya. Jangan lupa latar belakang keluarganya juga.]

"Firman, kalau memang kami harus berpisah, mungkin itu yang terbaik. Aku percayakan kasus ini ke kamu sepenuhnya. Bisa?"

Aku menoleh ke arah Nana, mengangguk mantap setelah menyimpan kembali ponsel ke dalam saku.

"Tentu! Aku ada di pihakmu dan siap pasang badan buat kamu, Na!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Extra Part Final

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas! Bab 88. Extra Part Final “Bimaaa, tolong rapikan mainan adikmu, Nak,” panggil Nadya dari ruang keluarga sambil mengangkat beberapa bantal sofa. “Mami, masa aku terus yang harus beresin?!” Anak lelaki sembilan tahun—yang sedang memainkan mobil remote control—langsung menghela napas panjang, wajahnya setengah merajuk. “Seharian ini aku udah lima kali bersihin mainan Zahra. Capek tahu! Nanti juga berantakan lagi,” imbuhnya sambil memelotot sebal ke arah tersangka. Zahra, si kecil berusia lima tahun, justru sedang asyik menjejalkan boneka kelinci ke dalam keranjang mainannya. Dia tidak tahu kakaknya sedang jengkel karena ulahnya, malah sibuk mengeluarkan mainan yang lainnya, berserak memenuhi karpet berbulu. Wajah bulatnya bersinar penuh kepolosan. Dari dapur, Firman yang sedang membantu Nadya memotong sayuran, mendengar protes Bima. Ia dan Nadya saling pandang lalu terkekeh bersamaan. Ada bahagia sederhana di balik tawa mereka—bahagia karena kini

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Malam Pertama Pengantin Baru

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!Bab 87. Malam Pertama Pengantin BaruRuang ganti hotel yang tadinya penuh dengan MUA, WO, dan keluarga kini sudah lengang. Tinggal Dani dan Alya, masih memakai baju pengantin. Lampu temaram menambah suasana romansa di antara mereka.Dani bersandar santai di kursi, dasinya sudah dilepas separuh, sementara Alya sibuk mencoba membuka kancing kebaya bagian belakang yang sulit dijangkau. Wajahnya terlihat lelah.“Butuh bantuan?” tanya Dani sambil menangkap tangan Alya dan mencuri sebuah kecupan dari samping.Alih-alih senang dengan keberadaan sang suami, Alya justru mendengus kesal.“Nggak usah tanya. Kalau niat bantu, langsung aja.”“Langsung apa?” balas Dani dengan nada menggoda, sengaja berbisik di dekat telinga Alya dan mengembuskan napas hangat yang membuat gadis itu tegang.“Mas Dani ngapain, sih?!” Alya memutar tubuhnya, mencoba mendorong tubuh sang suami yang sedikit menunduk sejak beberapa menit lalu saat mendekatinya.“Aku capek, Mas. Jangan nam

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Lamaran Pria Posesif

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas! Bab 85. Lamaran Pria Posesif "Peluru sudah berhasil dikeluarkan dari kaki pasien. Tapi kondisinya masih lemah. Kami sarankan rawat inap sampai trauma psikisnya tertangani," ucap sang dokter dengan suara tenang namun tegas. Dani mengangguk, berterima kasih sebelum berjalan cepat ke ruang perawatan. Pintu kamar digeser perlahan. Di baliknya, Alya terbaring diam, sudah mengenakan pakaian rumah sakit. Wajahnya pucat dan terlihat kelelahan. Dia sudah beberapa kali mengikuti gala dinner bisnis, tapi menjadi bagian dari pesta berdarah adalah pengalaman yang pertama baginya. "Mas Dani," panggil Alya lirih setelah membuka mata saat merasakan sebuah tangan mengelus kepalanya. "Bagaimana keadaanmu? Mana yang sakit?" Dani mengamati Alya, memindai manik mata gadis kesayangannya. Alih-alih menjawab, Alya justru tersedu. Tangannya segera meraih lengan Dani dan memeluknya erat-erat. Dani yang ikut merasa terenyuh, membiarkan gadis itu menangis. Selama ini Aly

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Game Over

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!Bab 84. Game OverTubuh Felix limbung, terhuyung ke belakang dan ambruk di lantai. Belati yang tadi menancap di perutnya, kini jatuh berkelontang dari tangan Andrew.“Apa yang terjadi?” tanya pria bermata sipit dengan tangan berlumur darah kakak kandungnya sendiri. Suaranya bergetar dengan mata terbelalak. Tatapannya terpaku pada tubuh yang tergeletak dengan napas yang semakin melemah. Kemeja yang dipakai berubah merah oleh darah.Semua suara seolah lenyap, bahkan teriakan panik dan derap kaki para tamu yang masih berusaha menyelamatkan diri, tak lagi terdengar oleh Andrew. Dia bahkan sampai lupa bernapas, tangannya gemetar.“Mas…” Dua langkah dari sana, Alya yang terduduk lunglai, menatap dengan mata berkaca-kaca. Tangannya menggenggam lengan Dani erat-erat.Di belakang keduanya, Firman hanya bisa terdiam. Rasa perih di pelipisnya tak lagi penting, dia justru sibuk menoleh ke sana kemari mencari jalan keluar. Wajah-wajah di sekitar mereka menyiratka

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Bulan Tersaput Awan

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!Bab 83. Bulan Tersaput AwanFelix menekan lengan Cinderella lebih keras, membenturkannya ke dinding hingga napas gadis itu tersengal. Suara gemuruh di luar ruangan tak mampu menutupi bunyi dengusan amarah dari dada pria berjas hitam itu.Namun, alih-alih gentar, Cinderella justru menyeringai miring. Napasnya pendek, tapi matanya tetap tajam menusuk.“Kamu berdiri di tempat yang salah, Felix,” bisik Cinderella, lirih tapi mantap, “itu sama saja dengan mengulang kesalahan yang sama. Istri dan anakmu... mereka mungkin nggak mau menemuimu, bahkan meski sama-sama di neraka sekalipun.”Ucapan itu menghantam Felix seperti palu godam. Pertama, dia tidak terima istri dan anaknya disebut berada di neraka. Kedua, kenapa mereka tidak akan mau bertemu dengannya?Seketika, mata pria ity menyipit curiga, lalu menekan lebih kuat pergelangan Cinderella yang masih ia kunci ke dinding.“Apa maksudmu?!” desisnya. Sorot matanya menusuk, tapi di baliknya tergurat satu ker

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Curang dan Suka Main Belakang

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!Bab 82. Curang dan Suka Main Belakang"Hoek!"Suara muntahan Nadya membuat aktivitas makan malam terhenti. Bima yang semula asyik menikmati sup ayam favoritnya, seketika menoleh. Pun Mama Anita yang segera berdiri dan menyusul putri semata wayangnya yang kini menunduk di depan wastafel dapur.Di sisi lain, Papa Bagaskara hanya bisa diam, menegang di kursinya. Dia tidak berbuat banyak, tapi sorot mata dan ekspresi wajahnya jelas menunjukkan kekhawatiran."Opa, Mami kenapa?" tanya bocah yang akan genap berusia 4 tahun dalam beberapa bulan itu."Mami mungkin nggak enak badan, Sayang. Udah nggak apa-apa. Ayo lanjutin makannya."Meski masih ingin bertanya, tapi bocah dengan kaus berkerah warna biru itu akhirnya mengangguk. Tangannya cekatan menusuk potongan wortel dan melahapnya."Kamu nggak apa-apa, Na?" tanya Mama Anita sambil mmegelus punggung Nadya. "Nggak tahu, Ma. Tiba-tiba mual hebat. Padahal udah ga pernah mual berapa hari ini. Aku pikir morning

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status