Mulut Rea terbuka, wanita itu kesulitan bernapas seperti ikan yang dilempar ke darat, air matanya mengalir membasahi pelipis dan telinganya. Bukan hanya kali ini Jeno berbuat kasar padanya seperti ini, sudah sering Rea dapatkan jika ia berani menyinggung soal Aruna, calon istri Jeno dulu sebelum ia yang akhirnya menikah dengan pria itu.
"Je-jeno!" Suaranya terbata dan hampir putus asa.Urat hijau di dahi Jeno menonjol karena rasa marah di dadanya, melihat Rea yang seperti ikan sekarat segera pria itu melepaskan leher Rea secara kasar, dan membuang wajahnya tak ingin menatap Rea. "Jangan kamu berani menyinggung Aruna di masa depan padaku lagi, Rea! Atau kau akan tahu akibatnya!" peringat Jeno, lantas pria itu melanjutkan langkahnya keluar rumah dan pergi menggunakan mobilnya menuju perusahaan.Rea benar-benar kedinginan, hati dan tubuhnya beku, sakit seperti ditusuk oleh ribuan kerak es yang tajam, membuat hatinya berdarah hingga berubah biru. Setelah dilepaskan oleh Jeno, Rea tak bisa untuk tidak batuk beberapa kali, dan pada akhirnya menangis tersedu.***Rea kehilangan nafsu makan, jadi pagi ini dia tidak sarapan dan menyimpan makanannya di lemari. Di rumah yang besar ini hanya ada dia dan Jeno saja, tidak ada yang lain, tidak ada anak atau asisstant rumah tangga, rumah tentu terlihat masih rapi dan bersih, tapi Rea tetap saja membersihkan seluruh rumah setiap hari.Jeno adalah orang yang gila kebersihan, satu debu saja yang tertinggal di satu sudut dan terlihat olehnya, pria itu pasti akan tidak suka. Rea sangat takut melihat kemarahan Jeno yang tak segan akan menamparnya atau mencekik lehernya seperti tadi.Maka dari itu, sesakit dan selelah apa pun tubuhnya saat ini memang tidak lebih sakit dari hatinya. Pagi ini setelah pertengkaran tadi Rea segera mencuci baju miliknya dan Jeno, sambil menunggu baju digiling di mesin cuci Rea mengambil sapu dan lap lalu pergi ke lantai atas untuk mengelap barang dan menyapu di sana.Setelah selesai di atas barulah ia mengelap dan menyapu di lantai bawah, furniture dan hiasan kristal masih sangat licin dan bersih, tapi Rea tetap membersihkannya juga. Merasa sudah lama ia meninggalkan cuciannya, segera ia kembali ke tempat mencuci, membilas pakaian dan menjemurnya setelah dikeringkan terlebih dulu.Pekerjaannya masih ada, ia harus mengepel seluruh lantai dan menyapu halaman luas yang dimiliki rumah ini. Setelah menyapu halaman Rea menyiram tanaman, dan setelahnya masuk rumah lantas kembali ke dalam. Masuk dapur dan mencuci peralatan masak, mencuci segala yang ada di dapur sampai sendok di laci dan gelas ia keluarkan dan dicuci ulang.Hatinya sakit, lebih sakit dari apa pun hingga Rea melupakan kondisi tubuhnya yang hanya memiliki satu ginjal. Dia lupa rasa lelah, dia lupa caranya manja dan merajuk, bahkan ia lupa caranya beristirahat jika bukan tubuhnya yang mengajak dirinya untuk berhenti.Sebagai wanita muda yang sudah kehilangan satu ginjalnya Rea pasti sangat lemah, tapi tetap saja Jeno memaksanya untuk seperti ini. Tidak hanya menjadikannya pembantu, Jeno juga selalu menganggapnya memang pembantu yang tak pantas diperlakukan baik apalagi dicintai, bahkan pembantu mungkin lebih baik dari pada nasibnya."Ah ...." Rea meringis dan mendesis kesaitan saat merasakan perut bagian bawahnya terasa sakit, dia ingin segera berbaring tapi cuciannya masih belum ia bilas. Dia takut Jeno akan marah jika dapur belum rapi saat ia pulang, maka Rea memaksa dirinya bertahan untuk membilas beberapa gelas lagi.Setelahnya wanita itu berjalan tertatih seraya memegangi perut bagian bawah sebelah kirinya, ia ingin naik ke lantai dua untuk beristirahat. Rea menangis di atas tempat tidur, meringkuk memegangi perutnya yang sakit. Bahkan ia tidak bisa menghubungi siapa pun untuk minta tolong, apalagi Jeno. Dia takut Jeno marah jika mengganggunya bekerja hanya untuk merawat orang yang tidak dianggap penting oleh pria itu."Mama, papa ... Rea sakit, ma. Rea sakit banget, tolong Rea ...." Rea rindu keluarganya, Rea sangat rindu disayang dan dimanja seperti dulu.Rea adalah gadis cantik dan manis anak kesayangan keluarga Andara, tidak merasa kurang dari keluarganya yang juga keluarga terpandang, tapi tentu masih tinggi keluarga Jeno yang memiliki mega bussines di negara ini, yang membuatnya masuk ke jajaran orang terkaya di negara ini.Rea selalu dimanja dan apa pun keinginannya pasti akan ia dapatkan dengan mudah. Karena kebiasaannya itu mungkin yang membuat Rea jadi keras kepala, termasuk menikah dengan Jeno.***Di rumah Rea yang menderita kesakitan, di kantor Jeno baru saja keluar dari ruangan meeting bersama dengan seorang wanita cantik dan seksi, pakaian kantor yang presbody memperlihatkan seluruh lekukan di tubuhnya yang sintal.Siapa yang tidak mengenal Aruna Leandra? Dia wanita cantik kekasih Jeno sejak 5 tahun lalu, semua orang tahu Aruna adalah calon istri Jeno dulunya, tapi tiba-tiba tergantikan oleh wanita lain, tapi di perusahaan semua orang masih melihat kedekatan Jeno dan mantan kekasihnya itu.Semua orang tidak memahami hubungan antara Jeno, Aruna dan istri sahnya. Mengapa Jeno masih dekat dengan mantan kekasihnya sementara ia sudah punya istri. Sebenarnya Jeno dan Aruna tidak pernah putus, karena wanita itu rela jadi orang ketiga sebab ia merasa Jeno adalah miliknya dan Rea yang menjadi duri dalam hubungan mereka."Apakah kita tidak sebaiknya langsung keluar saja, Sayang. Ini sudah waktunya makan siang," kata wanita cantik itu saat mereka sampai di ruang kerja Jeno, bergelayut manja di lengan kekar pria itu seperti anak monyet."Masih ada beberapa pekerjaan yang belum aku kerjakan. Lebih baik kamu menyuruh Arya untuk memesan makanan dari luar."Aruna tersenyum manis. "Kenapa harus merepotkan asistentmu? Aku juga bisa memesankan makanan dari restoran favorite kita."Jeno mengangguk dengan senyum tipis, pria itu lantas membuka layar laptopnya dan melirik jam di atas meja. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang lewat 5 menit. Tiba-tiba ia mengingat Rea di rumah, bagaimana pun wanita itu adalah penyelamat nyawa ibunya yang hampir meninggal karena gagal ginjal, Jeno hanya membenci Rea karena sifat wanita itu yang arogan sehingga membuat Jeno tidak tahan ingin selalu menyiksanya di setiap kesempatan."Ada apa?" tanya Aruna saat ia melihat keresahan di wajah pria itu."Tidak apa-apa, aku hanya sedang memikirkan Rea di rumah," katanya jujur, tadi pagi dia pergi setelah menyakiti wanita itu hingga membuatnya menangis, lalu bagaimana keadaannya saat ini?Kenapa dia masih peduli?Mendengar jawaban Jeno yang jujur, membuat Aruna tak bisa untuk tidak tersenyum masam di hatinya, tentu saja ia merasa sangat cemburu saat pria yang ia cintai bisa memikirkan wanita lain ketika sedang bersamanya."Apakah kamu merindukan istrimu itu? Kalau begitu, kenapa tidak pulang dan makan saja masakan istri tercintamu yang murahan itu di rumah!" ketus Aruna.Jeno langsung menatap Aruna tajam, membuat wanita itu langsung diliputi rasa dingin di sekujur tubuhnya yang langsung membuatnya menggigil. "Jangan menyinggung Rea lagi di hadapanku, Una!"Hari sudah menunjukkan pukul 5 sore, Rea merasa sekujur tubuhnya begitu sangat sakit hingga membuatnya malas bergerak untuk memasak. Tidak disangka Jeno pulang lebih awal, padahal selama 2 Tahun pernikahannya pria itu jarang atau tidak pernah pulang tepat waktu apalagi pulang lebih awal.Ada apa? Apa yang terjadi?Pintu mobil terbuka, dan tubuh tegap Jeno keluar lantas berjalan menuju pintu. Pria itu mengetuk pintu menunggu seseorang membukanya, tapi setelah menunggu beberapa menit pintu tidak juga dibuka.Jeno menatap pintu dengan alis berkerut, di kantor sudah dibuat kesal dan di rumah pun sama. Tidak biasanya Rea begitu lama membukakan pintu, seharusnya jam segini Rea berada di dapur memasak makan malam dan seharusnya tidak butuh waktu lama untuk membuka pintu.Merasa kesal Jeno mengetuk pintu rumah berulang kali, hingga membuat buku tangannya sakit. "Ke mana wanita itu pergi? Apa dia keluar rumah tanpa izin dariku?" Karena pemikiran buruk Jeno segera merogoh ponsel dari saku jasny
Rea bingung harus menjawab apa, jawab cemburu atau tidak cemburu? Ia takut apa pun jawabannya akan membuat Jeno marah. "Apakah kamu peduli dengan jawabanku?" Jeno menjauhkan diri dari Rea, berdiri di belakang wanita itu dan menatap penampilannya dari pantulan cermin. "Tidak," jawabnya tak acuh.Rea menghela napas dan tidak lagi memikirkan jawabannya. "Kalau begitu aku tidak mau menjawabnya," katanya pelan."Besok Aruna akan tinggal di rumah ini, aku harap kamu bisa menerimanya dengan baik dan jangan buat masalah." Jeno naik ke atas ranjang dan membaringkan tubuhnya dengan santai.Tidak pernah tahu kalimatnya tadi membuat tubuh Rea seketika membeku, tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya jika setiap hari melihat kemesraan suami dan selingkuhannya. "Apa aku boleh keberatan?" tanya Rea dengan nada dingin, suara yang dingin sedingin hatinya saat ini.Jeno menaikkan satu sudut bibirnya. "Bahkan kamu tidak berhak menolak apa pun keputusanku. Aruna akan tinggal di sini dan kamu harus men
Jam sudah pukul 10 malam, Jeno bangun dari berbaringnya dan membuat Aruna kaget saat melihat Jeno akan beranjak pergi. Aruna baru saja dari dapur, membuatkan teh hangat yang sudah ia campur dengan obat perangsang. "Sayang, kamu mau pergi ke mana?" tanya wanita itu melangkah mendekat dengan cangkir teh di tangannya."Aku akan pulang, aku sudah mengurung Rea di kamar mandi selama 4 jam."Aruna terdiam mendengar jawaban Jeno, saat wanita itu hanya diam saja Jeno pun kembali berkata. "Aku pulang, jaga dirimu baik-baik," katanya seraya mengelus pipi kekasihnya, lalu ia kembali melangkah pergi."Sayang, tunggu!" Aruna kembali mengejar Jeno yang sudah meraih gagang pintu, wanita itu segera berdiri di hadapannya. "Mm, aku sudah membuatkan teh ini untukmu, kamu minumlah dulu, Sayang," bujuknya, Aruna sudah merencanakan hal ini agar Jeno tak punya pilihan lain selain segera menikahinya, tak mungkin membiarkan rencananya harus gagal.Jeno tersenyum, lantas mengelus rambut Aruna lembut. "Aku ter
Hari sepertinya sudah pagi, Rea yang hanya tidur beberapa saat saja kini membuka matanya perlahan. Ditatapnya wajah yang berada di atas kepalanya, dia masih terlelap, sangat tampan dan terlihat lembut. Namun, hati Rea terasa pahit saat mengingat pada kenyataannya Jeno tak dapat berlaku lembut padanya.Rea berusaha menoleh untuk melihat jam di atas nakas. Sudah pukul 4 pagi, Rea ingin mandi, tubuhnya lengket semua, tapi Jeno masih erat memeluknya. Andai hubungan mereka tak sekacau ini, Rea pasti akan dengan senang hati menggoda pria ini dan bercinta di pagi hari.Tangannya berusaha melepaskan tangan kekar Jeno dari pinggangnya, tapi dengan cepat tangan Jeno kembali mempererat pelukannya kembali sampai membuat Rea merasa sesak napas.Terpaksa Rea mendorong dada Jeno dengan tenaganya yang lemah, tapi Jeno malah menyeringai. "Ada apa?" Suara berat khas bangun tidur keluar dari mulut Jeno, bibir tipisnya yang seksi bergerak indah.Rea untuk sesaat tertegun, mata dan hatinya memang masih di
Merasa kesal pria itu pun akhirnya beranjak pergi, dan langsung keluar dari kamar dan menutup pintu dengan keras hingga terdengar dentamannya ke dalam kamar mandi. Jeno menghindari Rea karena ia takut menyakiti wanita itu lebih parah lagi, awalnya dia ingin menghabiskan waktu pagi ini penuh keromantisan, tapi sikap wanita itu malah membuatnya kesal.Rea menangis setelah kepergian Jeno, hatinya terasa sakit dan hancur. Sebegitu tidak terimanya Jeno atas perkataannya yang menjelekkan kekasihnya. Rea tidak bicara sembarangan, mendapatkan perlakuan seperti ini membuat dirinya semakin ragu untuk memberitahukan apa yang dia ketahui pada Jeno.Dia juga tidak punya bukti perselingkuhan Aruna, tapi jika saja Jeno bisa bersikap baik padanya sedikit saja mungkin dia akan punya keberanian UU nntuk mengatakannya pada pria itu, dan membuat rencana untuk mengorek rahasia Aruna bersama-sama. Namun, karena cinta Jeno yang buta, apakah pria itu akan percaya jika ia mengatakan sesuatu yang buruk tentang
Saat Jeno dan Aruna diam saja, Rea pun tersedak, mungkin mereka merasa kesal saat sesi ciuman mereka terganggu atas kehadirannya tadi. "Oh, ma-maaf jika aku mengganggu kalian tadi. Aku mohon maafkan aku ya, aku tunggu di meja makan, oke." Rea mengulas senyuman, lalu segera melangkah ke ruang meja makan.Sesampainya di sana Rea berdiri di sisi meja, wajahnya menunduk dengan perasaan berkecamuk, sesak rasanya hati wanita itu. Rea menengadahkan wajah agar air mata tak jadi jatuh, menarik napas dalam dan mengusap wajahnya yang tampak sangat sedih.Terdengar langkah kaki mendekat, buru-buru ia mengubah ekspresi wajah dan menyiapkan senyum palsunya. "Ah, ayo silakan duduk. Aruna semoga kamu suka dengan menu makanan yang aku masak malam ini. Ini juga yang pertama kalinya Jeno memakan makanan yang aku masak. Semoga kamu suka ya." Ada bagian hatinya yang teriris sembilu kala mengatakan kalimat itu.Tentu saja Rea sudah tahu selera makanan apa yang Jeno sukai, minuman, warna favorite, hewan, Ho
Sinar mentari menerobos melewati celah-celah jendela yang tak tertutup sempurna begitu menyilaukan di mata Rea. Wanita itu mengangkat tangannya dan menutupi wajah, Rea bangun dan menoleh ke sampingnya.Jeno sudah tidak ada di sisinya, padahal semalam pria itu tertidur pulas setelah puas memenuhi hasratnya. Rea memeluk kedua lutut, mengingat begitu menggebu hasrat Jeno semalam, bahkan tanpa alat pengaman. Memaksa Rea untuk membalas setiap perlakuannya seperti saat ia sedang semangat-semangatnya mengejar cinta pria itu.Dulu bahkan Rea sangat berusaha melakukan yang terbaik untuk memuaskan hasratnya demi mengambil hati Jeno, bergerak lincah layaknya seorang jalang yang binal. Namun, saat ini. Cintanya masih sama, tapi rasanya sudah terasa hambar. Itu semua karena sikap Jeno selama ini yang selalu memberi luka lara bagi batin dan fisiknya.Rea segera turun dari tempat tidur dengan selimut yang melilit tubuh polosnya, segera ia membersihkan diri dan turun ke lantai bawah. Karena lelah ia
Wanita itu hanya bisa mengangguk patuh, merasakan anggukan kekasihnya Jeno pun melepas pelukannya dan kembali mengusap bawah mata Aruna yang terlihat sembab. "Jangan menangis lagi, aku akan lakukan yang terbaik." Jeno tersenyum, senyum yang tidak pernah ia urai saat bersama Rea.Bahkan di foto pernikahannya dia tidak menunjukkan senyum kebahagiaan, di gambar itu Jeno begitu terlihat hanya ada keengganan yang sangat jelas, hanya Rea saja yang tampak tersenyum bahagia.***Rea berdiri dengan kedua tangan dilipat di bawah dada, pandangannya lurus pada sebuah potret besar yang terpajang di sebuah dinding. Di sana dirinya sangat cantik dengan gaun pengantin yang mewah, tentu saja keluarga Andara akan selalu memberikan yang terbaik untuk putri tunggal mereka.Namun, sejak ia menikah dengan Jeno hidupnya yang dulu bak putri raja kini berubah drastis menjadi upik abu. Rea menyeka sudut matanya, potret ini awalnya dipajang di kamar mereka, tapi Jeno dengan marah membantingnya ke lantai dan men