Setelah makan malam Jeno dan Rea mengantarkan Surya kembali ke kamar, setelah itu Rea juga membantu papanya minum obat yang disarankan dokter. "Papa istirahat ya," kata Rea seraya mencium pipi kanan dan kiri papanya.Dia lalu tersenyum pada suaminya, dan Jeno segera membantu Surya untuk naik ke tempat tidur. Rea menyelimuti papanya, dan mencium punggung tangan pria paruh baya itu. "Kami pergi dulu," pamitnya lantas mereka berdua melangkah keluar.Sepeninggalan Rea dan Jeno tampak sudut mata Surya mencair, putrinya adalah wanita yang manja dan lemah lembut. Tidaklah pantas bersanding bersama Jeno yang licik dan kejam, tak bisa membayangkan hidup putrinya dulu bagaimana. "Perasaanmu pasti akan hancur jika tahu semuanya, Re. Papa ingin sekali mengatakan semuanya padamu sekarang, agar kamu tidak terlalu terlena akan kebaikan pria itu," batin Surya.Pria paruh baya itu hanya terisak-isak meratapi nasibnya sekarang, tanpa bisa menyeka air mata yang membasahi pelipisnya. Dia ingin sembuh dan
Melihat tulisan di kertas itu Rea tertegun, lantas menatap Arfan di hadapannya. "Apakah masih ada yang perlu ditanyakan?" tanya pria itu dengan santai.Rea menggeleng. "Ti-tidak sama sekali, aku hanya ingin katakan terima kasih banyak atas bantuanmu." Rea semakin merasa kaku dan canggung karenanya."Tidak masalah, ini sudah pekerjaanku. Jika ada apa-apa segera hubungi aku."Rea tersenyum dan mengangguk kaku. "Kalau begitu aku permisi, terima kasih sekali lagi." Rea berdiri dan Arfan mengangguk.Rea segera keluar ruangan dan diikuti pengawal. "Sudah matikan saja," pinta Jeno pada pengawalnya."Baik, Tuan," jawab pria yang memakai setelan jas hitam-hitam itu.Layar ponsel menjadi gelap, Jeno meletakan benda pipih itu kembali ke atas meja dan menghela napas lega. Saat ini pintu ruangan Jeno diketuk dan tak lama terbuka, Aruna masuk dengan senyuman manisnya dan di tangannya terdapat kotak bekal seperti biasa ia bawa."Sayang, kamu pasti belum sarapan. Ini aku bawakan sarapan untukmu seper
Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang, sudah sangat jauh dari jam makan siang. Setelah menemani Jeno meeting pria itu kembali ke ruangannya, lantas melihat kotak bekal yang tadi Jeno berikan. Itu pemberian dari Aruna, dan wanita itu saat ini tidak terlihat di kantor. Bahkan tadi saja dia tidak hadir dalam meeting penting.Arya mengambil kotak itu dan perlahan membukanya, pria itu melihat masakan yang tak asing lagi, pria itu lantas tersenyum miring. "Apa tuan Bramantio tidak bisa membedakan masakan rumah dengan masakan restoran? Wanita itu memang wanita ular, aku bersyukur nona Rea sudah bisa membuat tuan sadar dan akhirnya mencintainya."Arya lantas menutup kotak bekal itu lagi, meraih gagang telefon dan menghubungi seseorang. Setelah selesai menelefon tak lama pintu diketuk. "Masuk!" sahutnya, dan tak lama seorang office boy membuka pintu."Permisi, Tuan. Apa Tuan membutuhkanku?" tanyanya sopan."Ya, masuklah," pinta Arya.Office Boy itu masuk dan berdiri di depan meja Arya, Arya meny
Rea mematut diri di cermin, wajahnya sangat pucat. Padahal dia sudah berusaha menurut pada dokter agar rutin minum obat, tapi mengapa masih suka kambuh? Mungkin karena penyakitnya ini sudah sangat parah, akan butuh waktu lama untuk memulihkannya.Ini pertama kalinya Jeno mengajaknya ke suatu tempat, dia tidak tahu mau dibawa ke mana. Dipolesnya wajah cantik yang semakin tirus, dulu Rea memiliki wajah imut dan sedikit berisi, sekarang wajahnya semakin menirus.Diraihnya alat make up yang ada di atas meja rias, mengulas sedikit bedak dan memberi perona wajah agar tidak terlalu pucat, tak lupa juga ia mengulas bibir agar lebih terlihat segar, dia tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin, lantas mengambil jepit rambut mutiara dan menggunakan di rambutnya yang tergerai indah hingga punggung.Rea menggunakan dress warna pink dengan kerah sabrina, sehingga menunjukkan tulang selangkanya yang indah meski terlihat lebih kurus. Dia wanita sempurna sehingga sedikit polesan saja sudah cukup m
Deruan napas yang berbaur aroma mint mengikat ingatan waras Rea, wanita itu mencengkram seprai putih bertabur kelopak bunga mawar tempat keduanya berbaring. Setelah makan malam romantis tadi pasangan ini menghabiskan malam di kamar hotel yang sudah Jeno pesan sebelumnya.Lampu temaram dengan aroma lilin menguar bersama irama desahan, kalimat cinta dan panggilan sayang memenuhi ruangan kamar sweetroom yang disetting begitu sempurna. Jeno tenggelam dalam indahnya asmara, Rea bagai candu yang tak dapat ia lewatkan lebih lama lagi. Dirinya selalu ingin mendekat dan menikmati manisnya cinta berdua, menghabiskan sisa malam gelap hingga fajar terbit membawa terang."Terima kasih." Suara parau Jeno masuk ke telinga Rea, wanita itu perlahan membuka mata dan memberi senyuman lembut.Hatinya selalu hangat, dia wanita berhati lembut yang selalu dipenuhi cinta. Sebanyak apa luka yang Jeno beri untuk dirinya, tak mampu menghapus cinta di hatinya. Rea pernah marah pada dirinya sendiri, mengapa dia s
Sesampainya di rumah, Jeno segera keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Rea. "Aku masih bisa jalan," tolak Rea, saat Jeno membungkuk untuk menggendongnya kembali."Biarkan aku membantumu," jawab pria itu, Jeno tidak bisa dibantah apalagi ditolak, apapun yang dia ingin lakukan akan dia lakukan, dan Rea cukup menerimanya saja.Rea terpaksa menurut, Jeno menggendongnya ke dalam rumah. Sebenarnya dia sudah cukup malu saat tadi digendong di hotel, dan di sini juga. Rea terlebih takut papanya melihatnya dan akan berpikir kalau dia sedang tidak sehat, meski itu pada kenyataannya.Benar saja saat mereka masuk, Surya ada di ruang tamu. Assistant rumah tangga sedang memberinya sarapan. "Selamat pagi, Tuan, Nyonya. Tuan, Nyonya Rea kenapa?" tanya Assisatant.Pertanyaan wanita paruh baya itu juga menjadi pertanyaan yang ingin Surya tanyakan saat ini, dia tidak bisa bergerak apalagi berkata-kata, hanya sorot matanya saja yang menggambarkan kecemasan. "Jeno! Apa yang terjadi pada putriku?!"
Hari-hari berlalu begitu cepat. 2 Bulan telah terlewati, kehidupan Jeno dan Rea selalu harmonis dan bahagia. Rea juga terus meminum obat dari Arfan, meski masih sering sakit, tapi dia tetap semangat untuk sembuh.Hari ini jadwal Surya terapi pada ahli syaraf yang khusus Jeno datangkan setiap minggunya untuk melatih otot organ tubuh Ayah mertuanya. Jeno memang bersungguh-sungguh mengurus Surya dan memberikan pengobatan yang terbaik.Berharap, Surya bisa melihat kesungguhannya dalam menebus setiap kesalahan yang.pernah ia lakukan di masa lalu. Namun, usaha Jeno menyembuhkan sepertinya tiada hasil, keadaan Surya tetap sama seperti awal, tak sama sekali menunjukkan kemajuan sedikit pun."Kenapa tidak ada hasil dari terapi ini, Dok? Apakah sudah tidak ada harapan Ayah mertuaku untuk sembuh?" tanya Jeno, pria itu seolah putus asa, dia mau Surya sembuh dan membuat hatinya tenang tidak merasa bersalah lagi pada istri dan mertuanya ini, setelah semuanya membaik Jeno ingin keadaan seperti semul
Sesungguhnya sudah 2 Minggu ini Surya mengalami kemajuan, dia bisa menggerakkan bibir juga jari-jari tangannya meski tidak bisa maksimal. Dia ingin berusaha mengatakan rahasianya pada Rea, tapi tidak pernah diberi kesempatan.Saat putrinya datang menemuinya, perawat selalu ada di kamarnya, atau kadang Jeno juga ikut serta berada bersama Rea. Surya benar-benar tidak diberikan kesempatan berdua saja dengan sang putri di rumah ini. Dia tak mau kemajuan kondisinya diketahui Jeno, dia takut kalau dirinya nanti didesak untuk diam. Dia tidak mau kewaspadaan menantunya semakin kuat yang bisa saja semakin mempersulit pertemuannya dengan sang putri jika saja Surya tidak setuju untuk menurut pada keinginan Jeno.Surya masih menilai kalau Jeno tidak akan pernah berubah. Jeno adalah pria yang kasar dan arugan dan tidak akan pernah berubah jika jalan tujuannya tidak mulus, Jeno bisa melakukan apa saja untuk menuju tujuannya.Tak lama perawat datang setelah dari toilet, perempuan muda itu lalu mengh