"Mas ...." Aku ikutan berteriak saat melihat benda kaca itu melayang menuju ke arah suamiku. Bisa berbahaya juga jika benda itu membentur kepalanya. "Prangg!" Kaca itu menghantam dinding karena mas Damar menghindarinya. "Saya tidak akan berubah pikiran kali ini. Bulek tahu apa yang dia lakukan selama ini, anakmu itu dengan sengaja menyuruh orang untuk mencelakai Amelia saat dia hamil dulu. Dan belum lama ini dia juga menyuruh orang untuk meracuni ayam-ayam kami. Sampai kapan dia akan sadar kalau tidak diberi pelajaran," ujar mas Damar menghentikan langkahnya. Aku cukup kaget mendengar perkataan suamiku, jadi sebenarnya dia yang melakukannya bukan Alesha. Pantesan saja mereka bisa bersekongkol dengan sangat rapi. "Kamu bilang apa tadi? dia meracuni ayam kita?" tanya ibu. Mas Damar hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut. "Lalu barusan dia ingin berbuat buruk pada istriku, dia itu punya kelainan atau apa sih!" seru mas Damar kencang."Dia memang ha
Jeritan tawa bergema memenuhi ruangan keluarga, si kembar sedang asyik bermain bersama Risma, putrinya Rivani. Begitu mendengar aku kembali ke rumah ini Rivani dan Ziva langsung saja datang ke rumah ini. Kedua sahabatku itu tetap seperti dulu meskipun kami lama tidak berjumpa dan mereka tahu tentang masa laluku. Begitu kami menyelesaikan urusan di kampung, kami segera kembali ke kota. Mas Damar menahan Bisma hampir lima hari di kantor polisi. Dan setiap harinya bulek maupun paklek datang kerumah dan memohon. Apalagi ibu dari Bisma, dia hampir rela melakukan apa saja untuk membujuk suamiku untuk mencabut laporannya. Bahkan Maya juga memohon padaku dan mas Damar sambil membawa anak-anak, ketiga anak perempuan dengan usia yang saling berdekatan itu merengek-rengek dan menangis ingin bertemu dengan ayahnya. Pada akhirnya suamiku luluh juga, dan mencabut laporannya. Karena memang niat awalnya hanya memberikan efek jera pada sepupunya itu, yang aku tahu mas Damar sampai membuat suara per
Rivani sudah menungguku di lobby hotel saat aku datang, begitu melihatku dia langsung mendatangiku dan mengajakku langsung menuju ke ballroom. Tempat dimana akan diadakan acara tersebut, kami mengisi daftar hadir lalu masuk ke dalam ruangan. Begitu masuk kedalam ruangan ballroom yang cukup luas itu, suasana sudah sangat meriah. Di ruangan tersebut berjejer banyak meja berbentuk bundar dengan empat kursi yang mengelilinginya. Meja yang di bungkus dengan taplak meja berwarna putih, serta kursinya juga di tutup dengan sarung yang berwarna senada. Konsep ruangan ini seperti dibuat seperti sedang mengadakan gala diner. Meja-meja dan kursi tersebut di tata rapi dengan menyisakan jalan dari arah pintu masuk hingga ke arah depan panggung. Terlihat mewah dan berkelas."Ayo duduk disebelah sana," ajak Rivani sambil menunjuk pada meja kosong yang cukup dekat dengan panggung. "Apa tidak terlalu kedepan, enak dibelakang aja sih," tolakku cepat. Aku merasa sedikit tidak nyaman saat aibku terbuk
"Maafkan aku Amel," ucap Alesha sambil menatap ke arahku. Suara ribut dari semua orang yang ada di ruangan itu mendadak senyap seketika. Seperti menantikan apa yang selanjutnya akan di ucapkan oleh seorang yang sedang berdiri diatas panggung. "Aku memang pantas disebut pelakor, karena mencintai laki-laki yang telah beristri kemudian berusaha dengan segala cara untuk memilikinya. Tapi satu hal yang harus kalian tahu, aku hanya mencintainya, aku tidak silau oleh harta kekayaan yang dimiliki oleh suami Amel. Aku hanya butuh kasih sayang dan cintanya saja," ucap Alesha tertahan. "Teman-teman dekatku pasti tahu jika aku sudah lama kehilangan ayahku, beliau sudah lebih dahulu menghadap yang kuasa. Lalu aku melihat sosok ayahku ada dalam diri mas Damar, suaminya Amel. Laki-laki itu begitu penyayang dan perhatian, aku tahu jika awalnya Amel tidak mencintai suaminya, tapi suaminya tetap memberinya banyak cinta. Siapa yang tidak iri dengan hal itu, kasih sayang yang begitu aku dambakan disia
Aku bergegas berpamitan kepada mama Amel setelah menyerahkan amplop coklat berisi surat gugatan perceraian, serta surat untuk Amelia dan Mas Damar. Aku memang sengaja sudah menyiapkannya karena yakin Amelia tidak akan bisa bertemu denganku saat ini.Aku harus segera pergi dari kota ini sebelum hari beranjak siang karena aku akan pergi ke luar kota. Tempat di mana dulu Amelia seharusnya pergi saat diusir oleh papanya, jika tidak tersesat dia harusnya pergi ke tempat itu. Namun karena dia tersesat dia pergi ke pesantren lain. Di daerah itu memang ada beberapa pesantren.Aku meninggalkan Raka bersama dengan Bunda, aku tidak bisa bersama dengan bayi itu. Setiap kali melihat wajah bayi itu ingatanku menerawang kepada Bisma, ayah dari bayi tersebut, laki-laki yang sudah membuatku semakin terpuruk. Aku tak ingin bayi itu tidak mendapat kasih sayangku dan malah mendapatkan kemarahanku. Bersama Bunda sepertinya akan membuatnya lebih baik dan aku akan memperbaiki diriku di tempat ini seperti A
"Maafkan umi ya Alesha, jika umi tidak menyuruhnya untuk menjemput kamu maka hal ini tidak akan terjadi. Umi sudah berpesan padanya untuk membawamu ke pesantren bukan membawa ke rumah ini," ucap wanita yang sudah melahirkan Mas Farhan itu sambil memelukku dengan erat. "Umi tadinya berpikir kamu tak jadi datang karena tak kunjung sampai. ternyata malah dibawa ke rumah oleh Farhan dan diperlakukan seperti ini," lanjutnya berkata. Umi Rukayah sudah membawaku pergi dari kamar Mas Farhan berpindah masuk ke dalam kamar tamu. Barusan aku sudah menceritakan semua yang terjadi pada beliau sejak dari awal aku ketemu Mas Farhan di terminal hingga aku terbangun dalam keadaan tanpa sehelai pakaian."Menikahlah dengan Farhan, Alesha. mungkin ini udah jalan dari Yang Kuasa agar kamu bisa merubah putra umi menjadi lebih baik lagi. Bukan umi tidak pernah berusaha merubahnya, umi sudah berusaha merubahnya dengan menasehatinya juga mendoakannya tapi sepertinya semuanya masih belum ada hasilnya. Umi be
Alesha menyeka air matanya begitu dia selesai bercerita, kami hampir tidak bisa berkata apa-apa mendengar ceritanya barusan. Aku tidak menyangka dia melewati saat-saat yang begitu menyedihkan dan menyakitkan baginya. Aku rasa itu lebih parah daripada yang aku rasakan dulu, aku masih mendapatkan cinta dari suamiku meskipun aku dimadu. Namun dirinya tak pernah mendapatkan dari cinta dari laki-laki manapun, bahkan Bisma yang membuatnya hamil pun tidak memberikan cinta padanya. Tapi mereka melakukan karena saling memberi keuntungan. "Lalu sekarang kamu masih bersama dengan pria itu," tanya Ziva kesal.Alesha menjawab pertanyaan Ziva tersebut dengan anggukan."Kenapa kamu bertahan dengan laki-laki yang seperti itu sih? tanya Rivani."Karena sekarang dia sudah berubah tidak seperti dulu lagi. Dia sudah menjadi suami yang bertanggung jawab dan menyayangiku," jawab Alesha."Lalu kenapa kamu masih seperti kurang bahagia dan kurus seperti ini," tanyaku tidak percaya."Ini karena aku masih m
Papa dari si kembar menyambut kedatangan kami di depan pintu begitu mendengar suara mobil yang aku kendarai masuk ke halaman. Rumah yang di beli mas Damar dulu adalah sistem cluster, tidak ada pagarnya, hanya ada satpam di pintu masuk depan perumahan sana yang menjaga dan mengawasi setiap orang yang masuk area perumahan sini. Rata-rata satpam itu sudah mengenal wajah-wajah penghuni setiap cluster yang mereka jaga. Anak-anakku langsung menghambur ke pelukan papanya dan mencium tangannya, lalu tanpa disuruh masuk ke rumah. Biasanya mereka akan mencuci kaki dan tangan lalu melakukan apa saja yang ingin mereka lakukan. "Bagaimana tadi acaranya?" tanya mas Damar begitu kami berjalan beriringan masuk kedalam rumah. "Aku merindukanmu," ucapku sambil mendaratkan ciuman di pipinya.Setelah melakukan itu, aku bergegas berjalan lebih dahulu meninggalkan mas Damar. "Hei, ditanya apa di jawab apa," seru mas Damar sambil mengejarku yang sedang masuk ke kamar."Mas, aku mandi dulu yaa. Tolong li