Share

Menghindar

"Memangnya di sini biasanya tidak sedingin ini?" tanya Kenya, Dia mencari tahu lebih banyak mengenai tempat itu dari Anita.

"Biasanya tidak." Anita membuka pintu, diikuti oleh Kenya.

Sesudah memasuki rumah, udara dingin kembali menyeruak. Dingin yang tak biasa dan membuat bulu kuduk Kenya sampai merinding, padahal masih pagi. Mereka menaiki tangga, pintu kamar terkunci.

"Kenapa pintunya terkunci? Sebelumnya Kita sama-sama keluar,'kan?" tanya Anita, Dia tampak bingung.

"Permisi." Kenya mengetuk pintu.

"Kak Key!" teriak dari dalam.

"Itu…itu suara Akila. Kila, buka pintunya ini kakak." Anita mengetuk pintu, Dia sampai menangis, karena terharu dapat menemukan Akila.

"Kak Anita—Kak Key." Akila membuka pintu dan memeluk Mereka, Dia terlihat menangis juga.

"Akila—Kamu dari mana saja?" tanya Anita, Dia tidak berhenti mencium Akila. Anita memperlakukan Akila seperti anak kecil, begitu seorang Kakak.

"Akila gak ke mana-mana." Akila yang sekarang terlihat bingung, Dia menatap Kenya dan Anita bergantian, seperti penangkap maling yang justru di kira maling, padahal bukan.

"Tapi, Kami." Anita tidak melanjutkan ucapannya, karena telponnya berdering.

"Kila ikut Kakak sebentar." Kenya membawa Akila masuk, kemudian Mereka bicara.

"Ada apa sih, Kak?" tanya Akila.

"Bukannya tadi malam, Kamu lari ke sumur tua?" tanya Kenya.

"Sumur tua? Akila gak ke mana-mana, bukannya Kakak sama Kak Anita tidur di ruang tamu?" tanya Akila, Dia sama sekali tidak terlihat berbohong.

"Hah?! Engga Kila, Kamu lari ke sumur tua tadi malam. Bahkan, warga juga ikut menyelamatkan Kamu. Kalau bukan Kamu yang waktu itu lari, terus siapa dong? Terus yang tidur di rumah Bu Tuti siapa?" tanya Kenya, Dia mengusap wajahnya memikirkan kejadian itu. Siapapun pasti, tidak akan percaya mendengar, jika hanya dari ceritanya saja.

"Kak Key, jangan nakut-nakutin. Orang Akila tidur di sini, justru Akila yang bingung tidak menemukan Kalian di kamar. Waktu Akila cek ke bawah, ternyata Kalian sudah tidur. Akila gak tega bangunin, soalnya Akila panggil, Kalian gak nyahut. Pasti tidurnya nyenyak banget," tutur Akila.

"Gak mungkin," gumam Kenya, Dia keluar ke halaman rumah.

"Artinya yang tadi malam bukan Akila, tapi siapa?" batin Kenya, semua pertanyaan berkecamuk.

"Key." Anita menghampiri Kenya, melihat Kenya melamun, Dia menepuk pundak Kenya.

"Aaa!" teriak Kenya, Dia menutup wajahnya.

"Key, ini Aku." Anita memegang bahu Kenya.

"Hem, Anita. Maaf, tadi Aku melamun." Kenya mengelap keringat di wajahnya.

"Kok sampai keringetan gitu? Kamu kenapa?" tanya Anita, kemudian Kenya menceritakan semuanya tentang Akila.

"Hahahaha, gak mungkin Kenya. Pasti, Akila tidak ingat apapun. Mana mungkin Dia tidur di sini, sementara Kita semua tahu Dia lari ke sumur tua. Omong-omong Key, barusan Rendy menghubungiku." raut wajah Anita mendadak murung saat menyebut nama Rendy.

"Tapi, Bu Tuti bawa kuncinya, mana mungkin Dia bisa ke luar tanpa kunci?" ingin sekali Aku mengatakan hal itu, tetapi Anita terlalu sedih, ketika ingat Rendy. Maklum sih, Mereka sudah lama banget pacaran dan tiba-tiba Mamanya Rendy menjodohkan Dia dengan gadis lain.

"Nit, kalau Kamu dan Rendy saling mencintai… jujur saja, Aku kurang mengerti harus memberikan solusi apa? Karena, Rendy sudah bertunangan. Kalau Rendy menolak, sudah pasti Dia sangat mencintaimu." belum juga Aku melanjutkan ucapan, Anita sudah memotongnya.

"Jadi, menurutmu Rendy tidak mencintaiku lagi?!" tanya Anita, Dengan mata berkaca-kaca.

"Bukan seperti itu maksudku." Anita tidak mau mendengarkan penjelasan dariku, Dia lebih dahulu lari ke dalam. 

Kurasa Anita terlalu terluka dan bimbang, sehingga Dia tidak bisa membedakan keadaan dan mencoba menilai sesuatu dengan pikiran jernih. Kalau Aku menjadi Rendy, tentu saja Aku tidak mau menerima perjodohan itu. 

Karena, Aku tidak mau melukai tiga hati wanita sekaligus. Ibu, Gadis itu dan Anita—sepertinya Aku memang meragukan cinta Rendy pada Anita. Perutku berbunyi, mungkin ini alarm kalau Aku lapar.

Udara yang tadinya cerah, kini menjadi mendung. Bau-bau hujan sudah tercium, airnya tampak oleh mata. Aku bergegas masuk ke dalam, Akila dan Anita termasuk Aku belum makan. Nasi goreng adalah masakan yang paling simple.

Tertumben, Akila dan Anita kompak belum turun. Padahal wanginya nasi goreng menyeruak di seluruh ruangan, apa Anita masih marah? Mungkin, Akila masih menghiburnya.

Aku menyiapkan tiga piring beserta nasi goreng yang tadi, kemudian kakiku melangkah menelusuri anak tangga. 

Tok…tok…tok

"Akila, Anita makannya sudah siap." 

Tidak ada suara dari dalam, hal itu membuat tanganku membuka pintu kamar. Memang kamar kosong, kemudian Aku memeriksa ke segala tempat di rumah. Kulihat pintu belakang terbuka, apakah Mereka ada di sana?

Aku berjalan perlahan, karena menuju pintu belakang—tempatnya cukup gelap. Rasanya lega, ketika sampai di halaman belakang rumah. Anita dan Akila sedang duduk di ayunan, tampaknya Anita sedang bicara dengan seseorang lewat telpon.

Aku melambaikan tanganku, kemudian Akila menghampiriku,"Ada apa, Kak?" tanyanya.

"Kakak sudah masak nasi goreng, bilang sama Anita untuk makan." Akila mengangguk, lalu Dia menghampiri Anita dan terlihat berbisik. Anita menatapku sekilas, kemudian mengangguk.

Sepertinya Dia sangat sibuk, mungkin sedang bicara serius. Aku dan Akila mendahului untuk makan, nasi goreng Anita—Aku simpan. Aku dan Akila menonton film, selagi Anita masih makan.

"Key." Anita sepertinya sudah selesai makan, Dia duduk di sebelah Kami.

"Iya," kataku.

"Katanya Rendy akan ke sini," ucap Anita, Dia pasti sangat mencintai Rendy. Entah apa yang akan terjadi, kalau sampai Rendy jadi menikah dengan gadis yang tidak Kami tahu itu.

"Apa Tante Devi mengijinkan?" tanyaku, Anita menggeleng.

"Rendy akan ke sini secara diam-diam, bukankah itu cukup membuktikan, Dia masih sangat mencintaiku? Key, Kau harus membantuku." mata Anita terlihat berbinar, wajahnya yang tadi murung, kini secerah mentari pagi.

"Membantu bagaimana?" tanyaku pada Anita, karena Aku tidak tahu apa yang bisa aku bantu.

"Bantu Aku menyiapkan tempat makan malam romantis, tenang saja cukup temani dan bantu menatanya." Anita berlari menuju dapur, Dia hanya memintaku membantunya untuk menyiapkan kursi dan vas bunga.

Anita sangat senang memasak, mungkin Dia ingin menyambut kedatangan Rendy. Entah, bagaimana caranya Rendy keluar dari rumahnya? Kalau di lihat, Rendy sama sekali tidak berani pada Tante Devi. Dia lebih kelewatan dari sekadar anak Mami, kalau anak Mami, harusnya Dia berusaha menyadarkan Mamanya akan kesalahan yang di buat.

Yang Aku tahu, Tante Devi membenci Anita tanpa alasan. Rendy memang kaya, tapi Anita juga setara. Anita juga cantik dan pintar memasak, Dia gadis yang cukup mandiri dan tampil elegan. Kurang apa lagi?

Aku melupakan seseorang, yakni Nora. Aku belum sempat mengabarinya, entahlah. Tiba-tiba saja Aku merasa ragu untuk memberitahukannya, ini bukan hal yang biasa.

Waktu yang di tunggu telah tiba, Aku dan Akila mandi setelah Anita. Dia sangat bersemangat, bahkan menunggu Rendy lebih awal. Sudah jam 8, namun batang hidung Rendy belum tampak. Dapat kulihat kegelisahan pada raut wajah cantik Anita, sementara Aku dan Akila tidak bisa berbuat apa-apa.

"Sebentar, Kil." Aku menjawab panggilan yang ternyata dari Rendy.

"Halo, Key," ucap Rendy dari seberang.

"Iya, Rend. Anita sudah menunggu, apa Kamu tersesat?" tanyaku, sengaja Aku mendekatkan handphone pada Akila, supaya Dia juga tahu Rendy menelpon.

"Bukan, tolong bilang sama Anita. Aku tidak bisa datang," jawaban Rendy cukup membuatku marah, tunggu dulu. Ada suara musik, itu sepertinya bukan musik pesta, tapi … mungkinkah Dia di diskotik.

"Rend, Kamu di mana? Kok, suara musiknya sangat keras?" tanyaku.

"Halo…halo, maaf Key. Signalnya buruk." Rendy mengakhiri telephon, Dia terkesan menghindar dari pertanyaanku mengenai musik itu.

To be continue

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status