Share

Bab 2 - Alasan Tetap Bertahan

Samar-samar Sofia mendengar teriakan suara yang memanggil namanya, dan suara itu berpadu dengan suara gedoran pintu. Namun matanya terasa lengket seperti enggan untuk terbuka. Tiba-tiba ia tersentak merasa ada yang menimpuk dengan sesuatu yang padat namun tidak keras tepat di wajahnya yang kusam.

Setelah ia membuka mata dan mengerjap, terlihat Rianti berdiri menjulang dengan berkacak pinggang. Lalu ia berteriak marah-marah hingga terdengar seluruh ruangan. "Kamu tuh ya, disuruh orang tua buat bantu kerja malah enak-enakan tidur disini!" bentaknya kasar sambil menunjuk jari tengahnya tepat berada di depan wajahnya.

Rupanya Sofia baru tersadar bahwa ia tertidur ketika menidurkan Luna. Suara rengekan pun kembali terdengar, Luna terkejut mendengar suara neneknya yang berteriak.

"Huh!" Rianti mendengus kasar ketika melihat cucunya menangis. "Ibu dan anak sama aja gak ada yang bener!" omelnya sambil keluar kamar.

"Mama.. takut," ucap Lucas dengan lirih. Terlihat suara bocah sipit itu sedikit gemetar karena takut. Sofia mendekap tubuh kedua anaknya, tak terasa air mata meleleh begitu saja di pipinya. Remuk hatinya jika kedua anaknya ikut dihina oleh neneknya sendiri.

Ketika senja sudah terlihat dan jam menunjukkan pukul 5, barulah Ruslan tiba di rumah. Mata Sofia berbinar ketika melihat sang suami sudah berada di ambang pintu. Dengan sigap ia melepaskan sepatu milik pria yang ia cintai sepenuh hati itu dan memasukkan sepatunya di rak. Saat ingin bersuara, tiba-tiba Rianti datang dengan sengaja menyikut Sofia ketika melewatinya lalu berkata, "Rus! Kamu harus beri istrimu pelajaran!" ujarnya tanpa basa-basi.

Ruslan meregangkan dasinya dan menghela napas panjang. "Ada apa lagi sih, bu?" Ruslan merasa jenuh dengan ibunya yang hampir setiap hari ngomel persoalan istrinya.

Lalu Rianti menceritakan secara rinci apa yang membuatnya dongkol di siang hari tadi.

"Iya, iya deh. Nanti Ruslan kasih tahu. Sekarang, biarin Ruslan istirahat dulu... capek bu." Dia berlalu meninggalkan ibunya dan menuju ke kamar. Sedang Sofia mengurungkan niat untuk bersuara dan kembali berkutat di dapur memasak makanan untuk malam nanti.

Ketika tubuhnya belum sampai di kamar,Kedua anaknya begitu riang dengan kepulangan sang papa, mereka berdua langsung lari dan berebut ingin meminta digendong oleh Ruslan. "Wah, udah kangen ya sama papa?"

"Sofia! Itu loh anak-anak kamu diurus dulu, Ruslan baru pulang kepengen istirahat, jangan diganggu!" Seperti biasa, Rianti bersuara dengan teriak dan lantang.

Sofia tak menggubris omelan Rianti, jika dia meninggalkan masakannya sekarang, pasti dia akan tambah mengomel lagi.

"Yuk, kita ke dalem kamar dulu. Papa ingin ganti baju sebentar terus mandi." Ucap Ruslan pada kedua anaknya dengan lembut. Kedua tangannya penuh karena menggendong Lucas dan Luna sekaligus. Kegembiraan tampak di wajah kedua anaknya. Inilah yang membuat Sofia bertahan, kelembutan dari Ruslan yang mampu mengikat hati Sofia meski dirinya sering direndahkan oleh keluarga Ruslan.

Kegiatan memasak Sofia sudah selesai, saatnya untuk bermain dengan kedua anaknya sedang Ruslan akan istirahat sejenak.

Makan malam pun tiba, semua anggota keluarga berdatangan dan duduk melingkar di meja makan. Semuanya saling fokus mengunyah makanan yang sudah tersaji di piring mereka masing-masing. Tapi tidak dengan Sofia, dia harus menenangkan Luna yang tengah rewel karena mengantuk.

Sebenarnya cacing di perutnya terus menjerit meminta untuk diberi jatah. Tapi apa daya, tak ada yang mau untuk mengambil alih Luna dari gendongannya. Ruslan sedang sibuk menyuapi Lucas, ibu mertua dan kedua adik iparnya sibuk dengan gawai mereka masing-masing.

Pandangan Sofia menerawang ke arah luar, ia mengingat saat-saat dirinya diterima dengan baik oleh keluarga ini. Dulu dia adalah gadis cantik dan berpendidikan tinggi. Setelah lulus kuliah ia langsung di pinang oleh Ruslan, yang merupakan kekasihnya berbeda usia 5 tahun.

Waktu itu Ruslan belum menjadi manajer seperti sekarang, jabatannya hanyalah karyawan staf di perusahaan tekstil. Lalu dua tahun kemudian dia di angkat menjadi manajer karena ketekunannya. Sofian-papa Sofia- pernah tak merestui hubungan keduanya karena merasa Ruslan belum pantas untuk bersanding dengan putri semata wayangnya. Tapi apa yang bisa diperbuatnya ketika sang putri kesayangan terus mendesak agar merestui hubungan keduanya. Dan terjadilah pernikahan yang saat itu digelar pesta selama dua hari.

Sebenarnya Sofia enggan menyebut keluarganya jatuh miskin mengingat harta papanya yang masih banyak. Tapi begitulah keluarga Ruslan menghinanya miskin hanya karena jabatan papa nya yang kala itu sebagai direktur di perusahaan advertising dicopot dengan alasan yang Sofia tidak ketahui secara jelas.

Waktu kebangkrutan itu terjadi, Lucas berusia tepat 6 bulan , semenjak itu pula perlakuan keluarga Ruslan menjadi berbeda terhadapnya. Habis manis sepah dibuang, begitulah uangkapan yang tepat untuk Sofia. Dulu dia dipuja karena Sofia mampu memberikan apa yang mereka minta. Tapi sekarang, dia seakan dipandang sebelah mata.

Sebenarnya papa dan mamanya selalu menawarkan diri untuk tetap mentransfer sejumlah uang jika Sofia membutuhkannya, namun ia menolak, karena ia tak mau membebani kedua orang tuanya yang tentu mereka sendiri tengah berjuang untuk hidup setelah jabatan papanya di copot.

Suara Ruslan di belakang punggung mengejutkan Sofia ketika dia berkata, "Fi, cepat kamu makan. Luna kamu taruh di atas kasur dulu."

Sofia menoleh dan menjawab, "iya mas."

Ia masih merasa beruntung setidaknya sang suami tak memandangnya rendah, meski sekarang dia terkadang sibuk ke luar kota karena pekerjaan. Dia tetap perhatian padanya setiap berada di rumah, seperti ikut membantu mengurus kedua balitanya. Baginya itu sebuah bentuk perhatian, sungguh langka untuk menemukan suami yang mau membantu mengurus anaknya sendiri.

Sofia pun menidurkan Luna di atas kasur dan bergegas untuk makan malam.

"Hmm, tinggal ini ya," gumam Sofia ketika melihat meja makan yang beberapa piringnya sudah kosong dari menu yang dimasaknya tadi. Dia menyendok 3 entong nasi dan mengambil lauk udang asam manis yang masih tersisa dan melahapnya. Semenjak sibuk mengurus rumah dan anak, tubuhnya semakin kurus. Padahal dulu dia mempunyai tubuh yang ideal dan seksi. Dielu-elukan oleh para lelaki ketika berjalan karena kecantikannya yang bak dewi kini sudah sirna. Kulitnya dulu yang putih dan glowing berubah menjadi putih kusam dan kering.

Rambut yang selalu ia rawat ke salon, kini ia sanggul dan terkadang tak sempat untuk menyisirnya. Pakaian branded yang selalu ia kenakan pun berganti menjadi daster cap mertua. Bahkan daster itu sekarang sudah terlihat kusam dan sedikit robek di bagian ketiaknya. Gaji Ruslan sekarang memang besar, namun apalah arti dari gaji yang besar jika semua itu telah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Mertua dan dua adik iparnya pun selalu meminta jatah bulanan. Cicilan mobil juga perlu Ruslan tunaikan, belum tambahan cicilan yang lain.

Sofia menenggak air putih dari gelasnya. Hanya membutuhkan waktu yang singkat untuknya makan karena sudah terbiasa makan terburu-buru. Lalu dia menghampiri sang suami tercinta untuk menggantikan posisinya yang tengah menggendong Ruslan. "Sini mas, Lucas biar aku tidurin di kasur," ujar Sofia dengan setengah berbisik.

Selesai dengan urusan kedua balitanya, Sofia pun ikut rebahan di kasur serta meregangkan kedua tangan dan kakinya yang mulai terasa penat.

"Sofia!! Ini kenapa belum di cuci piringnya?" Teriak Rianti dari kejauhan.

Sofia memutar kedua bola matanya. "Huh! Mulai lagi deh," gumamnya. Meskipun mulutnya mengomel, tapi ketika akan menjawab dia akan selalu berkata, "iya bu." Sambil terpogoh-pogoh menuju ke dapur.

Terlihat Rianti tengah berdiri di depan wastafel dengan raut kesalnya. "Kamu tuh ya! Hidup numpang harusnya tahu diri! Udah gak kerja, males aja kerjaannya," cercanya seperti biasa. "Dasar benalu!" Kata terakhir yang diucapkan Rianti sontak membuatnya menoleh, namun Rianti sudah berlalu ke tangga tak menghiraukannya. Hatinya pedih bagai disayat sembilu ketika kata itu keluar dari mulut ibu mertua.

Sehina itukah dia?

Sofia tergugu di depan tumpukan piring dan gelas kotor dalam wastafel. Ia memutar keran dan membiarkan air mengalir seperti isi hatinya yang ia biarkan tumpah dengan tangisan yang pilu. Sesedih apapun hatinya, ia tetap melanjutkan tugas mencuci piring. Ia tak mau jika harus mendengar omelan lagi dari Rianti.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mr.AXZ
istri ga ada harga diri, koq mau direndahin gitu. khas draIn (drama Indonesia)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status