Home / Urban / Aku Bukan Istri Bodoh / Bab 3 - Topeng Terbuka

Share

Bab 3 - Topeng Terbuka

Author: Gilva Afnida
last update Last Updated: 2022-01-25 11:42:02

Jika jarak antara Jakarta dan Surabaya dekat, tentu ia ingin segera mengemas barang dan memboyong kedua anaknya untuk pulang ke Jakarta, tempat kedua orangtuanya menetap. Kesabaran manusia tentu ada batasnya. Dan itulah yang tengah dirasakan Sofia setelah mendengar hinaan ibu mertuanya.

Setelah selesai mencuci piring,ia mengeringkan tangannya yang basah dengan handuk kecil.

Ia ingin segera istirahat. Tinggal di rumah bak neraka dunia ini membuatnya lelah secara fisik dan batin. Ia bergegas menuju kamar, sesaat ia melihat Ruslan tengah duduk di kursi luar menatap gawai dan menghisap sebatang rokok.

Mungkin dia ingin me-time setelah lelah bekerja seharian, begitu pikir Sofia sambil berlalu.

Sesampainya di kasur, dia menatap penuh lembut wajah dua malaikat kecilnya yang sudah pulas, mengusap rambut keduanya lalu mengecup kening keduanya dengan lembut. Kini gilirannya untuk terlelap.

Setelah beberapa jam terlelap, Sofia terbangun karena merasa tenggorokannya kering. Ia menoleh ke samping tak mendapati suaminya di ranjang. Lalu Sofia meraih gawai yang tergeletak di nakas, ia hanya memiliki waktu untuk menatap hape saat kedua anaknya terlelap. Di bukanya satu persatu pesan yang masuk di aplikasi hijau.

Deretan nama Papa mendominasi di list panggilan tak terjawab. "Papa ngapain kok daritadi telepon, Ya?" gumamnya. Ternyata ada satu chat yang belum dibacanya, tertera pesan masuk sudah dari jam 9 malam tadi.

[Sofia sayang, kalau ada waktu segera telepon papa ya. Ada berita bagus yang ingin papa sampaikan. Oiya, papa juga kangen sekali dengan kamu dan kedua malaikat kecil papa.]

Papanya memang selalu pandai mengungkapkan isi hati dibanding dirinya. Berbeda pula dengan sang mama yang lebih banyak diam tapi selalu menampilkan senyum menenangkan. Tak secerewet papanya, tapi rasa sayang yang ditunjukkan tak kalah dari sang papa.

Hati Sofia menghangat membaca pesan dari papanya, pundak yang terasa berat kini seolah hilang karenanya.

Tangannya mengetik balasan dengan lancar. [Nanti pagi kalau Sofia ada waktu luang, Sofia akan telepon papa. Jadi tunggu aja ya, kangen juga sama papa dan mama] Lalu menekan tanda kirim.

Sofia meletakkan gawainya kembali di atas nakas setelah selesai, dan beranjak dari kasur menuju ke dapur. Rasa haus masih terus menyerang tenggorokannya. Ketika ia sedang meneguk minuman dingin yang ia ambil dari kulkas, telinganya mendengar sayup-sayup percakapan seperti tengah berdiskusi. Rasa penasaran menelisik batin Sofia. Kakinya melangkah mengikuti insting pendengarannya yang ia pasang setajam mungkin. Ketika mendekat ke luar, suara orang berbincang itu semakin terdengar.

"Terus, kapan kamu cerai dari si bodoh Sofia? Dia itu udah miskin! Gak guna! Mending kamu cepat nikahin Stephanie secara resmi supaya Zen bisa kamu akui sebagai anak yang sah di mata negara."

Deg! Seolah degup jantung berhenti seketika setelah mendengar ucapan Rianti. Sofia yakin itu adalah suara Rianti yang ditujukan untuk Ruslan. Sofia berusaha untuk lebih melihat keduanya dari balik jendela. Terlihat Rianti duduk di samping Ruslan yang masih menghisap sebatang rokok.

"Nanti lah, bu. Sabar dulu.. Bagaimanapun Lucas dan Luna itu juga anakku. Kasihan kalau mereka harus berpisah dariku," jawabnya setelah menghembuskan asap rokok yang tadi dihisapnya.

"Alah, lagian kamu itu dulu udah ibu wanti-wanti.. Pakai pengaman kalau pas berhubungan. Kalau perlu, gak usah kamu tiduri si Sofia. Lagian kamu kan sekarang udah punya Stephanie sampek keluar si Zen. Masak masih kurang," cercanya pada putra sulungnya.

Ruslan terkekeh dan menjawab, "aku gak kuat bu, dia itu cantik badannya juga seksi terus..."

"Itu dulu, sekarang kan nggak!" Rianti memotong ucapan anaknya dan memasang mata melotot.

Seketika Sofia merasa dunianya runtuh, dunia yang menjadi poros hidupnya saat ini menghancurkan Sofia dengan begitu kejamnya. Ruslan, pria yang amat ia cintai sepenuh hati nyatanya begitu tega berbicara seperti itu dengan entengnya. Tubuhnya bergetar dan ia mulai menangis tanpa suara.

Dia mulai teringat serentetan kenangannya bersama Ruslan disaat dia begitu puja di keluarga ini, saat keluarganya belum jatuh miskin. Tak pernah keluarga Ho berkata kasar atau memaki dirinya. Kala itu mereka juga sering meminta uang pada Sofia tanpa malunya, tapi Sofia tak merasa keberatan karena menurutnya keluarga Ruslan juga merupakan keluarganya.

Tubuh Sofia membeku disitu, namun lututnya terasa lemas. Tangannya terasa dingin karena terkejut mendengar pengkhianatan yang dilakukan suami dengan keluarganya.

Siapa itu Stephanie? Siapa itu Zen? benaknya terus berpikir nama-nama yang begitu asing di telinganya.

Air mata terus luruh membasahi pipinya, ia ingin sekali beranjak dari tempatnya mematung. Namun begitu berat kakinya melangkah pergi. Tiba-tiba saja Rianti sudah masuk ke ruang tamu tempat Sofia mematung dan mendapati sang menantu yang berdiri terdiam di depannya. Matanya terbelalak namun sedetik kemudian memasang raut kesalnya seperti biasa. "Ngapain kamu disini? Nguping?"

Ruslan yang mendengar langsung menoleh. Dia terkejut luar biasa mendapati Sofia berdiri dengan mata dan pipi yang sudah basah.

Dia langsung membuang puntung rokoknya dan menghampiri Sofia. "Sofia..." Lidahnya tercekat karena otaknya masih mencari kata yang tepat untuk menjelaskan semuanya pada Sofia.

Akhirnya Sofia tergugu, mengeluarkan suara tangis yang menyayat hati. "Apa yang kamu bicarakan dengan ibu tadi benar, Mas?"

Ruslan berusaha untuk menyentuh bahu Sofia namun segera di tepis olehnya. "Mau jelasin apa, Mas? Aku udah denger semuanya! Siapa itu si jalang Stephanie?" pekik Sofia dengan emosi.

Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Sofia. "Berani kamu menyebut nama menantuku dengan kata jalang?! Justru kamulah yang jalang!!" Bentakan Rianti semakin membuat suasana semakin panas, Sofia memegang pipi kanannya yang terasa perih dan panas.

Seumur hidup, baru kali ini dia di tampar oleh orang.

"Lalu? Apa aku bukan menantu ibu?" Tatapan Sofia tajam mengarah Rianti. Kali ini ia tak ingin mengalah.

"Cih, tak sudi aku mempunyai menantu sepertimu!"

Terlihat kedua adik iparnya turun dari tangga karena mendengar suara teriakan di bawah.

"Cukup, Bu! Cukup sudah aku dihina dan diejek dengan kalian semua! Bahkan harga diri seorang pembantu pun lebih tinggi dariku yang selalu diperas tenaganya tanpa dibayar." Ucap Sofia dengan napas terengah-engah. Mata Sofia beralih menatap Ruslan. "Bahkan alasan aku bertahan dirumah yang tak beda dengan neraka ini adalah karena kamu, Mas. Tapi nyatanya apa? Ternyata kamu pun tak beda dengan keluarga mu yang biadab ini."

"Cukup Sofia!" Bentak Ruslan hingga membuat seluruh orang yang mendengar terkejut menatapnya. Topeng yang dikenakan Ruslan perlahan mulai terbuka. Ia sebenarnya tak selembut dan tak sebaik yang Sofia kira.

Hidupnya ia dedikasikan hanya untuk ibu dan kedua adiknya. Tentu ia akan marah besar jika mendengar hinaan untuk keluarganya. Tangan Ruslan menarik paksa tangan Sofia dengan kasar menuju ke dalam kamar. "Lepas! Lepasin, Mas!" Sofia berusaha meronta. Tapi apa daya, tenaga Ruslan tentu lebih kuat darinya.

Riana dan Rey yang melihat pemandangan itu lantas tersenyum licik sambil mengucap, "mampus kan lo!" Mereka begitu kompak jika tentang menghina, merendahkan dan bahagia diatas penderitaan Sofia. Begitupun Rianti, ia terlihat begitu puas akhirnya Sofia akan dihajar oleh Ruslan. Dia begitu menunggu momentum seperti ini.

Sampai di kamar, Ruslan menghempaskan tubuh istrinya yang kurus di atas ranjang dengan kasar hingga membuat kedua anaknya menggeliat dan akhirnya terbangun.

Ruslan terlihat seperti sedang mencari sesuatu. Dia menemukan sabuk ikat yang sering dipakainya, lalu meraih dan hendak menyambuk tubuh Sofia dengan sabuk ikat. Tanpa basa-basi, satu cambukan berhasil di lepas oleh Ruslan mengenai pinggang Sofia. Hal itu sukses membuat Sofia menjerit kesakitan. Jeritan itu juga disusul oleh tangisan Lucas dan Luna.

"Mama!" jerit Lucas, sedang Luna hanya menangis ketakutan. Tangisan kedua anaknya seketika membuat Ruslan sadar akan perbuatannya. Ia melempar asal sabuk ikatnya dan menghampiri kedua anaknya. Namun Lucas dan Luna terlanjur takut dan memilih menghampiri Sofia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
perempuan tolol mau diperbudak cinta, makan tuuuh !!
goodnovel comment avatar
Risma Nadeak
karma itu buat wanita yg terlalu memuja cinta dan tak mendengar nasihat org tua
goodnovel comment avatar
Risma Nadeak
makan tuh cinta sampai di perbudak wkwkwk ... cinta boleh tapi jgn buta juga ......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Bukan Istri Bodoh   Bab 70 - Akhir Cerita

    Setelah bersusah payah Axel meyakinkan Sofia agar mau mengikat janji dengannya, kini adalah saatnya hari yang telah ditunggu olehnya tiba. Hari dimana dia mempersunting seorang wanita yang ia cintai setelah Nella."Aku bahagia mengulang kembali saat-saat dimana aku mempersunting seorang wanita yang istimewa." Netra Axel tak lepas dari Sofia yang nampak cantik dengan balutan wedding dress nya. Sofia semakin cantik dan mempesona di matanya. "Kamu sangat cantik dengan gaun putih itu, Sayang."Rona pipi Sofia memerah dibuatnya. Dia tersenyum bahagia karena selalu diperlakukan istimewa oleh Axel. Mendadak, Sofia merasa dejavu. Dulu dirinya juga disanjung dan diperlakukan istimewa oleh Ruslan saat akan menikah dengannya, namun sifat aslinya perlahan terkuak setelah menikah. Dada Sofia kembali terasa sesak, tangannya sedikit gemetar mengingat masa-masa itu. "Sayang, kamu kenapa?"tanya Axel setelah melihat gelagat Sofia yang nampak aneh. Tadinya dia melihat Sofia begitu bahagia, namun sekara

  • Aku Bukan Istri Bodoh   Bab 69 - Kenyataan

    Sunyi dan sepi dirasakan Riana saat memandang langit gelap di luar rumah. Dia menyesap kembali teh hangat yang sudah dibuat Rosa untuknya. Riana menutup matanya, merasakan dinginnya udara malam yang masuk menyegarkan paru-parunya.Air matanya tiba-tiba menetes tanpa diminta. Masih teringat jelas, memori-memori indah saat keluarganya masih utuh dan berkumpul di rumah yang hangat penuh canda tawa. Belum ada Sofia, hanya mereka berempat. Ruslan, Reynald, Riana dan ibunya. Semua masih indah sebelum Sofia datang dan drama berkelanjutan terjadi. Sudah setahun lamanya peristiwa yang pedih itu terjadi, tapi memori itu masih kuat menancap dalam ingatannya.Ah, andai Riana tak menyetujui apa yang menjadi ambisi sang kakak dan ibu, tentu semua tak akan menjadi berantakan seperti ini. Ibunya tak akan dibunuh, Ruslan tak akan dipenjara, Reynald tak akan cacat dan dirinya tak akan kehilangan sahabat tercintanya.Apa kabar Jimmy? Bodohnya dia sempat merindukan pria yang sempat menjadi incarannya itu

  • Aku Bukan Istri Bodoh   Bab 68 - Akhir

    "Apa Ruslan sudah menemui mu kemarin?" tanya Axel saat dia sudah berganti pakaian lebih sopan di depan Sofia. Dia ikut duduk di sebelahnya setelah menyerahkan segelas minuman bersoda."Darimana kau tahu?" "Ruslan yang memberitahuku sebelumnya." Sofia hanya menganggukkan kepalanya lalu meminum air soda yang disajikan hingga tersisa separuh."Apa karena itu kau menangis?" tanya Axel lagi. Terdiam sejenak, Sofia menatap buih-buih soda yang mengapung di gelasnya. "Dia... meminta maaf padaku.""Lalu kau sudah memaafkannya?"Kembali Sofia menganggukkan kepala. "Ya, meskipun hatiku masih terluka.""Luka di hatimu akan sembuh seiring bertambahnya waktu.""Benar.""Dan juga kalau kau sudah bertemu dengan tambatan hati yang baru."Manik Sofia bergeser menatap Axel yang terlihat begitu segar seperti sehabis mandi, dapat Sofia lihat dari ujung rambutnya yang masih basah. Padahal Sofia tidak merasa menunggu Axel terlalu lama tadi, tapi ternyata pria itu menyempatkan diri untuk mandi. "Apa ada t

  • Aku Bukan Istri Bodoh   Bab 67 - Kata Maaf

    Seharusnya Sofia merasa senang saat dia melihat keadaan Ruslan yang sekarang nampak begitu menyedihkan. Bahkan keadaan Ruslan lebih buruk dari keadaan dirinya dulu saat masih tinggal di rumah keluarga Ho. Namun Sofia malah merasa sebaliknya, hatinya ikut perih melihat keadaan Ruslan yang begitu kurus dan memucat."Aku tak tahu, kapan lagi bisa menemui Lucas dan Luna, bisa jadi ini adalah kali terakhir bagiku menemui mereka." Ruslan menatap sendu pada kedua anaknya dari arah kejauhan. Dia enggan untuk menemui mereka dan memilih untuk berbincang sejenak dengan Sofia.Kini, tak ada lagi sosok Ruslan yang tampan nan gagah seperti dulu.Tak ada lagi sosok Ruslan yang bertubuh atletis dan terawat.Tak ada lagi sosok Ruslan yang berpakaian bagus dan rapi.Tak ada lagi sosok Ruslan yang penuh percaya diri dan pemberani.Tak terasa pelupuk mata Sofia basah oleh air mata kesedihan karena mengenang masa lalu. Masa yang tak akan lagi dia ulang meskipun kini sudah dibayar kontan dengan berbagai pe

  • Aku Bukan Istri Bodoh   Bab 66 - Sebelum Menyesal

    "Apa aku bisa percaya dengan ucapanmu?" Axel menyipitkan mata, menatap Ruslan dengan penuh menyelidik. Hatinya sedikit ada keraguan, mengingat Ruslan yang tiba-tiba saja berpindah haluan untuk membeberkan kelemahan Hendra. Bisa saja Ruslan sedang sandiwara dan tiba-tiba menusuknya dari belakang, bukan?Lembaran-lembaran berwarna putih yang berada di genggamannya kini ia pegang erat. Axel memang yakin jika lembaran penting yang diberikan Ruslan adalah fakta. Fakta tentang penyelewengan dan berbagai tindak kriminal yang dilakukan Hendra.Wajah Ruslan yang sudah sedari awal tampak memucat kini bertambah memburuk, saat ia menghela napasnya di hadapan Axel. Ruslan mengusap wajahnya dan menjawab, "Aku sudah berada di penghujung jurang, untuk apa aku terus maju saat aku sudah tahu kalau aku akan terjatuh?"Masih terdiam bibir Axel, matanya dapat melihat jelas kesedihan yang dipancarkan wajah Ruslan saat mengucapkan kalimat tadi. "Ibuku sudah mati terbunuh, adik lelakiku celaka dan anak yan

  • Aku Bukan Istri Bodoh   Bab 65 - Bertahan

    Suasana rumah yang beberapa waktu lalu masih ramai dipenuhi oleh banyak penghuni, kini terasa sepi dan begitu dingin. Ruslan menaiki anak tangga yang sedikit berdebu dengan lemas. Ia bagai tak memiliki semangat dan tenaga bahkan untuk sekedar berjalan menyusuri rumah. Hatinya sudah hancur berkeping-keping, tak ada lagi yang utuh di dalam sana.Penyesalan demi penyesalan bermunculan seiring kakinya menaiki anak tangga. Berat rasanya masih bertahan hidup disaat tak seorangpun yang menungguinya di rumah, yang memberinya semangat dan menyokongnya untuk terus maju. "Ibu...," lirihnya saat ia sudah berada di lantai dua. Matanya berembun saat ia menatap foto yang terpajang di dinding. Tiba-tiba terdengar suara ban koper yang beradu dengan lantai, membuat Ruslan seketika menoleh. "Riana? Mau kemana kamu?" Sesaat Ruslan lupa dengan keberadaan sang adik yang masih ada.Penampilan Riana begitu kacau, wajahnya sembab dan membengkak akibat mengeluarkan air mata terus menerus. "Nyusul Reynald ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status