"Iya, selama aku berada di sisi Rian, aku merasa jika Rian itu bukanlah orang yang sembarangan. Bahkan, saat kami berada di restoran baru Pak Ram, beberapa Waiters memanggil Rian dengan sebutan Tuan. Aneh, 'kan?"Nadia mendengarkanku dengan seksama. Namun kemudian gadis muda itu justru terkekeh."Nia, Nia, ternyata kamu itu nggak cuma tukang halu saja. Tapi kehaluan kamu sudah kamu jadikan di dunia nyata.""Aku serius, Nad!" sergahku dengan wajah penuh keyakinan."Nia, bukankah hal yang wajar jika seorang pelayan itu memanggil pengunjungnya dengan sebutan Tuan. Apa yang salah Nia!". Nadia mengedikan bahunya."Benar juga ya!" pikirku.Tet .... Tet ...Suara bunyi bel dari pintu utama kantor membuatku dan Nadia bergegas turun dari lantai atas."Biar aku saja yang membukanya!" ucapku pada Nadia setelah kita tiba di pintu.Aku terkejut melihat lelaki yang pernah sangat aku cintai berdiri di depan pintu."Dania!" ucap lembut Mas Adam. Sorot mata nanar itu membuat hatiku luluh."Ada apa, Mas
Secepatnya aku segera menyelesaikan pekerjaanku. Aku harus menemui seseorang yang bisa menjawab semua pertanyaan yang sedari tadi memenuhi otakku. Aku memberhentikan motorku di depan kantor milik Nadia. Sebuah kantor penerbit buku-buku yang cukup terkenal belakang ini."Selamat siang, apakah ada yang bisa kami bantu?" ucap seorang gadis muda berparas cantik yang berada di bagian resepsionis."Iya, selamat siang Mbak," sapaku. "Bisakah saya bertemu dengan ibu Nadia," tanyaku.Gadis yang berdiri di balik meja resepsionis itu mengeryitkan dahi. "Maksud bapak Nadia siapa, ya?" tanya gadis muda itu dengan wajah bingung."Nadia pemilik pemilik kantor ini," tegasku.Gadis muda itu terlihat berpikir sesaat. "Maksud bapak, ibu Dania ya?" Kini giliran aku yang mengeryitkan dahi. "Dania, bukankah pemilik kantor ini adalah Dania," cetusku meyakinkan. Aku yakin, Dania mengatakan padaku jika ini adalah kantor Nadia."Maaf Pak, mungkin bapak salah paham. Pemilik kantor penerbit ini adalah Ibu Dania
POV DaniaAkhirnya aku bisa tinggal di rumah baruku. Meskipun aku tetap saja merasa sepi di rumah ini. Bagaimana tidak, aku hanya tinggal sendiri di rumah ini bersama seorang pembantu dan supir pribadiku. Tapi, tidak masalah, mungkin memang ini sudah menjadi jalan hidupku yang harus aku jalani. Aku pikir, aku akan menikmati kesuksesan ini bersama Mas Adam. Tenyata aku salah, Mas Adam justru ingin membuangku di saat aku sudah tidak dapat memberikannya pundi-pundi uang. Membuatku sadar jika Mas Adam tidak pernah benar-benar mencintai aku."Non Dania, ada tamu!" Suara Bibik dari belakang punggungku membuatku tersadar dari lamunan."Siapa, Bi?" tanyaku menoleh ke arah Bibik. Aku melirik waktu sudah menunjukan pukul setengah sembilan malam pada jam yang mengantung di ruang tengah.Bibik mengedikan bahunya. "Bibik kurang tau, Non! Tapi sepertinya keluarga dekat Non Dania," tutur Bibik.Seketika kedua alisku bertaut. 'Keluarga? bukankah aku tidak memiliki keluarga. Lebih tepatnya aku tida
POV Author"Serius Adam ngajak kamu balikan?" Nadia nampak membulatkan matanya pada Dania.Wanita bertubuh semampai itu mengangguk mantap. Sorot matanya berfokus pada aksara yang berada di depan layar laptop."Alhamdulillah, Dania! Akhirnya kamu sadar juga." Nadia kegirangan. "Harusnya sejak dari dulu kamu meninggalkan Adam. Agar penderita kamu tidak semakin lama dan berkepanjangan," imbun Nadia tersenyum puas."Sudahlah, tidak perlu membahas hal itu lagi, bukankah semuanya sudah berlalu. Yang terpenting saat ini, aku sudah bebas dari cengkraman mereka." Dania menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kecil."Ehem ...!"Dania meringis mendengar deheman Rian yang sedari tadi duduk pada bangku di depannya. "Maaf Mas, habis keasyikan ngobrol sih!" ucap Dania sesaat melirik pada Rian yang masih menunggu."Sabar ya, Mas Rian. Namanya juga cewek kalau ngobrol seperti ini," celetuk Nadia yang berdiri di belakang kursi Dania."Iya Mbak!" sahut Rian ramah.Beberapa saat Dania kembali berfokus pad
POV DaniaAku dan Mas Adam menatap pada Rian secara bersamaan dengan wajah terkejut."Apa maksud kamu?" sentak Mas Adam dengan tatapan meradang pada Rian."Tidak, saya hanya menghindarkan apa yang bukan mahramnya saja," balas Rian.Wajah Mas Adam semakin memerah sekilas melihat padaku dan Rian secara bergantian. "Mahram?" Mas Adam menautkan kedua alisnya, geram. "Maksud kamu, Dania tidak halal untukku?" Mas Adam membusungkan dadanya pada Rian, seperti seorang yang ingin mengajak bertarung."Bukankah anda sudah mentalak Dania, jadi sekarang anda bukan siapa-siapa Dania lagi," balas Rian."Kurang ajar!" Kepalan tangan Mas Adam siap mengayun."Stop!" teriakku.Kepalan tangan Mas Adam terhenti di udara. Rahangnya bergemelutuk, kesal. Sementara Rian sedikitpun tidak bergeming dan bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri."Berhenti, Mas!" cetusku, ketakutan.Mas Adam menoleh padaku dengan wajah menegang. "Dia sudah lancang, Dania!" cetus Mas Adam memicingkan matanya pada Rian dengan menun
POV RianTiba-tiba Dania berlari dari dalam rumah mantan suaminya, dan aku yang sedari tadi menunggu pun terkejut, melihat kemarahan pada wajah Dania."Dania, tunggu, Dania!" Panggil suara Adam yang mengejar Dania, begitu juga dengan wanita yang mengekori mereka dari belakang."Dania, aku bisa menjelaskan semuanya padamu." Adam meraih pergelangan tangan Dania yang sudah berada di teras rumah hampir dekat dengan mobil kami. Tetapi sayangnya aku hanya berani melihat tanpaberani mendekat."Lepaskan, Mas!" Dania menepis kasar genggaman tangan itu. Kesal dan kecewa terlihat dari wajahnya.Aku yang sedari tadi berada di dalam mobil berhambur keluar menghampiri Dania. Tidak tahan melihat Dania diperlakukan seperti itu. "Apa yang terjadi, Nia?" tanyaku penasaran menatap kekesalan pada wajah Dania. "Ayo kita pulang, Mas!" Dania melingkarkan tangannya pada bahu kekarku."Tunggu Dania, aku belum selesai bicara!" Adam menarik pergelangan tangan Dania dibantu oleh wanita bertubuh bugar yang p
Mohon dukungan kalian semua, jangan lupa subscribe sebelum membaca.POV Dania."Iya, kamu Rayyan kan?" Lelaki yang baru datang itu sepertinya sangat yakin sekali jika lelaki yang sedang duduk di sampingku adalah Rayyan, orang yang ia kenal."Maaf, kamu siapa ya?" Rian akhirnya berucap setelah beberapa saat ia menenggelamkan wajahnya dalam bisu."Aku, Dimas, teman SMA kamu," balas lelaki yakin. Semburat senyuman mengantarkan keyakinan itu."Teman SMA, tapi saya lulusan SMK bukan SMA. Mungkin anda salah orang."Kening' lelaki bernama Dimas itu berkerut seketika, "Tapi aku ingat betul dengan bekas luka di pergelangan tangan itu." Lelaki itu menujuk bekas goresan luka yang cukup panjang pada pergelangan tangan Rian. Aku pun ikut sedikit memajukan tubuh untuk memperhatikan luka pada pergelangan tangan Rian.Rian menaikan sedikit lengan kemeja yang ia kenakan. Hingga bekas luka sayatan itu semakin terlihat jelas melingkar pada pergelangan tangannya."Oh, luka ini, ini hanya bekas luka saat a
Nadia berlari menghampiriku dengan nafas tersengal. Aku yang sedang berada di ruang produksi sedikit terkejut dengan kedatangan gadis muda itu."Duh, Dania, kamu kemana saja sih, aku nyariin kamu dari tadi!" protes Nadia, wajahnya terlihat sangat panik sekali."Ada pas sih?" tanyaku sibuk membantu mengemasi buku-buku yang sudah selesai dicetak."Kamu bagaimana sih, Dania! Bisa-bisanya kamu sesantai ini." Wajah Nadia semakin kesal padaku."Iya, ada apa, Nad?" tanyaku tanpa menoleh sedikitpun, aku terus melanjutkan kegiatanku menyusun buku-buku yang baru di cetak untuk segera di kirim ke perpustakaan-perpustakaan di seluruh Indonesia."Pak Ram kecelakaan, masa kamu nggak tau!" cetus Nadia."Apa?" Seketika mataku membulat penuh pada Nadia.Gadis muda itu mendengus halus. "Kecelakaan Pak Ram sudah satu minggu yang lalu, Nia, dan kamu baru mendengarnya sekarang?" Nadia menggelengkan kepalanya menatap heran padaku yang masih mematung tidak percaya dengan apa yang barusan ia katakan."Sudah