Share

Bab 10

Author: ShenShen
last update Last Updated: 2025-10-15 12:24:05

Steve Hart bergegas kembali ke kediaman keluarga Cattegirn, khawatir Callista bakal membuka mulut dan melapor pada Agatha tentang apa yang baru saja terjadi.

Begitu tiba di rumah, ia mendapati Agatha tengah menikmati sarapan di ruang tamu.

“Wajahmu kenapa?” tanya Agatha sambil menatap lebam di pipi Steve.

“Oh, cuma jatuh pas jogging pagi,” jawab Steve santai.

Agatha hanya mengangguk, dan itu malah bikin Steve curiga—apakah Callista belum sempat bicara apa-apa?

“Ada apa?” tanya Agatha lagi, menangkap gelagat aneh dari sikap Steve.

“Ah, nggak… kamu lihat Callista nggak?”

“Callista? Memangnya dia ke sini? Aku nggak lihat,” jawab Agatha sambil menoleh ke sekeliling.

Steve menghela napas lega. Berarti Callista kemungkinan besar langsung kabur setelah mengambil mobilnya.

“Huft… kadang harga diri juga bisa jadi penyelamat,” gumam Steve pelan.

Ia paham kenapa Callista memilih bungkam—karena perempuan itu pasti nggak mau orang tahu kalau dirinya, pewaris keluarga Cattegirn, baru saja dipermalukan oleh orang sekelas Steve Hart dalam permainan yang dia buat sendiri.

“Entahlah, aku harusnya bersyukur atau kesal,” gumam Steve lagi. Ia tahu, di mata Callista, dirinya tetaplah ‘nobody’.

“Hey, bengong aja kenapa?” Agatha menatapnya heran dari ruang tamu.

“Oh, maaf… aku beresin rumah dulu deh,” jawab Steve buru-buru.

“Enggak. Hari ini kamu nggak usah beresin apa-apa. Aku mau kamu anter aku jalan,” kata Agatha santai.

“Jalan? Maksudmu, jadi supir pribadi gitu?” Steve menaikkan sebelah alis.

Agatha sempat diam sejenak lalu menjawab, “Kira-kira begitu.”

Steve hanya mengangguk. Permintaan dari Agatha artinya perintah—nggak ada ruang buat menolak.

Setelah bersiap di kamarnya, ia dipanggil oleh Agatha. Wanita itu menyerahkan kunci mobil, lalu mereka berangkat.

“Ke pusat kota, mall Avebury. Aku mau beli sesuatu,” ucap Agatha di perjalanan.

Steve hanya mengangguk dan memutar setir menuju lokasi. Tak banyak obrolan setelah itu, suasana mobil kembali tenang seperti biasa.

Dulu, sikap dingin Agatha tak pernah mengganggu Steve. Tapi sejak tadi malam—setelah ia mulai menebak perasaan sebenarnya di balik tatapan Agatha—semuanya berubah.

“Berhenti mikir yang nggak penting,” gumam Steve, mencoba mengusir bayangan-bayangan aneh di kepalanya.

Tak lama, mobil mereka berhenti di depan mall terbesar di kota itu.

“Silakan, Nona Agatha,” ujar Steve sopan sambil membukakan pintu.

Agatha mengangguk dan hendak melangkah keluar, tapi kemudian berbalik melihat Steve yang masih berdiri diam.

“Kenapa bengong lagi?” tanyanya datar.

Steve tampak bingung, membuat Agatha kesal. Ia langsung menarik tangan Steve masuk bersamanya.

Steve nyaris kehilangan keseimbangan, tapi tetap mengikuti langkah Agatha. Ini pertama kalinya ia diajak masuk. Biasanya, dia cuma menunggu di parkiran.

“Jangan salah paham. Aku cuma butuh kamu bantu bawa belanjaanku nanti,” jelas Agatha tanpa menoleh.

“Oh, gitu…” jawab Steve, entah kenapa merasa sedikit kecewa.

Agatha langsung menuju toko perhiasan begitu masuk ke mall. Para staf toko menyambutnya dengan senyum ramah penuh penghormatan.

“Nona Agatha, kali ini Anda ingin mencari perhiasan seperti apa?” tanya salah satu pegawai dengan nada sopan.

“Aku lihat-lihat dulu. Kalau ada yang menarik, aku panggil,” jawab Agatha.

“Tentu, Nona Agatha,” jawab pegawai itu, tapi pandangannya sempat menilai Steve dari ujung kaki sampai kepala—tatapan sinis yang jelas bisa dirasakan.

“Apa-apaan tatapan itu? Dia tahu nggak kalau Agatha udah menikah? Kenapa masih panggil ‘Nona’ segala?” gumam Steve pelan, menahan kesal.

Agatha cukup lama memilih, tapi tak satu pun perhiasan menarik perhatiannya.

“Maaf, tidak ada koleksi lain selain ini?” tanya Agatha.

“Kalau Nona Agatha ingin yang lebih eksklusif, saya bisa mintakan dari gudang khusus,” jawab pegawai itu lalu menghilang sebentar.

Tak lama kemudian, pegawai itu kembali bersama seorang pria muda yang membawa kotak kaca besar berisi kalung berlian mewah.

“Nona Agatha, lama tak berjumpa. Senang sekali Anda datang lagi,” sapa pria itu dengan ramah, jelas sudah mengenal Agatha sebelumnya.

Agatha hanya menanggapi singkat. Matanya terpaku pada kalung berlian dalam kotak kaca itu.

“Berapa harganya?” tanya Agatha, matanya berbinar.

Pria itu—yang rupanya manajer toko—tertawa kecil. “Haha, selera Nona memang tajam. Sayangnya, ini bukan untuk dijual. Barang ini rencananya akan dilelang.”

Ekspresi Agatha langsung berubah kecewa. “Jadi aku nggak bisa beli?”

“Kalau Nona Agatha yang minta, saya akan coba atur,” kata si manajer cepat-cepat. Ia jelas tak ingin membuat pelanggan pentingnya kecewa.

“Kalau gitu, berapa?” tanya Agatha lagi.

“Hm… sekitar satu juta dolar mungkin?” jawabnya ringan, seolah menyebut angka kecil.

Wajah Agatha langsung memucat. Bahkan saldo di kartunya nggak sampai separuh dari harga itu.

“Ada masalah, Nona?” tanya manajer itu.

“Tidak, hanya… bolehkah aku bayar sebagian dulu?” tanya Agatha dengan harapan, berniat memberikan uang $300,000 yang ia miliki untuk menahan kalung itu.

[Ding!]

[Misi muncul: Penuhi keinginan Agatha dan buat dia bahagia.]

‘Bahkan kalau kau nggak minta pun, aku akan melakukannya,’ gumam Steve pelan sambil menatap notifikasi sistem yang muncul di depannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 130

    Kedatangan Steve yang mendadak sukses bikin seluruh rumah kaget. Ruang tamu memang ramai, kebanyakan keluarga Cattegirn, tapi ada beberapa wajah asing yang bahkan Steve nggak kenal.“Aku ngganggu acara kalian?” tanya Steve Hart, suaranya dingin menusuk telinga siapa pun yang dengar.Pertanyaan Steve jelas nggak disukai orang-orang di sana; salah satu dari mereka bahkan mendekat sambil pasang muka marah.Olivia Cattegirn, ibu mertuanya Steve, langsung menghampiri dan menarik Steve menjauh dari ruang tamu.“Apa lagi niat busukmu datang ke sini?!” bentak Olivia keras, sambil menepis tangan Steve.Steve mengangkat alis. Dia ingat jelas, baru beberapa hari lalu ibu mertuanya ini sampai gemetaran ketakutan setiap berhadapan dengannya. Tapi sekarang? Hilang sudah. Olivia kembali bersikap semena-mena seperti dulu.Steve nggak ambil pusing soal perubahan sikap itu. Dia sudah tahu penyebabnya.“Calon suami pilihan keluarga kalian kali ini punya pengaruh sebesar itu di Avebury sampai kamu berani

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 129

    Di halaman mewah kediaman keluarga Cattegirn, Steve melihat tempat itu ramai dipenuhi tamu undangan. Semua tampak kaget melihat kehadirannya, seolah dia adalah orang terakhir yang mereka harapkan muncul."Apa dia ngapain ke sini? Bukannya dia udah diusir?""Mungkin dia mau beresin urusan cerai sama Agatha. Biarkan aja, nggak usah dilirik."Obrolan orang-orang di sekitar terdengar jelas di telinga Steve, yang langsung bikin emosinya naik.Steve tahu persis kenapa rumah keluarga istrinya ini penuh tamu. Brandon sudah bilang—keluarga Cattegirn diam-diam mau nikahin Agatha sama pria lain di belakangnya."Agatha bahkan belum cerai dari gue, tapi kalian udah sibuk ambil keputusan sendiri," gumam Steve Hart dingin.Dia benar-benar mempertanyakan apa keluarga Cattegirn pikirkan tentang dirinya. Betapa rendahnya dia dianggap sampai keberadaannya saja seperti nggak dihitung.Wajar Steve berpikir begitu, karena perjodohan ini bukan perjodohan biasa. Ini tunangan besar-besaran. Pantas saja mansio

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 128

    Harus menahan rentetan pukulan dari Steve Hart, Howard yang biasanya bikin orang takut dan tunduk, sekarang malah mulai ragu sama dirinya sendiri.Harga dirinya hancur lebur. Kepercayaan dirinya runtuh, keberaniannya ikut lenyap. Berhadapan dengan Steve Hart yang berdiri tegak di depannya, Howard baru sadar betapa besar rasa takutnya—sampai-sampai dia nggak berdaya melawan hantaman Steve.“T-Tunggu, tolong… berhenti mukulin gue,” pinta Howard lirih, menatap Steve Hart. Tapi Steve jelas nggak tertarik berhenti.“Kenapa gue harus nurutin lo?” balas Steve dingin.Howard menggertakkan gigi, nahan perih dan malu, lalu meledak, “Cukup, dasar sinting!”Teriakan Howard sempat bikin Steve kaget sepersekian detik. Melihat celah itu, Howard langsung nekat kabur dari pegangan Steve dan lari secepat mungkin.Steve cuma berdiri memandangi Howard yang kabur. Dia nggak ada niat ngejar—buatnya itu cuma buang-buang waktu.“Dasar pengecut,” gumam Steve Hart. Heran gimana caranya cowok kayak Howard bisa

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 127

    Begitu mendengar ucapan kurang ajar dari mulut Steve Hart, Howard Harris langsung maju menyerang.Howard mengayunkan pukulan sekuat tenaga, niatnya jelas—jatuhkan Steve dalam satu gebrakan.“Brengsek, lu tau gue siapa?!” Howard membentak sambil menghantamkan tinjunya.Pukulan itu dengan mudah dihindari Steve Hart. Gerakannya enteng, seolah dia cuma geser sedikit tanpa usaha berarti.Howard nggak nyerah. Begitu pukulan pertama meleset, dia langsung mengayunkan tinju kedua, kali ini mengarah ke perut Steve.Steve mundur selangkah ringan sebelum pukulan itu menyentuh tubuhnya—lagi-lagi sukses bikin Howard nyaris jatuh sendiri.“Lumayan juga,” gumam Howard Harris.Steve menyeringai, “Lumayan karena pukulanmu lemah. Nggak ada yang bisa dibanggakan.”Howard melotot tajam. Dia yakin Steve pasti belum tau siapa dirinya sampai berani ngomong begitu.Kalau Steve benar-benar tau reputasinya, nggak mungkin dia berani ngegas begini.“Hey, lu tau gue siapa? Gue Howard Harris. Anggota geng Black Tig

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 126

    Steve Hart keluar dari rumah sakit dengan senyum lebar, sama sekali tidak menyangka rencananya membuat Daniel menyesal bisa berjalan semulus itu. Semua terjadi persis seperti yang ia harapkan.Uang 10 miliar dolar yang kini ada di tangannya adalah bukti keberhasilannya—cukup untuk membuat Steve makin semangat melangkah menuju masa depan yang lebih terang.Namun keberhasilannya membuat Daniel sadar diri belum cukup memuaskan Steve. Ada satu hal lagi yang harus ia lakukan: mendapatkan jawaban dari keluarga Cattegirn soal tawarannya.Setelah beberapa hari berlalu, Steve merasa ini waktu yang tepat untuk meminta keputusan dari keluarga mertuanya. Ia pun menginjak gas menuju rumah utama keluarga Cattegirn.Steve datang dengan harapan tinggi kalau tawarannya diterima—karena semuanya ia lakukan demi kebahagiaan Agatha, istrinya.Di perjalanan menuju rumah keluarga Agatha, Steve melihat seorang gadis yang tampak familiar.Lokasinya tidak jauh dari rumah utama keluarga Cattegirn, jadi Steve la

  • Aku Bukan Pecundang!   Bab 125

    Begitu telepon dari sekretarisnya terputus, Ryan Taylor langsung jatuh ke jurang keputusasaan. Semua saham perusahaannya lenyap seketika.Daniel tentu menyadarinya. Sejak Steve Hart datang, dia tak berani buka suara, tapi akhirnya memberanikan diri, “Ayah… ada sesuatu yang buruk terjadi pada keluarga kita?”Ryan diam. Dia berniat menutupi semuanya dari putranya, setidaknya untuk sementara. Daniel sudah terlihat kacau, dia tak ingin menambah bebannya.Namun Daniel jelas tak puas diabaikan seperti itu. Ia bertanya lagi, “Ayah, sebenarnya ada apa?”“Tidak ada, Daniel. Fokus saja sembuh dulu,” kata Ryan mencoba menenangkan.Steve Hart menyaksikan adegan itu dengan senyum mengejek. Jujur saja, dia lumayan kagum melihat Ryan masih berusaha menutupi semuanya meski kondisinya seberantakan ini.Tentu saja Steve, yang menjadi dalang seluruh kekacauan, tidak akan membiarkan Ryan berhasil menutupinya.“Ada apa? Apa sampai terjadi sesuatu sama sumber uang yang selalu kamu bangga-banggakan itu?” ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status