Klik bintang 5 nya ya? Dan tinggalkan komentar yang menenggelamkan Kian. Makasiiiieehhhh
Aku menatap Alfonso bingung karena ucapannya. "Maksudnya?" Alfonso tersenyum. "Lo pengen denger sesuatu? Rahasia gue tentang lo?" Aku menunjuk diri sendiri. "Gue? Emang gue kenapa?" "Tapi setelah denger cerita gue, lo jangan kaget. Dan kita tetap berteman. Oke?" "Oke." Alfonso menatapku lekat. "Pernah nggak lo ngerasa... gue suka sama lo?" "Heeh?!!! Mana mungkin?" Beoku tidak percaya. "Oke dari sini aja lo udah nggak nyangka. Gimana gue mau lanjutin?" "Emang apa yang lo lihat dari cewek kasta rendahan kayak gue Al? Lo ganteng, tajir, mobil lo mewah. Nah gue? Cuma naik motor Al. Lo pasti ngeprank gue deh. Asal lo tahu gue nggak GeEr." "Bagus kan kalo lo nggak GeEr. Itu artinya penyamaran gue sukses. Gue bisa mencintai lo dalam diam." Aku berpikir jika Alfonso salah makan. "Kenapa lo suka sama gue? Emang gue cantik? Enggak kan!?" "Waktu lo ditampar cowok di mall, gue inget banget gimana sedihnya lo. Tiba-tiba aja ada perasaan gue pengen ngelindungin lo." "Waktu gue ditampar
"Gendut? Nggak Al. Gue nggak ada niat cari cowok dalam waktu dekat kok. Jadi meski gue gendut nggak masalah. Yang penting sehat." "Lo cewek nyentrik yang sukses bikin gue nggak habis pikir Sha." "Lo nggak akan nemu yang nyentrik kayak gue Al. Jadi, selamat move on." "I will." Setelah menempuh perjalanan selama empat jam dengan jalur darat, akhirnya kami sampai juga. Maklum kemacetan dan lampu merah menjadi faktor penambahnya. Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di kota yang tidak besar ini. Aku keluar mobil dan langsung menuju sebuah rumah kecil yang ada di perumahan sederhana. Aku menemukan iklan rumah itu disewakan dari situs online. "Lo yakin mau nyewa rumah ini Sha?" "Iya. Gue suka pohon ketapang kecil yang ada di depannya itu." Tunjukku. "Tapi kok kayak agak nggak kerawat ya Sha?" "Nggak apa-apa nanti gue bersihin. Tunggu bentar ya Al, yang punya rumah masih otewe kemari." Alfonso mengangguk sambil melihat-lihat keadaan depan rumah. "Taman ini perlu dihidupin Sha.
"Pak Lio, bisa bicara sebentar?" Pak Rudy menginterupsi saat Kian tengah berkutat dengan pekerjaannya. "Iya pak. Ada yang bisa saya bantu?" Pak Rudy duduk di kursi yang berada di seberang meja Kian sambil membuka lembaran map kuning. "Ada tugas dari kantor untuk mengikuti pelatihan arsitek di Jepang. Bagaimana? Apa Pak Lio tertarik?" Kian merasa cukup senang dengan tawaran itu. Karena ia bisa lebih memperkaya ilmu. Pria itu, selain haus akan cinta, belaian, kekuasaan, juga haus ilmu pengetahuan. "Sebenarnya, pelatihan ini akan diberikan ke Pak Romi, tapi aku tahan dulu untuk Pak Lio." Kian, dia pandai mengambil hati atasannya, Pak Rudy. Hampir semua besteknya mendapat pujian dari customer dan Pak Rudy makin menyayanginya. "Kesempatan bagus loh." Kian langsung mengangguk setuju dan diproses oleh departemen human capital untuk dibuatkan surat tugas perjalanan dinas. Mungkin, secara materi dan karir Kian cukup cemerlang. Tapi tidak dengan urusan pribadi yang masih carut marut.
"Mama mau lakuin apa? Itu urusan mama." "Tolong jangan pisahin Amanda dariku ma." Kian mewanti-wanti. Ibunya tersenyum mengejek. "Lakukan apa yang menurutmu senang. Bukankah orang dimabuk cinta itu selalu merasa dunia milik berdua? Bahkan peringatan mama saja kamu abaikan." "Ma, aku tetap pada pendirian kalau Sasha itu nggak beres." "Oke, mama paham cara pikirmu. Sekarang mama tawarkan satu perjanjian denganmu Paralio Kian Mahardika." Baiklah, jika Nyonya Ratu telah memanggil Kian dengan nama lengkapnya berarti beliau sedang serius dan Kian mulai tidak bisa diatur demi kebaikan. "Mama mengajarkanmu bagaimana menjadi pria sejati, bukan pria suka main hati. Mama belum tahu siapa yang benar, kamu atau Sasha. Tapi mama akan berlaku adil, berdiri di tengah-tengah. Nggak peduli sekalipun kamu anak mama kalau salah mama nggak akan bela." "Jika Sasha terbukti mengandung anakmu maka biarkan Rado yang menggantikan posisimu kalau kamu enggan menerima anakmu sendiri. Mama akan berusaha s
"Ini tante... mamanya Rado." Jantungku seakan berhenti berdetak. Kian, Rado, dan ibunya adalah satu paket lengkap kumpulan orang yang selalu mengingatkanku pada Kian. Jujur, aku sudah terbiasa tanpa Kian bahkan tidak ada niatan kembali padanya selain ingin berkata 'Aku membencimu'. Dan tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihat Kian menderita di akhir kebahagiaannya. Aku seperti kembali ditarik mundur untuk mengingat semua hal tentang Kian. Aku benci harus mundur dari usahaku yang telah berhasil move on. Karena nyatanya kini sudah tidak ada lagi air mata yang tumpah, melainkan ketegaran dan kekuatan untuk bangkit. "Halo Sha? Kamu dengar tante?" "Iya." Lirihku. "Gimana kabar kamu nak? Sehat?" "Sehat tante." Betapa baiknya beliau, tetapi mengapa kebaikannya harus dibalas dengan kecurangan suami dan kebrengsekan anaknya? "Tante merindukan kamu dan calon cucu tante." Entah kenapa mendengar hal itu serasa ada setetes air kesejukan yang membasahi gersangnya hatiku. Sekalig
"Mama dari mana? Tumben sampai nginep segala?" Rado bertanya sedikit kesal.Ibunya mendekat lalu memeluk Rado dengan hati tercabik-cabik. Mengingat perbuatan putra sulungnya yang meninggalkan luka. Sudah setua ini tapi malah dihadapkan pada kelakuan nakal Kian. Dia bukan pemuda berusia belasan tahun, melainkan duda berusia 34 tahun tapi memiliki pemikiran layaknya anak berusia belasan tahun.Menanamkan benih di rahim perempuan lalu meninggalkannya. Jika beliau tidak ambil tanggung jawab itu, bukan tidak mungkin karma dan kesialan akan terus menghantui keluarga kecilnya.Karena masih ada Rado yang 'lain' dari pemuda pada umumnya yang bisa saja menjadi sasaran karma sang kakak. "Ma, mama kenapa nangis? Cerita ma." Rado berusaha mengurai pelukan tapi ibunya enggan melepaskan."Kamu janji dulu sama mama, kalau kamu bakal ikuti saran mama. Demi keluarga kita Rado. Tolong mama ya?"Rado yang kini sudah jauh lebih bisa mengontrol emosi pun mengangguk. "Apa ma? Mama mau nyuruh aku ngelakuin
Bagai petir di musim kemarau padahal mentari begitu terang menyinari, pengakuanku sukses membuat mama dan ayah menatapku tidak percaya. Tergambar jelas keterkejutan di raut wajah keduanya dan aku hanya bisa kembali menunduk sedalam-dalamnya.Aku tidak bisa melihat murka mereka berdua yang selama ini sangat menyayangiku. Bukannya memberi kabar keberhasilan atas prestasi kerja malah membuat mereka seperti dilempari kotoran tepat di depan muka.Masih menunduk sambil menyembunyikan air mata kesedihan, aku berdoa agar Tuhan membantuku mendapat maaf dan ampun dari mama, sang pecinta sejati keluarga. Kurasakan mama mendekat dan duduk di sampingku."Hamil?" Beonya.Aku mengangguk dengan perasaan takut.Mama menempelkan kedua tangannya di dada sembari menghembuskan nafas panjang nan kasar. "Ya Tuhan ayah, katakan ini mimpi yah."Ucapan mama cukup menunjukkan padaku bahwa beliau terguncang akan pengakuanku. Memangnya, ibu mana yang bisa menerima kenyataan putrinya hamil di luar nikah?"Audrey.
"Demi Tuhan, ayah akan cari Kian meski ke ujung dunia sekalipun! Dan jangan halangi ayah untuk membuatnya berhenti bernafas kalau perlu!" Desis ayah tajam. "Aarghh!!! Audrey kamu ini benar-benar bodoh!" Teriak mama. "Maaf maa. Maafin aku. Tapi mamanya Kian bilang beliau bakal tanggung jawab. Beliau bakal ngasih nafkah kami berdua. Kemarin beliau datang ke rumah sewaku yang baru ma." "Aku juga udah pindah tempat kerja maa. Aku benar-benar pengen membuka lembaran baru. Walau aku tahu ini sulit, tolong mama dan ayah tetap menerima dan maafin aku." Mohonku sambil bersimpuh di kaki mama. Mama membuang muka dengan wajah penuh derai air mata kekecewaan. Itu wajar dan aku pantas mendapatkannya. Sedang ayah kembali berkali-kali memainkan ponselnya, menghubungi nomer Kian hingga umpatan terdengar dari mulutnya karena Kian telah memblokir nomer ayah. Kemudian kami larut dalam pikiran masing-masing karena kabar yang kubawa cukup memukul hati kedua orang tuaku. Hingga kami tidak bisa berpikir