"tok...tok...tok" suara ketukan pintu berbunyi nyaring. " Masuk" terdengar suara menyahut dari dalam ruangan itu.
Yoga membuka pintu tersebut dengan hati-hati. Tampak diujung ruangan terlihat oleh Yoga seorang laki-laki paruh baya berkharisma kuat yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan tegap.
Yoga menundukkan kepalanya sopan " Permisi pak Nelson...bapak mencari saya?"
" Oh Yoga...masuklah...duduk".
Yoga pun langsung bergegas maju dan duduk di depan laki-laki yang dipanggil pak Nelson itu yang tak lain merupakan dekan fakultas ilmu sosial jurusan administrasi negara. Jurusan yang Yoga ambil di universitas tersebut.
" Yoga...kamu tahu kenapa aku panggil kesini?" tanya pak Nelson dengan dingin. Yoga merasa sangat tertekan dan semakin merunduk. Dia tahu apa yang akan dibahas oleh pak Nelson dekannya itu.
" Ya pak" Yoga menjawab dengan pelan dan hati-hati. Pak Nelson mendungus dingin "Yoga...menurut laporan dari divisi keuangan...kamu menunggak biaya kuliah selama 4 semester ya...kapan kamu mau melunasinya? ini sudah semester yang ke tujuh...kalau tidak segera bayar kamu tidak akan dapat mengikuti KKN dan skripsi! bahkan kamu akan di DO!!.
Yoga gemetar mendengar kata-kata dari pak Nelson. " Maafkan saya pak...saya janji saya akan segera melunasinya". Pak Nelson semakin kesal mendengar ucapan Yoga. Dia berpikir bagaimana bisa kampus yang ternama ini bisa menerima mahasiswa yang miskin ini. pak Nelson mengepalkan tangannya. Walaupun Yoga seorang mahasiswa yang sangat pandai tetapi dia membencinya karena miskin. Dengan muka malas pak Nelson membentak " kalau dalam dua minggu kamu tidak bisa membayarnya!! jangan berharap kamu dapat kuliah disini lagi!".
Yoga semakin tertekan. Dia ingin sekali membantah tapi apa daya. keadaannya memang sangat miskin. Dia hanya bisa menahan dan terus menunduk "baik pak Nelson".
Pak Nelson semakin muak melihat wajah Yoga. Dia tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan bocah ini. " Enyah sekarang" kata-kata kasar keluar dengan keras dari laki-laki itu.
Yoga terus mennduk dan mundur ke belakang menuju pintu " Permisi pak" jawab Yoga sambil membuka pintu lalu keluar. Dia kemudian berjalan dilorong kampus untuk meninggalkan komplek kampus. Dia ingin menyendiri untuk saat ini. Dia menuju ke taman di belakang kampus untuk merenungi nasibnya. Yoga duduk di sebuah kursi di tengah-tengah taman itu. Di bawah kesejukan pohon kelengkeng yang ada diatasnya. Yoga merenung memikirkan kata-kata dari pak Nelson tadi. "Sial...bagaimana aku bisa melunasi tunggakan kuliah...ya Tuhan". Dia sangat bingung dan tidak bisa menemukan jalan keluarnya. Kalau mau meminjam teman mungkin akan sulit karena kebanyakan mahasiswa-mahasiswi di kampus ini membencinya hanya karena dia miskin. Lagipula kalaupun dapat pinjaman dia juga bakal bingung bagaimana cara mengembalikannya. Dia hanya bisa pasrah mungkin dia memang tidak pantas untuk kuliah disini. mata Yoga hampir berkaca-kaca merenungi nasibnya.
Saat ini pikiran Yoga berkecamuk. Seperti sedang memikul beban yang sangat berat. Dia marah pada dirinya sendiri. Tetapi hanya kepasrahan yang bisa dia lakukan. "Apakah mungkin aku akan putus kuliah?" batinnya, "Ibu...maafkan aku tidak bisa membuatmu bangga. Aku sepertinya tidak bisa mempertahankan kuliahku. Aku mohon ibu memaafkan aku". Tanpa sadar dia meneteskan air mata. Dia teringat bahwa ibunya sangat ingin sekali melihat Yoga kuliah dan sukses dimasa depan. Tetapi dia saat ini merasa dirinya gagal memenuhi keinginan ibunya.
" Cowok kok cemen sekali...menangis sendirian di taman, benar-benar cowok ga punya masa depan". Kata-kata itu mengejutkan Yoga. Dia mencari dari mana arah suara itu berasal. Dia melihat sosok gadis yang sedang berdiri tidak jauh di depannya. Dia adalah Michelle, sahabat Annet yang sempat menghina Yoga tadi. Yoga memalingkan wajahnya dengan malas " Bukan urusanmu Michelle, pergilah! tinggalkan aku sendiri" Sahut Yoga dengan pelan.
Michelle mendengus dingin "huft...ini orang sudah miskin masih berlagak. berani-beraninya ngusir aku" batinnya. Michelle lalu meluapkan amarah kepada Yoga. " Hei Yoga Atma, kamu ini mahasiswa paling miskin dan rendah di kampus elit ini. memangnya siapa kamu?? berani mengusirku! kamu pikir ini tempat nenek moyangmu? ". Yoga mendengus tidak kalah kesal " Memangnya kenapa kalau aku miskin, apa masalah buat kamu? apa aku pernah meminta makan darimu? sebenarnya apa maumu??" Yoga menatap dingin kepada Michelle.
Michelle terkejut dengan Yoga saat ini. Apa ini benar-benar Yoga yang dia kenal?. Kenapa tiba-tiba mempunyai tatapan yang mengerikan seperti ini. Michelle menghela nafas panjang dan kembali tenang " Jangan salah paham...aku tadi mengantar Annet ke perpustakaan. karena dia masih ingin banyak membaca buku. Jadi aku tinggalkan dia di perpus. Dan aku melewati jalan ini, tidak sengaja melihatmu disini sedang menangis sendirian. Kamu ini cowok...apa pantas seorang cowok gampang menangis karena sebuah masalah yang dihadapi? kok cemen sekali sih".
" Sudah kubilang bukan urusanmu, sekarang mungkin permohonanmu segera diwujudkan..bukankah kau ingin aku keluar dari kampus ini!!" Yoga membentak Michelle. Michelle hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia sebenarnya merasa iba terhadap Yoga. Tapi dia merasa gengsi untuk mengungkapkannya. " Ya sudah...aku pergi!" Michelle barbalik dan berjalan meninggalkan Yoga tanpa menoleh lagi. Dalam hatinya dia berkata " Mau sampai kapan kau akan terus menjadi pecundang seperti ini?". Dia terus berjalan menjauh.
Yoga hanya diam memandang Michelle yang sudah menjauh. " Kenapa kau slalu membenciku?" batinnya.
*****
Michelle terus berjalan untuk keluar dari taman. Dia kesal memikirkan sikap Yoga berusan. " Tunggu...Michelle ada apa denganmu?. Kenapa kau terus memikirkan laki-laki itu...Sadarlah dia hanya laki-laki miskin dan pecundang" batinnya sambil memukul-mukul kepalanya. Ditengah jalan dia berpapasan dengan 2 orang mahasiswi dan 1 orang mahasiswa yang menyapa dirinya. Sehingga dia keget dengan sapaan itu.
" Hai Michelle". " Oh Hai juga" Jawab Michelle.
" Apakah kamu melihat Yoga?" tanya salah satu mahasiswi itu.
Michelle mengangkat alisnya malas " Kau mencari Yoga...lihatlah dia sedang duduk disana". Michelle menunjukkan jari ke tempat Yoga berada. kemudian berbalik pergi. " Oh terima kasih" teriak gadis itu. Tetapi Michelle tidak mempedulikannya.
Gadis itu kemudian berlari kecil menuju ke arah Yoga berada dan diikuti oleh dua temannya. Saat itu Yoga sedang melamun karena kata-kata Michelle tadi. Entah kenapa hatinya begitu sakit mendengar kata-kata kasar Michelle. Tetapi dia berusaha untuk menenangkan diri dan fokus untuk mencari solusi yang dapat menyelesaikan masalahnya. Tetapi walaupun dia berpikir keras tetap saja otak nya tidak menemukan solusi apapun. Dia duduk lemas seperti tidak mempunyai daya apapun " Ya Tuhan...apa yang harus aku lakukan. Aku benar-benar bingung menghadapinya. Berilah hamba petunjuk ya Tuhan" batinnya sambil menatap langit.
'' Yogaaaa...." terdengar sebuah suara perempuan dari kejauhan yang membuyarkan lamunan Yoga.
Yoga menoleh kearah sumber suara tersebut. Terlihat seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang berdiri jauh memandang dirinya. laki-laki itu adalah Rudi. Dia sahabat Yoga sejak masuk ke kampus bersama-sama. Dia satu jurusan dengan Yoga. Sedangkan dua perempuan itu adalah Jasmine dan Ratu. Jasmine juga merupakan sahabat dekat Yoga. Dia dan Yoga tumbuh di desa yang sama dan sudah bersahabat sejak mereka kecil. Sedangkan Ratu adalah pacar Rudi yang menaruh simpati pada Yoga. Dia sama sekali tidak pernah merendahkan Yoga. Menurutnya Yoga adalah teman yang asik dan sangat keer kepada semua orang. " Ternyata kalian..." Sahut Yoga dengan tersenyum. Ketiga orang itupun bergegas menuju ke tempat Yoga berada. Rudi menepuk bahu Yoga dan tersenyum " hai bro...dicari-cari dikampus ga ada ternyata lagi melamun disini...tadi pas mata kuliah akuntansi kenapa kau tidak masuk? kukira kau sedang sakit...aku khawatir tahu! gerutu Rudi sambil tersenyum kecut karena kesal. Dia pun langsung du
Jasmine berbisik dengan hati-hati “ maaf...menurutku mungkin lebih baik kau menghbungi ayahmu”. Terlihat sorot mata dingin dimata Yoga. Bagaimanapun dia sangat sakit hati dengan ayahnya karena telah meninggalkan ibu dan dirinya demi perempuan lain. Dia bersikeras untuk melupakannya bahkan merasa tidak ingin lagi kenal dengannya. Sepontan Yoga menjawab “ Tidak” katanya.“ Tapi...” belum selesai Jasmine menyelesaikan kata-katanya sudah dipotong oleh Yoga “ Tidak ada tapi-tapian...sudahlah! tidak usah bahas ini lagi...lebih baik kita susul Rudi dan Ratu..mereka sudah agak jauh” Yoga mencegah Jasmine agar tidak melanjutkan pembahasan itu.“ Hei...kalian berdua ayo cepat! Lambat amat sih” teriak Rudi.“ Ya tunggu kami” sahut Yoga dan langsung berjalan cepat diikuti oleh Jasmine.Sesampainya dikantin kampus, Rudi mencari meja kosong untuk mereka. Mereka memilih meja disudut kantin dekat dengan jendela.“ Kalian mau pesan apa?” Rudi menawarkan sambil mel
“ Halooo....” Yoga menjawab panggilan itu.“ Apakah benar ini Yoga Atma?” Pertanyaan terlontar dari dalam handphone Yoga.Yoga mengerutkan alinya, dia bingung siapa gerangan yang telah menelponnya saat ini. Baru kali ini dia mendapatkan panggilan telepon asing. Biasanya hanya sedikit saja yang mau menelponnya. Yang sering menelponnya hanya sahabat-sahabatnya. Selain itu sangat jarang.Dengan hati-hati Yoga menjawab “ Iya benar...ada yang bisa saya bantu?”.“ Hahahaha...anak bodoh! Aku tak menyangka bertahun-tahun aku tidak bertemu denganmu, kamu tumbuh menjadi anak yang bodoh... Dengarkan baik-baik Yoga, Aku adalah Fendi Atma...Ayah kandungmu!” .Seketika itu raut wajah Yoga berubah menjadi dingin. Terlihat sorot kemarahan dimatanya. Orang yang sangat dia benci dan menghilang lama ternyata muncul begitu saja. Dalam pikirannya terbesit " Untuk apa dia tiba-tiba muncul seperti ini setelah meninggalkan a
Suara lantang dari balik pintu terus mengganggu Yoga. Dia mengenal pemilik suara itu. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Yoga segera berlari menuju pintu untuk membukanya dan mempersilahkan orang tersebut untuk masuk. " Klek...." terdengar suara pintu terbuka." Hei....lama amat buka pintunya! apa kau mau lari?" kata kasar keluar dari seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu sambil menenteng tangannya di pinggang. Dia melotot tajam ke Yoga." Ah ternyata bu Reya...maaf bu, tadi saya baru dari kamar mandi" Jawab Yoga santai. Wanita itu mendengus kesal lalu berbicara tanpa basa-basi, " Yoga...kau sudah menunggak uang kontrakan selama 4 bulan! ayo sekarang bayar!." Maaf bu...kasih saya waktu lagi. Saya mohon...saya akan segera melunasinya. Saat ini saya belum ada uang" Jawab Yoga dengan memohon. Tetapi bu Reya kelihatan acuh tak acuh. Dia marah mendengar jawaban Yoga " Kau pikir aku juga tidak mempunyai kebutuhan! aku juga butuh makan! ana
Alice langsung meraih cat pilox warna merah yang ada di kursi belakang. Lalu keluar dan langsung menyemprot cat pilox itu ke mobil Jasmine. Dia menulisi body mobil Jasmine dengan kata-kata jorok dan menghina. "Mampus kau..." Batin Alice."Alice...Apa yang kau lakukan?". Alice terkejut dan menoleh. Tampak Yoga berdiri dibelakang Alice.Alice mendengus "Pergilah!! Bukan urusanmu!". Yoga menggelengkan kepalanya. Dia maju dan memperhatikan mobil yang di coret-coret Alice itu. Mata terbelalak "Astaga...bukankah ini mobil Jasmine" Kata Yoga sambil menatap tajam ke Alice.Alice melotot " Memangnya kenapa kalau memang mobil si cewek murahan itu!! Dia pantas mendapatkannya! Ini akibatnya kalau berani melawan aku". Alice lalu memasukkan cat piloxnya ke dalam tas lalu meninggalkan Yoga yang masih berdiri disitu.Yoga gemetar sambil menyentuh mobil Jasmine. Bagaimanapun dia merasa ini adalah kesalahan dia. Kalau bukan gara-gara dia Jasmine tidak akan berkelahi dengan
Jasmine dan Alice terus berjalan menuju gedung olahraga. Kedua gadis ini sangat cantik dan menawan. Tidak sedikit para pria yang memandang mereka berjalan hanya untuk mengagumi kedua diva kampus ini. Tetapi Jasmine dan Alice tak pernah memperdulikan mereka.Mereka masuk ke dalam gedung olah raga yang saat itu sepi. Tidak ada kegiatan satupun. Akhirnya Alice membalikkan badan berhadap-hadapan dengan Jasmine. Dia melotot ke arah jasmine “ Kau sengaja cari gara-gara denganku?” .Jasmine tertawa mendengar kalimat Alice. “ Hahaha...sungguh aku tidak menyangka kau begitu tidak tahu malu! Bukankah kau yang mencari gara-gara denganku duluan. Ingat! Siapa yang mencoret-coret mobilku! Ban kempes ga seberapa, jadi kita impas!.“ kau “ Alice maju mendekat ke hadapan Jasmine. Mata mereka bertemu. Tapi terlihat keduanya sedang menahan amarah. Wajah mereka berhadap-hadapan. Hidung mereka nyaris bersentuhan. Mereka bisa merasakan harumnya aroma nafas satu sama lain. Tangan mereka
Mereka terkejut melihat Alice dan Jasmine sudah terbaring lemas di lantai akibat perkelahian diantara keduanya. Mereka lari berinisiatif untuk menyelematkan keduanya. Saat itu kondisi keduanya sangat memprihatinkan. Wajah mereka dipenuhi dengan darah yang mengalir. Wajah Jasmine merah pucat dan darah mengalir di ujung bibirnya. Serta terdapat bekas cakaran Alice di pipi kirinya. Sedangkan Alice mengeluarkan darah dari kedua lubang hidungnya. Seketika mereka langsung pingsan. Yoga segera mengangkat Jasmine dan Rudi mengangkat Alice. “ Ayo kita bawa ke rumah sakit.” Rudipun mengangguk. “ Pakai mobilku “ Michelle mengajukan usul. Keempatnya mengangguk pertanda setuju. Mereka lalu bergegas keluar ruang olahraga dan menuju rumah sakit. *** Di rumah sakit, “ Aku sudah menghubungi orang tua Jasmine. Sebentar lagi mereka pasti akan segera sampai di sini.” Ratu mengabarkan kepada teman-temannya. “ Aku juga sudah menelpon orang tua Alice
Pria itupun langsung memanggil perawat agar Yoga segera tertangani. Dan kemudian memesankan kamar VVIP untuk perawatan Yoga. Michelle dan Anneth masih kebingungan melihat situasi tersebut. Saat Yoga mendapatkan perawatan, pria itu memanggil anak buahnya dan memberi perintah. " Cari orang yang berani melukai tuan muda! beri mereka pelajaran! " kata pria itu dingin. " Siapp " anak buahnya menjawab serempak dan langsung keluar dari rumah sakit. Pria itu lalu mengambil ponsel di sakunya dan menelpon seseorang. " Tu...tuan besar, kami telah menemukan tuan muda. tetapi kondisi tuan muda sekarang terluka karena tusukan. beberapa preman telah melukainya." Terdengar suara dingin di ponsel yang membuat pria itu bergetar. " Buat perhitungan dengan orang-orang sialan yang berani melukai putraku! kalau perlu patahkan tangan mereka! pastikan putraku dalam keadaan baik-baik saja." " Baik Tuan Besar, siap laksanakan! " Pria itu menjawab dengan hati-hati kemudian menu