Share

Bab 3

Author: Ipak Munthe
last update Last Updated: 2024-12-17 03:00:04

"Itu, Kak. Soalnya Yunda kesulitan buat thesis, Ayunda kan biasanya dibantuin Kak David, atau Kakak aja yang bantuin?" ucap Ayunda memberi alibi dengan cepat.

Mendengar itu, kecurigaan Zidan pun lenyap. "Kerjain aja sendiri! Oh iya, kalau David, dia pulang ke rumah orang tuanya. Mungkin dia mau dijodohkan dengan pilihan Ibunya," jawab Zidan.

"Dijodohkan?" kaget Ayunda sambil berusaha untuk terlihat tetap baik-baik saja.

"Iya, sudah lama dia itu dijodohkan. Bahkan, dari kecil kayanya deh sama anak sahabat Ibunya. Tunangan sejak kecil pokoknya," kata Zidan lagi.

Deg!

Ayunda pun kehabisan kata-kata saat mendengar apa yang dikatakan oleh Kakaknya.

Tanpa bersuara lagi, dia pun segera pergi dari sana.

Sementara Zidan hanya menatap punggung Ayunda dengan santai karena adiknya itu memang datang dan pergi sesukanya selama ini.

Sayangnya, pria itu tak tahu ada rasa yang berkecamuk di dada Ayunda saat ini.

Bertapa runtuhnya dunia Ayunda karena mendengar ucapan sang Kakak yang tidak mengetahui peristiwa apa yang sebenarnya terjadi pada adiknya.

Bahkan sesaat kembali ke dalam kamar, Ayunda pun kembali mencoba untuk menghubungi David yang tetap tak menjawab.

Dirinya benar-benar membutuhkan penjelasan tentang semuanya, tapi David justru menghilang bagaikan ditelan bumi entah kenapa sekarang dia harus mencari.

Dadanya semakin berkecamuk kala mengingat kembali ucapan sang Kakak. Lantas bagaimana dengan dirinya jika benar David telah memiliki tunangan? Apakah Ayunda hanya sebuah selingan saja?

Dunia gadis itu terasa hancur berkeping-keping setelah itu.

Dia bukan hanya kehilangan kesucian, tapi juga kehilangan seseorang yang begitu dia cintai.

Lalu bagaimana dengan ucapan cinta yang sering kali terdengar dari mulut David?

Apakah itu hanya sebatas ucapan saja?

David mempermainkan dirinya?

Kenapa bisa Ayunda berada di situasi seperti ini?

Ada rasa sesal di dada yang tak dapat terucapkan oleh bibirnya kala mengingat kembali saat dirinya memutuskan untuk menerima cinta David.

Sayangnya, hukuman Ayunda belum juga berhenti karena tiga minggu kemudian dia menemukan dirinya hamil!

Sial!

Kenapa semuanya semakin rumit, padahal selama 3 Minggu ini dia belum juga berhasil menata hatinya kembali.

David pun belum juga memberikan kabar, andai tak bisa menemuinya secara langsung seharusnya bisa dengan mengirimkan pesan singkat.

Sayangnya itu pun tak ada, nomor ponsel David pun masih tak bisa juga dihubungi.

Hingga akhirnya Erwin mengutarakan sesuatu yang cukup mengejutkan Ayunda.

"Aku udah lama suka sama kamu, aku janji akan anggap anak itu seperti anak aku sendiri," ucap Erwin yang merupakan kakak dari salah satu sahabatnya.

Entah apa yang membuatnya mau bertanggung jawab atas janin di rahimnya?

Ayunda pun menolak karena merasa ini bukan kewajiban Erwin.

Tapi lagi-lagi Erwin pun meyakinkan bahwa dirinya benar-benar tulus bahkan akan merahasiakan bahwa anak di kandungannya adalah anaknya.

Bahkan mereka berdua saja tidak begitu akrab, Ayunda hanya mengenal Erwin seadanya saat sering kali mengantarkan adiknya ke kampus.

Bagaimana mungkin dia bisa menerima Erwin?

Waktu semakin mendesak. Ditambah, David yang menghilang tanpa jejak.

Ayunda pun menyerah dan menerima lamaran itu dalam keadaan mengandung.

Tentunya setelah berulang kali Erwin meyakinkan dirinya.

Padahal Ayunda masih menantikan David untuk bertanggung jawab atas semuanya, tapi sepertinya semuanya tidak mungkin.

Mungkin juga kini David telah menikah dengan wanita yang telah bertunangan sejak kecil dengannya?

Melupakan dirinya, melupakan semua janji yang pernah dia ucapkan….

Meskipun berat Ayunda harus bisa bertahan hidup demi calon anaknya yang tidak bersalah sama sekali dan tidak berhak mendapatkan hukumnya karena perbuatannya.

Bersyukur Ayunda masih bisa berpikir jernih hingga tak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya ataupun melenyapkan janinnya.

Bagaimana dengan sahabatnya?

Tere sangat bahagia karena kini dirinya dan Ayunda sudah menjadi keluarga! Tapi, dia berpikir bahwa anak yang ada dikandungan Ayunda adalah anak Kakaknya.

Erwin memang mengarang cerita bahwa dirinya dan Ayunda sebenarnya sudah lama berhubungan secara diam-diam dan akhirnya terjadilah hubungan itu dan membuat Ayunda hamil.

Rahasia itu benar-benar tertutup, hingga keluarga dan dunia hanya tahu Ayunda hamil setelah menikah.....

***

"Rumah sakit?" ringis Ayunda ketika mulai sadarkan diri.

Dia sontak menatap sekelilingnya dan menyadari bahwa tangannya tengah tertancap selang infus.

Entah siapa yang membawanya ke sana, tapi Ayunda merasa sesuatu yang nyaman….

Dia sendiri tidak tahu alasannya, hingga terdengar derap langkah kaki yang semakin dekat.

Ayunda pun perlahan mulai mendudukkan dirinya dan melihat wajah yang kini semakin berjalan ke arahnya.

Deg!

“David?”

Jantung Ayunda pun kembali berpacu saat melihat wajah pria itu.

Matanya pun mulai berkaca-kaca dan sedetik kemudian air mata pun mulai menetes dengan sendirinya.

Mengapa lelaki yang selama ini dia tunggu-tunggu untuk bertanggung jawab atas kehamilannya, tiba-tiba muncul?

Sayangnya saat ini, semua sudah tidak lagi sama. Dirinya telah menikah dengan Erwin lima bulan yang lalu.

Dan David tentu telah menikah dengan pilihan Ibunya, ‘kan?

Mungkin, pria itu juga sudah hidup bahagia dan melupakan janji yang pernah dia ucapkan dulu.

Kedua tangan Ayunda pun terkepal berusaha untuk menguatkan hati dan pikirannya sekuat tenaga, sampai ucapan David tiba-tiba menyadarkannya.

"Awalnya aku ingin membiarkanmu mati, tapi ternyata aku masih punya jiwa kemanusiaan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
Serunya kuatnya seorang wanita dengan kehamilan diluar nikah tetapi masih berusaha menjaga dan membesarkan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 224

    "Kita kembali ke kantor ya?" kata Zidan dengan penuh harap. Tere pun menatapnya dengan tatapan nanar, dia ingin di rumah saja tapi bisakah Zidan mengerti. "Yuk," Zidan pun segera meraih tangannya agar segera pergi. "Aku di sini aja, pengen istirahat," Tere pun mencoba untuk menolak. "Ayolah, temani Mas ya," Zidan sedikit memaksa karena tidak bisa meninggalkan Tere sendiri. Mungkin di rumah tersebut ada banyak orang, tapi pasti Tere lebih memilih untuk berada di kamar dan sudah pasti dia hanya sendiri. Zidan takut Tere mencoba mengakhiri hidupnya lagi, Tere sudah putus asa. Jalan hidupnya seperti buntu, dia benar-benar tidak ingin melanjutkan hidupnya lagi. Sudah berulangkali dia mencoba untuk mengakhiri hidupnya tapi masih bisa dicegah. "Ayo," kata Zidan lagi yang tidak bisa mengambil resiko. Dengan terpaksa Tere pun kembali mengikuti Zidan, meskipun rasanya sangat lelah. Dimobil dia hanya diam, begitupun juga saat kembali ke kantor. Dia hanya diam sambil duduk di

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 223

    "Mas Zidan mode cemburu," celetuk Ayunda yang sudah berada di kamar sang Kakak. Bahkan Zidan juga baru menyadari, tapi tentunya Ayunda bisa masuk dengan mudah karena pintu masih terbuka lebar. Zidan pun segera melepas pelukannya dan dia mendekati sang adik, tanpa bicara dia mendorong sang adik untuk keluar dari kamarnya. "Cemburu tanda apa? Marah tanda apa? Kalau curiga itu karna.....nananaaaaaa......" sambil ditarik Ayunda mengejek Zidan sambil bernyanyi dan itu semakin membuat Zidan kesal bukan main. Setelah itu pintu pun terkunci, Zidan kembali menghampiri Tere yang kini masih berdiri di tempatnya dengan punggung yang bergetar. "Tere, bisa kan kamu maafin, Mas? Mas, nggak marah," kata Zidan lagi. "Aku udah cape hidup, kayaknya aku hidup cuma nyusahin orang aja. Hari ini Reza orang yang nggak bersalah sama sekali karena aku kehilangan pekerjaannya," jawab Tere. "Dia bersalah." "Dimana salahnya? Terlihat dia sangat membutuhkan pekerjaannya. Kamu ceraikan saja aku, aku

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 222

    Ting. Zidan pun tiba di lobi, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Tere. Ternyata matanya melihat orang tersebut yang sedang setengah berlari keluar dari lobi. Dengan cepat Zidan pun mengejarnya dan akhirnya dia pun berhasil meraih tangan Tere. "Kamu mau kemana?" tanya Zidan. Meskipun tangan Tere berusaha untuk lepas tapi Zidan tetap memegangnya dengan erat. "Aku capek, aku nggak ngerti lagi sama kamu. Aku udah nyerah, kayaknya aku mati aja," jawaban sambil menangis. "Kamu bicara apa? Aku minta maaf," Zidan terus berusaha untuk meredam emosi Tere. "Aku cape." "Aku minta maaf, kita balik ke dalam ya. Nggak enak dilihat sama orang." Tere pun menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Aku mau pulang, dan aku bisa pulang sendiri," ucapnya. "Tere, biar Mas antar." Zidan tak lagi melepaskan tangan Tere, dia tak mau Tere pulang sendiri. Zidan yakin jika dibiarkan dia tidak akan pulang ke rumah. Bahkan sepanjang perjalanan menuju rumah pun Tere ter

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 221

    Zidan terus menatap wajah Tere dengan tajam, dia tak sadar dirinya sedang menahan rasa marah yang begitu besar. Dia pun berjalan ke arah Tere dengan kedua tangannya di dalam sakunya. "Apa yang dikatakan oleh Ayunda benar?" tanyanya. Tere pun mendongkak menatapnya, tapi tak mengerti kenapa Zidan bertanya hal demikian. "JAWAB!" Katanya lagi dengan suara yang meninggi. Saat itu Tere pun tersentak mendengarnya dan dia pun cepat-cepat berdiri karena ketakutan. Zidan pun mulai sadar dengan ucapannya barusan. Zidan menarik napas dalam-dalam setelah menghembus dengan perlahan. Dia harus bisa menahan dirinya, jangan sampai emosinya tak terkendali. Kenapa dia lupa dengan keadaan Tere saat ini? Padahal Tere sudah tidak begitu ketakutan lagi saat berdekatan dengannya. Kini wajah gadis itu terlihat memucat dengan mata yang berkaca-kaca. "Maaf," kata Zidan dengan nada suara yang kini lebih pelan. Kemudian mengambil mineral dan diberikan pada Tere. Dengan tangan bergetar

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 220

    Zidan pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali, dia sedang tegang karena tak ingin malu pada Tere jika ketahuan berbohong. "Kemari lah," katanya menuju ranjang. Degh! Tere pun menggelengkan kepalanya karena takut. "Naik ke sini agar bisa memperbaiki dasi ini dengan benar," terang Zidan agar Tere tidak berpikir yang lainnya. Tere pun merasa lega, awalnya mengira bahwa Zidan akan melakukan hal sebelumnya. Ya, hal layaknya suami istri. Untuk satu itu dia tidak siap. Dia masih takut, Zidan kasar, selain itu dia juga takut hamil lagi, lagi-lagi dengan alasan yang sama. Entah sampai kapan dia akan seperti ini, tapi sungguh semuanya membuatnya merasa semakin was-was. "Tere," panggil Zidan. Tere pun mengangguk kemudian perlahan dia pun berdiri di atas ranjang dan kini dia yang lebih tinggi. Tere yang sedikit berjongkok membuat posisinya terlihat lebih condong. Tapi apa yang terjadi? Zidan malah memikirkan hal lain. Ya, dia memikirkan dada Tere yang sangat besar

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 219

    Dengan rasa kesal Zidan pun harus tidur di sofa ruang tamu. Dia tidak berkeinginan untuk tidur di kamar tamu. Sejenak pikirannya melayang jauh menembus gelapnya malam. Dia bertanya-tanya mengapa bisa semesta membuatnya berjodoh dengan Tere. Bahkan tanpa mengenal terlebih dahulu sebelumnya. Anehnya lagi Zidan mulai bisa menerima kenyataan ini, terutama setelah mengetahui bahwa Tere hancur berantakan karena dirinya. Setelah direnungkan lagi dia juga bingung kenapa bisa begitu kejam pada wanita yang sebenarnya tidak bersalah. Dendam memang mengerikan bahkan bisa membuat siapa saja gelap mata, begitu juga dengan Zidan. Jam terus berputar tapi dia tak juga bisa memejamkan matanya. Ada apa? Semenjak Tere dalam masa pemulihan dia terbiasa memeluknya agar tidak histeris dan juga menyakiti dirinya sendiri. Kini bukan Tere yang membutuhkannya, tapi sebaliknya, dia yang membutuhkan Tere untuk dijadikan sebagai bantal guling. Anehkan? Akhirnya setelah malam berlalu pagi

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 218

    Tere bergerak pelan agar bisa lebih jauh lagi dengan Zidan, tapi anehnya Zidan semakin memeluknya erat dari belakang. "Katanya kamu mau melihat ponsel baru mu?" tanya Zidan yang mengingat kembali ucapan Tere sebelumnya. Sebenarnya dia hanya ingin memecahkan ketegangan saja. "Iya, tapi...... bisa tolong lepaskan aku?" tanyanya dengan ragu. "Apa hubungannya? Aku hanya sedang ingin lebih hangat, aku merasa dingin sekali," bohongnya. "Kenapa tidak pakai selimut?" "Iya, juga ya," Zidan pun menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua, "tapi masih terasa dingin," katanya lagi agar tak ada alasan untuk melepas pelukannya. "Biar aku ambilkan selimut lainnya, sebentar," ucap Tere demi bisa lepas dari Zidan. "Begini saja, aku sangat kedinginan dan terasa mulai hangat." Tubuh Tere mulai terasa bergetar, dia sangat takut dan bingung harus bagaimana lagi untuk bisa lepas dari Zidan. Dia hanya berdoa semoga saja Wina datang dan tidur bersamanya. 'Gawat, kenapa jadi gerah

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 217

    "Nggak papa, nggak tahu kenapa air mataku mengalir aja tiba-tiba," jawabnya sambil terus mengusap wajahnya berusaha untuk menghentikannya. Dengan segera dia pun bangkit dari duduknya untuk pergi dari sana. Zidan ingin memanggilnya tapi suaranya tidak keluar hingga dia hanya bisa menatap punggung Tere. Tapi tak lama kemudian dia pun menyusul Tere yang telah masuk ke dalam kamar terlebih dahulu. Dia melihat Tere berdiri di balkon, tatapan matanya terlihat sangat sayu. Dia tahu pikiran wanita ini sedang dalam kesedihan. Zidan juga sadar dia adalah orang yang telah merubah wanita yang dulunya begitu ceria kini terus diselimuti kesedihan.Dia memang tidak mengatakan apa-apa, tapi dia juga sudah berjanji akan memperbaiki semuanya pada dirinya sendiri. Dia pun mencoba untuk melangkah masuk dan mendekati Tere. Sejenak dia hanya diam saja sambil terus menatap punggung wanita itu. Belum sempat dia bersuara tiba-tiba Tere sudah memutar badannya terlebih dahulu dan melihatnya. "A

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 216

    Zidan pun menyusul Tere yang sudah masuk ke dalam kamar terlebih dahulu. Dia melihat Tere sedang menangis sambil duduk di sisi ranjang. "Aku minta maaf," ucap Zidan tiba-tiba. Tere mulai menyadari kehadiran Zidan, dia pun mengangkat kepala untuk melihat wajah Zidan. "Sebenarnya tadi aku khawatir kamu kembalikan ke apartemen untuk melakukan hal seperti sebelumnya," ucap Zidan lagi. Tere pun mengangguk sebagai jawaban, kemudian dia pun bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam kamar mandi. Sesaat setelah mandi dia pun segera menuju ruang makan. Dia tau Wina pasti benar-benar menunggunya di sana. Benar saja, Wina terlihat meletakkan secangkir teh hangat pada meja. "Duduklah dan makan, ini hari sudah hampir sore tapi kamu belum makan siang. Mama takut kamu sakit," ucap Wina. "Makasih, Ma," kata Tere sambil duduk di kursi meja makan. Tere pun mulai menyayangi Wina seperti dia menyayangi ibunya. Wina adalah ibu mertua yang tak beda dengan ibu kandung, dia baik, ramah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status