Share

Bab 4

Author: Ipak Munthe
last update Last Updated: 2024-12-17 03:54:12

Ayunda kembali terkesiap kala menyadari tatapan David begitu dingin padanya.

Kini keduanya tampak sangat asing, padahal dulunya pernah saling mencinta dan tak jarang bergenggaman tangan dengan erat.

Bahkan, ucapannya juga terdengar kasar dan asing di telinga wanita itu…..

Jauh berbeda dengan yang dulu. Tapi, apa yang dapat Ayunda harapkan dari suami orang?

Ayunda tersenyum getir. Namun, tiba-tiba ada gerakan dari dalam perutnya membuat Ayunda terkesiap.

Mata David juga tertuju pada perut Ayunda. Akan tetapi, seperti ada kebencian terhadap apa yang dia lihat saat ini.

David mengepalkan tangannya menahan rasa bencinya.

"Terima kasih, aku permisi," ucap Ayunda memilih tak peduli.

Dicopotnya selang infus di tangannya dengan terburu-buru.

Ada setitik darah yang keluar, tapi tidak masalah.

Sebab, itu tidak seberapa dibandingkan luka di hati yang terpaksa wanita itu sembunyikan dari semua orang, termasuk David.

Brugh!

Ayunda perlahan turun dari atas ranjang. Namun, seorang perawat mendatanginya.

"Nona, Anda mau ke mana?" tanyanya.

"Saya akan pulang," jawab Ayunda.

"Tapi keadaan Anda belum benar-benar pulih," ucap perawat itu lagi berusaha untuk menahan Ayunda.

Ayunda pun hanya memaksakan tersenyum sebagai jawaban, kemudian sang perawat pun melihat tangannya.

"Tangan Anda berdarah, Nona."

"Saya sudah lebih baik," jawab Ayunda.

Dia kemudian kembali melanjutkan langkah kakinya.

Tanpa ingin menutup luka di tangannya seperti yang disarankan oleh perawat.

Dia hanya ingin segera pergi dari hadapan David karena semakin lama berdekatan hanya membuat luka yang kian semakin dalam.

Sementara luka yang begitu besar di hatinya juga masih begitu terasa perih.

Tak dipedulikan Ayunda bahwa dia berjalan tanpa alas kaki.

Entah di mana sandalnya?

Mungkin terjatuh di tempat sebelumnya. Ayunda tidak menyadarinya.

Satu hal yang pasti.

Ayunda yang dulunya sangat manja dan takut dengan banyak hal, termasuk pada darah, kini terlihat seperti tidak perduli pada dirinya sendiri.

Hanya saja, begitu sampai di pintu gerbang rumah sakit, Ayunda kembali memutar badannya.

Ternyata David juga tak jauh di sana.

Keduanya saling menatap dalam diam meskipun berjarak beberapa meter tapi cukup jelas keduanya diam saling menatap satu sama lainnya.

Namun itu tak berlangsung lama karena Ayunda segera meminta taxi untuk mengantarkan dirinya ke tempat dia menepikan mobilnya.

Setelah memastikan dompet dan ponselnya aman, ia pun kembali ke rumahnya….

***

Sementara di kejauhan, David masih menatap Ayunda yang kini sudah sampai di rumah.

Entah mengapa dia mengikuti Ayunda.

Padahal tak ada niatan sama sekali, tapi tiba-tiba saja ia tersadar telah berada di sana.

Diperhatikannya dari kejauhan Ayunda yang turun dari mobil.

Hanya saja, wanita itu kembali tak sadarkan diri sambil memeluk sang Kakak.

Jelas keadaan Ayunda belum membaik namun memaksakan diri untuk segera pulang.

"Yunda," seru Zidan panik melihat sang adik yang sampai di rumah langsung jatuh pingsan.

Di sisi lain, David terkesiap. Tubuhnya rasanya ingin berlari menghampiri.

Namun, ditahannya.

Segera, ia memutuskan untuk segera pergi dari sana.

Rasanya tak perlu lagi untuk mengikuti Ayunda seperti ini.

Lagipula, gadis itu telah menjadi milik orang lain.

Bahkan sebentar lagi, akan menjadi seorang Ibu meski David sudah berjanji untuk menikahinya!

Hanya saja, kala David akan kembali melajukan mobil mewahnya, tiba-tiba saja terdengar suara klakson mobil dari arah berlawanan.

"David?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kudubun Korsely
seperti nyata
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 227

    Zidan mulai menatap foto yang terpajang pada dinding, disana ada foto Tere dan mendiang sang Mama. Kemudian ada foto tiga bersahabat, Tere, Ayunda dan Lisa. "Kayaknya ini diturunin aja deh," katanya sambil menarik kursi meja rias untuk dia naiki. Sepertinya Tere tidak ingin memajang foto dengan wajah salah satu sahabatnya yang seorang pengkhianat. Dengan tidak sabar Tere pun menaiki kursi dan akhirnya kehilangan keseimbangannya. "Aaaaa!" serunya sambil memegang foto di tangannya setelah berhasil dia ambil. "Tere," dengan cepat Zidan pun menahannya dan ternyata dia memeluk Tere, sialnya justru muka Zidan mengenai gundukan besar Tere. "Maaf, Mas, Tere nggak sengaja. Kayaknya kursinya udah nggak bagus," kata Tere sambil melepaskan dirinya. Zidan pun mengangguk sambil mengusap wajahnya. Mungkin tidak menyadari, tapi apa yang dirasakan sudah terlalu menegang. "Mas, nggak marah sama Tere kan?" tanya Tere memastikan. Mungkin dia begitu bahagia hingga jadi lebih banyak b

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 226

    Seperti kemarin, hari ini pun Tere harus duduk diam di sofa sambil memainkan ponselnya. Tidak ada yang menarik untuknya, tapi dia hanya diam saja. Hari-harinya sangat melelahkan sekali karena terasa hampa.Tujuan hidup tidak ada, menjalani dengan kehampaan dan hidup dengan orang yang tidak dia inginkan.Menyedihkan.Tere sudah putus asa, menurutnya tak ada lagi cahaya kebahagiaan untuk dirinya selamanya akan terkurung seperti ini. "Selamat pagi, Bos." Zidan pun menatap arah pintu dimana ada Reza di sana. Begitu juga dengan Tere. Reza yang memilih aman pun tidak menatap Tere sama sekali. Dia hanya fokus menatap sang Bos. Tapi Zidan yang sejenak berpikir keras jika mungkin Tere masih memiliki perasaan pada Reza. Tidak bisa dibiarkan.Reza pernah dicintai oleh Tere? Dia juga harus bisa, jika tidak hingga harga dirinya dihadapan Reza. "Bos, saya hanya ingin melaporkan tentang rumah nyonya Miska," kata Reza yang mengutarakan tujuannya. Tere yang semula sudah kembali m

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 225

    Benar saja saat malam harinya Zidan tidur di kamar, bahkan dia tidur lebih awal dengan alasan lelah. Padahal Tere ingin tidur dengan Wina. "Ma, Tere tidur di kamar tamu aja ya," pintanya pada Wina. "Kok di kamar tamu?" Tere tidak bisa mengungkapkan bahwa dirinya takut tidur satu ranjang dengan Zidan, dia takut peristiwa itu terulang lagi. Dia takut jika hamil lagi. "Sekarang kamu tidur sana, sebenarnya Papa sedang sakit. Jadi, Mama juga was-was jika tidak menjaganya," terang Wina. Tere pun merasa tidak enak hati mendengar ucapan Wina. "Ya udah, Mama balik ke kamar aja, Tere minta maaf ya, Ma." "Tidak perlu minta maaf, ingat! Kamu anak Mama." Tere pun mengangguk, dia sangat menyayangi Wina. Setelah Wina pergi kini dia pun menatap ranjang dimana ada Zidan di sana. Kemudian dia pun memilih untuk duduk di sisi lain. Dia masih menimbang-nimbang tidur di samping Zidan atau tidak. Sedangkan sofa sudah dipindahkan. Hingga Sesaat kemudian Zidan pun bangun, dia duduk

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 224

    "Kita kembali ke kantor ya?" kata Zidan dengan penuh harap. Tere pun menatapnya dengan tatapan nanar, dia ingin di rumah saja tapi bisakah Zidan mengerti. "Yuk," Zidan pun segera meraih tangannya agar segera pergi. "Aku di sini aja, pengen istirahat," Tere pun mencoba untuk menolak. "Ayolah, temani Mas ya," Zidan sedikit memaksa karena tidak bisa meninggalkan Tere sendiri. Mungkin di rumah tersebut ada banyak orang, tapi pasti Tere lebih memilih untuk berada di kamar dan sudah pasti dia hanya sendiri. Zidan takut Tere mencoba mengakhiri hidupnya lagi, Tere sudah putus asa. Jalan hidupnya seperti buntu, dia benar-benar tidak ingin melanjutkan hidupnya lagi. Sudah berulangkali dia mencoba untuk mengakhiri hidupnya tapi masih bisa dicegah. "Ayo," kata Zidan lagi yang tidak bisa mengambil resiko. Dengan terpaksa Tere pun kembali mengikuti Zidan, meskipun rasanya sangat lelah. Dimobil dia hanya diam, begitupun juga saat kembali ke kantor. Dia hanya diam sambil duduk di

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 223

    "Mas Zidan mode cemburu," celetuk Ayunda yang sudah berada di kamar sang Kakak. Bahkan Zidan juga baru menyadari, tapi tentunya Ayunda bisa masuk dengan mudah karena pintu masih terbuka lebar. Zidan pun segera melepas pelukannya dan dia mendekati sang adik, tanpa bicara dia mendorong sang adik untuk keluar dari kamarnya. "Cemburu tanda apa? Marah tanda apa? Kalau curiga itu karna.....nananaaaaaa......" sambil ditarik Ayunda mengejek Zidan sambil bernyanyi dan itu semakin membuat Zidan kesal bukan main. Setelah itu pintu pun terkunci, Zidan kembali menghampiri Tere yang kini masih berdiri di tempatnya dengan punggung yang bergetar. "Tere, bisa kan kamu maafin, Mas? Mas, nggak marah," kata Zidan lagi. "Aku udah cape hidup, kayaknya aku hidup cuma nyusahin orang aja. Hari ini Reza orang yang nggak bersalah sama sekali karena aku kehilangan pekerjaannya," jawab Tere. "Dia bersalah." "Dimana salahnya? Terlihat dia sangat membutuhkan pekerjaannya. Kamu ceraikan saja aku, aku

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 222

    Ting. Zidan pun tiba di lobi, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Tere. Ternyata matanya melihat orang tersebut yang sedang setengah berlari keluar dari lobi. Dengan cepat Zidan pun mengejarnya dan akhirnya dia pun berhasil meraih tangan Tere. "Kamu mau kemana?" tanya Zidan. Meskipun tangan Tere berusaha untuk lepas tapi Zidan tetap memegangnya dengan erat. "Aku capek, aku nggak ngerti lagi sama kamu. Aku udah nyerah, kayaknya aku mati aja," jawaban sambil menangis. "Kamu bicara apa? Aku minta maaf," Zidan terus berusaha untuk meredam emosi Tere. "Aku cape." "Aku minta maaf, kita balik ke dalam ya. Nggak enak dilihat sama orang." Tere pun menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Aku mau pulang, dan aku bisa pulang sendiri," ucapnya. "Tere, biar Mas antar." Zidan tak lagi melepaskan tangan Tere, dia tak mau Tere pulang sendiri. Zidan yakin jika dibiarkan dia tidak akan pulang ke rumah. Bahkan sepanjang perjalanan menuju rumah pun Tere ter

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 221

    Zidan terus menatap wajah Tere dengan tajam, dia tak sadar dirinya sedang menahan rasa marah yang begitu besar. Dia pun berjalan ke arah Tere dengan kedua tangannya di dalam sakunya. "Apa yang dikatakan oleh Ayunda benar?" tanyanya. Tere pun mendongkak menatapnya, tapi tak mengerti kenapa Zidan bertanya hal demikian. "JAWAB!" Katanya lagi dengan suara yang meninggi. Saat itu Tere pun tersentak mendengarnya dan dia pun cepat-cepat berdiri karena ketakutan. Zidan pun mulai sadar dengan ucapannya barusan. Zidan menarik napas dalam-dalam setelah menghembus dengan perlahan. Dia harus bisa menahan dirinya, jangan sampai emosinya tak terkendali. Kenapa dia lupa dengan keadaan Tere saat ini? Padahal Tere sudah tidak begitu ketakutan lagi saat berdekatan dengannya. Kini wajah gadis itu terlihat memucat dengan mata yang berkaca-kaca. "Maaf," kata Zidan dengan nada suara yang kini lebih pelan. Kemudian mengambil mineral dan diberikan pada Tere. Dengan tangan bergetar

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 220

    Zidan pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali, dia sedang tegang karena tak ingin malu pada Tere jika ketahuan berbohong. "Kemari lah," katanya menuju ranjang. Degh! Tere pun menggelengkan kepalanya karena takut. "Naik ke sini agar bisa memperbaiki dasi ini dengan benar," terang Zidan agar Tere tidak berpikir yang lainnya. Tere pun merasa lega, awalnya mengira bahwa Zidan akan melakukan hal sebelumnya. Ya, hal layaknya suami istri. Untuk satu itu dia tidak siap. Dia masih takut, Zidan kasar, selain itu dia juga takut hamil lagi, lagi-lagi dengan alasan yang sama. Entah sampai kapan dia akan seperti ini, tapi sungguh semuanya membuatnya merasa semakin was-was. "Tere," panggil Zidan. Tere pun mengangguk kemudian perlahan dia pun berdiri di atas ranjang dan kini dia yang lebih tinggi. Tere yang sedikit berjongkok membuat posisinya terlihat lebih condong. Tapi apa yang terjadi? Zidan malah memikirkan hal lain. Ya, dia memikirkan dada Tere yang sangat besar

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 219

    Dengan rasa kesal Zidan pun harus tidur di sofa ruang tamu. Dia tidak berkeinginan untuk tidur di kamar tamu. Sejenak pikirannya melayang jauh menembus gelapnya malam. Dia bertanya-tanya mengapa bisa semesta membuatnya berjodoh dengan Tere. Bahkan tanpa mengenal terlebih dahulu sebelumnya. Anehnya lagi Zidan mulai bisa menerima kenyataan ini, terutama setelah mengetahui bahwa Tere hancur berantakan karena dirinya. Setelah direnungkan lagi dia juga bingung kenapa bisa begitu kejam pada wanita yang sebenarnya tidak bersalah. Dendam memang mengerikan bahkan bisa membuat siapa saja gelap mata, begitu juga dengan Zidan. Jam terus berputar tapi dia tak juga bisa memejamkan matanya. Ada apa? Semenjak Tere dalam masa pemulihan dia terbiasa memeluknya agar tidak histeris dan juga menyakiti dirinya sendiri. Kini bukan Tere yang membutuhkannya, tapi sebaliknya, dia yang membutuhkan Tere untuk dijadikan sebagai bantal guling. Anehkan? Akhirnya setelah malam berlalu pagi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status