Share

Bab 5

Penulis: Ipak Munthe
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-17 05:06:24

"David?"

Dirga, ayah dari Zidan dan Ayunda, yang telah lama tidak bertemu dengan David seketika memanggilnya.

Akhirnya pria itu pun tidak bisa pergi begitu saja. "Tuan Dirga," sapanya ramah.

"Ayo, masuk! Kenapa hanya duduk diam di dalam mobil? Kamu pasti mau ketemu Zidan, kan?" tebak pria paruh baya itu akrab.

Dia tahu seperti apa kedekatan antara anaknya dan David.

Meskipun David pernah menjadi asisten anaknya, tapi mereka sudah bersahabat sejak lama. Bahkan, sudah dianggap seperti keluarga sendiri.

Hal ini membuat David semakin kesulitan untuk menolak.

Berjalan beriringan, keduanya pun masuk, sampai David tak sengaja melihat bingkai foto pernikahan Ayunda dan Erwin dipajang di ruang tamu….

Sejenak, pria itu bahkan mematung karenanya.

"Itu adalah foto pernikahan Ayunda, kamu tidak lupa seperti apa bocah itu membuatmu sibuk karena ulahnya yang bermacam-macam?" seloroh Dirga yang tak tahu pergulatan batin David saat ini.

Seketika itu juga David pun tersenyum tipis–mencoba menormalkan dirinya dari rasa cemburu luar biasa.

"Sekarang dia sudah menikah dan sepertinya jauh lebih dewasa," ucap David asal.

"Ya. Dia lebih kalem, tidak lagi banyak bicara, banyak tingkah dan hari-harinya hanya ke kampus atau di kamar," balas Dirga yang tidak ada hentinya berbicara, “jujur saja, kami sedikit merindukannya yang manja seperti dulu.”

"Loh ada David?" sapa Wina yang melihat wajah pria yang cukup dia kenali.

"Bu…." David pun mencium tangan Wina seperti biasanya.

Tampak masih ada keakraban diantara mereka berdua, meskipun cukup lama tidak bertemu.

"Kamu apa kabar? Kamu mau ketemu Zidan, ya?" tebak Wina dengan senyuman mengembang sempurna.

Sama seperti sang suami, dia tahu keakraban anak pertamanya itu dengan David.

"Iya dong, masa ketemu sama Yunda. Kan lucu," timpal Dirga yang dibalas tawa oleh Wina, merasa lucu dengan ucapan sang suami.

David sendiri hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Dirga.

Tidak ada yang berubah dari rumah tersebut.

Rasanya begitu banyak kenangan indah bersama dengan Ayunda di rumah tersebut, kecuali fakta bahwa wanita itu sudah menikah.

***

"David," sapa Zidan, "Gimana, sudah menikah atau belum? Mungkin saja kamu menikah tanpa mengundang sahabatmu ini, kan?"

Keduanya lalu berpelukan seperti layaknya lelaki.

David sendiri hanya tersenyum, tanpa ingin menceritakan apapun.

"Bagaimana dengan monyetmu?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Kau ini lama tidak bertemu malah menanyakan peliharaanku!" Zidan pun menepuk pundak David.

"Karena kulihat kau sehat. Jadi, tidak ada yang perlu ditanyakan lagi kan?" jawab David dengan konyolnya.

“Hadeuh, ke taman belakang aja. Lihat sendiri!”

Keduanya tertawa lalu menuju tempat yang dimaksud David.

Hanya saja, sesampainya di sana, keduanya justru melihat Ayunda yang tengah duduk di kursi taman sambil memunggungi keduanya. Punggungnya terlihat bergetar hebat.

Hal ini membuat Zidan penasaran dan segera menghampirinya.

Mengingat adiknya itu mengaku baru saja pingsan.

"Yunda, kamu kenapa?" tanya Zidan.

Ayunda pun cepat-cepat mengusap wajahnya yang basah karena air mata.

Kemudian dia pun menggelengkan kepalanya dengan cepat karena tak ingin sang Kakak khawatir. “Gapapa, Kak.”

"Astaga! Sekarang kamu lebih cengeng, ya. Tuh, ada David! Kamu nggak kangen ngerjain dia?" tanya Zidan.

"David?" tanya Ayunda bingung.

"Iya," Zidan pun kembali menjawab dengan yakin.

Gegas, Ayunda bangkit dari duduknya dan melihat kehadiran David lagi di hadapannya.

Mendadak janinnya kembali bergerak di dalam sana.

Ayunda sedikit meringis. Ini pertanda janinnya sehat, kan?

"Salaman, dong!” seloroh Zidan lagi, "David kasih selamat sama adikku ini. Kakaknya saja belum menikah, tapi dia sudah menikah terlebih dahulu."

Pria itu tertawa kecil yang dibalas tawa basa-basi oleh kedua pasangan mantan kekasih itu.

David pun melangkah lebih maju dengan tangganya yang mulai terangkat.

Di sisi lain, Ayunda tidak ingin membalas uluran tangan David.

Akan tetapi, rasanya tidak mungkin juga menolak di hadapan Kakaknya, kan?

Ayunda pun terpaksa membalasnya, sampai gerakan dari dalam perutnya kembali terasa.

"Aku permisi," pamitnya cepat.

Dia pun menundukkan kepalanya kemudian segera melangkahkan kakinya untuk segera pergi dari sana.

Sambil berjalan air matanya pun menetes tanpa tanpa henti.

Mengapa perasaannya semakin sensitif dan janinnya begitu aktif?

Wanita itu bahkan tak sadar jika Zidan memanggilnya.

"Aku tidak mengerti dengan bocah itu. Mungkin karena sedang hamil, ya?" keluh Zidan sambil menggaruk kepalanya, bingung.

Dia bahkan tak menyadari jika kedua tangan David kembali terkepal erat menahan rasa kecewa.

Dalam hati, pria itu bertanya-tanya, kenapa juga menolong Ayunda?

Seharusnya, dia membiarkan pengkhianat itu mati di sana.

Bukannya justru kembali turun dari mobil dan membawa ke rumah sakit!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 294

    Tere sendiri tidak yakin bisa makan nasi, tapi anehnya dia juga tidak bisa menolak tawaran Zidan. Manisnya, ini adalah impian yang tak mungkin dia lewatkan begitu saja. Ketika itu dia pun turun dari ranjang, kemudian dia mulai berjalan ke arah kamar mandi tapi dia malah menyenggol rokok Zidan yang diletakkan asal di atas meja. Tere pun perlahan berjongkok dan mengambilnya, ternyata bertepatan dengan Zidan yang masuk ke dalam kamar. Tapi mata Zidan tertuju pada tangan Tere yang memegang rokok miliknya. Tere pun tersadar dan cepat-cepat meletakkan kembali pada meja. "Tadi nggak sengaja kesenggol, Tere ambil lagi, maksudnya mau meletakkan pada meja lagi..." katanya dengan perasaan was-was. Dia takut Zidan mengira dia kembali merokok seperti dulu. Zidan pun mengangguk dan kembali melanjutkan langkah kakinya mendekati Tere. "Ini sarapannya, kita makan ya," kata Zidan. Tere pun mengangguk cepat, dia takut Zidan marah padanya. "Sini," Zidan punn menepuk sofa kosong di sam

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 293

    Keesokan harinya Zidan benar-benar telah mempersiapkan semuanya, awalnya rencana ini sudah dia simpan. Tapi ternyata menimbulkan kebimbangan di hati Tere. Dengan keadaan saat ini Tere membutuhkan ketenangan, diyakinkan sehingga dia pun memilih untuk mempercepat semuanya. "Mas, Tere minta maaf karena udah salah paham. Tere nggak papa kok nikah resminya abis lahiran aja," kata Tere yang merasa tidak enak. "Enggak, kita menikah resmi sekarang saja. Aku takut kamu terbebani lagi. Setelah kamu lahiran kita akan membuat resepsi saja agar orang-orang tahu kamu istriku," papar Zidan. Tere pun akhirnya diam saja dan menurut, karena Zidan benar-benar telah memutuskan semuanya. Mereka menikah di rumah masa kecil yang telah dibeli oleh Zidan, bahkan rumah tersebut dijadikan sebagai mahar. Awakmu Tere tak percaya tapi begitulah adanya ketika mendengar ucapan sakral pernikahan didepan penghulu. Sah.. Sah... Sah... Suasana terasa sangat hangat, Tere merasa Zidan benar-benar menci

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 192

    "Kamu tukar, Mas?" tanya Tere tak percaya. "Iya, aku tukar soalnya kamu nggak mau hamil anak ku." kata Zidan. "Nggak gitu, Mas..." Tere pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dia juga mendadak bingung setelah mendengar ucapan Zidan. "Terus apa?" "Aku takut kamu nggak peduli sama aku lagi, aku juga takut sewaktu-waktu kamu menceraikan aku. Aku nggak mau anak ku nggak bisa punya keluarga utuh..." Tere pun menatap wajah Zidan, dia menunggu Zidan bersuara. Tapi Zidan hanya diam saja seakan masih menunggunya untuk berbicara. "Pernikahan kita hanya siri... tidak ada yang boleh tahu, aku juga takut kamu menceraikan aku saat hamil, sudah pasti orang mengira aku hamil tanpa suami... gimana nasib anak ku..." lanjutnya. Zidan langsung saja memeluknya, ternyata Tere begitu terbebani dengan keadaan mereka saat ini. "Sebenarnya aku ingin menikahimu secara resmi, aku punya rencana, setelah pekerjaan ku selesai di luar kota kita akan menikah resmi, tapi waktu itu aku tahu kamu ha

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 291

    "Mas, istirahat duluan aja ke kamar," katanya. Sambil mencari pegangan, dia berusaha untuk tetap tenang saat rasa sakit yang kian semakin terasa. "Darah?" Zidan juga terkejut melihatnya. "Duluan aja, Mas. Nanti aku nyusul," kata Tere lagi dengan suara tenang. Tapi Zidan tidak mungkin pergi seperti yang dikatakan oleh Tere. Dia segera melarikan Tere ke rumah sakit. Namun, Tere terlihat hanya diam saja sambil duduk di samping Zidan yang mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Terlihat Zidan sangat pamit, tapi Tere tak ingin salah menilai sikap Zidan. Kini rasa sakitnya seakan sudah menjadi makanannya sehari-hari, hingga dia terlihat begitu tenang. Dia harus tenang agar janinnya tetap terselamatkan, meskipun sepertinya keadaannya sekarang sangat buruk. Dia harus bisa menahan semuanya sendirian, tak mau mengungkap rasa sakitnya karena dia sadar tak ada tempat untuknya berkeluh kesah. Bahkan ketika tiba di rumah sakit pun dia hanya diam saja. "Saya sudah berulang

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 290

    "Anda tidak boleh stress, lakukan sesuatu yang bisa membuat anda bahagia. Selagi itu positif tidak ada salahnya" Tere masih bisa mengingat apa yang dikatakan oleh sang dokter, keadaan rahimnya tidak seperti wanita pada umunya sehingga kesempatan untuk hamil lagi setelah ini pun terbilang sangat kecil. Rahimnya sudah lemah akibat obat terlarang yang sempat menguasai dirinya, keguguran yang dia alami sungguh menjadi ancaman buruk bagi dirinya. Dia harus bisa tenang untuk mengendalikan dirinya, dia berusaha untuk tidak panik dengan mencuci wajahnya beberapa kali. Bahkan tangannya terlihat bergetar hebat ketika membawa air untuk mencuci wajahnya. Dia menahan air mata agar tidak lagi menangis dan berharap bisa tenang. Tapi dobrakan pintu membuatnya menjadi seperti melayang karena syok dan dia pun mulai kehilangan kesadarannya. "Tere!" teriak Zidan ketika menyadari Tere mulai kehilangan keseimbangannya. "Tere, apa kamu baik-baik saja, Tere, bicara," kata Zidan sambil mengang

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 289

    Hari mulai larut dan Tere pun keluar dari kamar, sedangkan Zidan duduk di pos satpam untuk memastikan Tere tidak bisa pergi sendiri di hari yang sudah larut ini. Tak lama kemudian Tere pun terlihat berjalan ke arah pintu gerbang. Cepat-cepat Zidan pun menyusulnya bermaksud untuk menahannya agar tidak sampai keluar sendirian lagi. Tapi ternyata ada seorang pria pengantar makanan di sana. "Tere?" kata pria tersebut. Tere pun memperhatikan wajah pria itu, kemudian dia pun tersenyum karena mengenalinya. "Yudi?" kata Tere. "Apa kabar?" tanya Yudi sambil memberikan makanan padanya. Tere pun menerimanya, "Aku baik, kamu apa kabar?" "Baik juga, ini rumah kamu?" tanya Yudi sambil melihat rumah besar di hadapannya. Tere pun menggelengkan kepalanya, "Aku pembantu di sini," kata Tere. Degh! Jantung Zidan terasa berdetak kencang mendengarnya, dia yang berdiri tak jauh di belakang Tere merasa kesal. "Nggak mungkinlah, aku tahu kamu itu anak orang berada," kata Yudi sambil

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status