MasukTsar Alexandr memberi tahuku, bahwa ia telah mendapat tanggal yang apik untuk pernikahanku dengan cucunya. Dua bulan lagi. Aku pun setuju. Ia berharap itu bisa sedikit mengobati dukaku. Kupikir tadinya juga begitu. Mungkin kehadiran orang yang kunanti dan sangat kukasihi akan bisa menyejukkanku dari rasa sedih.
Sayang ... justru yang kurasa sekarang adalah kebimbangan.
Aku memandangi kosong air teh kecoklatan di cangkir porselen mahal. Suara detak jam riuh mengisi heningnya ruangan ini. Aku seperti tubuh kopong yang telah ditinggal oleh jiwanya. Hanya saja tubuh ini bisa bernapas. Sebetulnya sudah tak ada beda dengan seonggok bangkai yang kutemui terinjak di tanah berlumpur. Mereka-mereka yang telah kubinasakan hingga cuma bisa berkalang tanah.
Aku penasaran ... inikah ganjaranku setelah aku mewujudkan keinginan sebilah pedang untuk mengambil nyawa orang? Mungkin memang betul. Kutukan itu telah menderaku. Mungkin ini memang harga yang pantas kubayarkan. Bunda Su
Keesokan harinya aku memutuskan untuk menghabiskan waktu di kelab. Zolotoy Orel. Kelab nomor satu di kota. Aku tak memesan ruang VIP seperti saat itu. Aku masih tak ingin mencolok sebagai bangsawan bergelar Duke baru di dalam kelab. Kupesan beberapa makanan dan anggur impor terbaik. Aku membaca surat kabar hari ini sekedar untuk mengganti suasana. Aku cuma ingin bersantai sejenak sebelum aku kembali ke Kota Balazmir, ke kastilku dan membujuk diriku sendiri untuk menyiapkan pesta pernikahanku dengan Sofia. Untuk Ibu dan Vera.Tapi ... tidak tahu kenapa aku masih menyimpan sapu tangan putih yang sulamannya tidak terlalu ahli di saku celana. Padahal jelas-jelas aku akan menikah dengan tunanganku.Siang ini cukup ramai. Orang-orang berkumpul untuk makan siang bersama dengan rekan-rekan sejawat mereka. Sesama bangsawan, mungkin ksatria, pejabat dan orang-orang penting lainnya.Seorang pemuda di belakangku berceletuk. Dia dan seorang temannya menyantap hidangan mahal
Aku tak pernah mengunjungi bagian istana ini. Tak terlalu jauh dari aula pesta maupun bangunan utama istana. Aku tak pernah punya urusan di sini. Balkon panjang yang punya kursi-kursi keras menampilkan pemandangan kota. Aku menatapi bulan perak di langit sana. Sekali lagi aku merenung di tempat yang asing.Ingin sekali kubertanya apakah Ayah melihatku sekarang ini. Kumohonkan hembusan angin leluhur, hembusan angin roh Ayah untuk membelaiku dan membesarkan hatiku. Air mataku tumpah. Aku menangis dalam hening. Mengapa cinta bisa sesakit ini?Ini pesta debutante, pesta para bangsawan untuk mencari jodoh, mencari orang untuk dinikahi. Memang ... mereka akan mengesampingkan cinta dan mengutamakan status dan kedudukan agar keningratannya bisa lestari. Pernikahan tanpa cinta memang memungkinkan. Tapi ... pernikahan dengan rasa sakit? Dengan sebuah luka? Apa aku bisa melakukan itu?Kesibukanku memandangi langit terganggu dengan sebuah suara samar yang lain. Sayup-sayup
Meski aku telah melihatnya bercumbu bersama Pavel Konstantin, namun dadaku mengajukan penolakan luar biasa kepada cerita Sergei. Ia menolak begitu kuat dan dahsyat hingga terasa begitu nyeri. Aku masih tidak terima bahwa Sofia gadisku adalah wanita yang diceritakan oleh Sergei. Aku tidak ingin percaya itu. Kuharap ... apa yang diucapkan oleh mulut Sergei adalah omong kosong.Rasa sakitku, entah bagaimana cara mengobatinya. Namun ... di antara segala nestapa yang terjadi kepadaku, aku bersyukur kepada kondisi Ibu yang kian membaik. Ibu memang tidak boleh terlalu stres. Aku dan para pelayan sering mengajaknya berkeliling di taman dan pelataran. Kursi roda dari Stepan sangat berguna. Ia mulai bicara lebih banyak. Terkadang salah menganggapku sebagai Ayah, Leonid Korzakov. Tapi kadang juga ia memanggilku Alexey. Seperti ada dua orang di dalam satu tubuh.Vera dan Stepan telah kembali ke wilayah Grand Dukedom Durnovko. Vera bilang ia akan sering-sering berkunj
Aku kembali ke Kota Balazmir, ibukota Dukedom Korzakov. Iring-iringanku membawa seorang ksatria baru dari ibukota. Tak perlu berlama, segera kuminta seseorang dari barak untuk mengantar dan mendampingi Sergei kesana. Mereka sudah paham apa yang harus dilakukan pada rekrutan baru.Sementara, kebetulan sekali saat aku pulang Stepan ternyata datang berkunjung ke rumah. Kami makan siang bersama. Vera menjaga Ibu di kamar lantai dua."Bagaimana ibukota?" tanya Stepan kepadaku di saat makan siang."Yah, begitu-begitu saja sih.""Kau sudah resmi jadi seorang Duke sekarang," katanya. "Selamat, ya."Stepan berkunjung kemari untuk Vera. Mungkin karena sudah terlalu lama mereka tak serumah gara-gara Vera harus merawat Ibu. Gara-gara aku harus ke ibukota."Stepan ... aku akan menikahi Sofia dua bulan lagi."Tangan Stepan terhenti mengapung di udara bersama sendok supnya. Aku tahu apa yang ia pikirkan. Kuduga ia akan menentangku lagi seperti waktu
Hak seorang ksatria adalah bisa memilih tuannya. Jika mereka telah memilih seorang tuan, dan si tuan menerima ksatria itu, maka terjalin sebuah hubungan timbal balik di antara mereka. Si ksatria akan menjadi pelindung, bahkan rela mengorbankan nyawa demi melaksanakan perintah si tuan. Dan seorang tuan memberikan tempat bernaung, makanan, pakaian, juga bayaran untuk si ksatria. Begitu kira-kira.Ksatria-ksatria yang berada di bawah panji keluarga Korzakov, mereka dulunya bersumpah setia kepada Ayah. Lalu setelah Ayah tiada, mereka bersumpah setia kepadaku. Sudah secara otomatis menurun begitu. Tapi ... ini pertama kalinya aku mendapati seorang ksatria yang bersumpah setia padaku.Sergei. Sergei Belov.Pemuda ahli pedang rival bebuyutanku dulu.Kepalaku berat. Entah berapa banyak yang kuminum kemarin. Pakaianku telah berganti jadi baju tidur. Tubuh besarku tergeletak di ranjang yang kukenal. Di kamar utama wastu keluarga Korzakov di Santo Peterkov. Aku berm
Tsar Alexandr memberi tahuku, bahwa ia telah mendapat tanggal yang apik untuk pernikahanku dengan cucunya. Dua bulan lagi. Aku pun setuju. Ia berharap itu bisa sedikit mengobati dukaku. Kupikir tadinya juga begitu. Mungkin kehadiran orang yang kunanti dan sangat kukasihi akan bisa menyejukkanku dari rasa sedih.Sayang ... justru yang kurasa sekarang adalah kebimbangan.Aku memandangi kosong air teh kecoklatan di cangkir porselen mahal. Suara detak jam riuh mengisi heningnya ruangan ini. Aku seperti tubuh kopong yang telah ditinggal oleh jiwanya. Hanya saja tubuh ini bisa bernapas. Sebetulnya sudah tak ada beda dengan seonggok bangkai yang kutemui terinjak di tanah berlumpur. Mereka-mereka yang telah kubinasakan hingga cuma bisa berkalang tanah.Aku penasaran ... inikah ganjaranku setelah aku mewujudkan keinginan sebilah pedang untuk mengambil nyawa orang? Mungkin memang betul. Kutukan itu telah menderaku. Mungkin ini memang harga yang pantas kubayarkan. Bunda Su






