Part 7
Dia mertuaku, kenapa bisa ada dia sini. Apa disuruh mas Aldi?"Heh Ayu, dasar wanita licik. Sudah mengambil rumah sekarang perusahaan juga kau ambil!" serunya sambil berkacak pinggang. Sorot matanya menyimpan kebencian terhadapku. Lalu, mertuku mendekat dan menjambak rambut ini. Rasanya sakit, pak Sekuriti kewalahan dengan tenaga mertuaku.Karyawan lelaki pun ikut membantu menenangkan mertuaku. Namun, tak berhasil beliau terus menerus mengeluarkan kata pedasnya."Bu, lebih baik tanyakan saja pada mas Aldi kalau ini perusahaan siapa? Dan soal rumah memang kami sebelumnya sudah membuat surat perjanjian."Wajah mertuaku merah padam mungkin tak suka dengan jawabanku.k"Awas ya Ayu, urusan kita belum selesai!"Mertuaku berlalu sambil terus ngerocos."Bu Ayu, tidak apa?" tanya Mira dengan mimik wajah khawatir karena penampilan ku saat ini acak-acakan. Aku hanya mengangguk lalu masuk ruangan. Mataku menatap langit ruangan kubuang nafas kasar saat membayangkan mertuaku barusan. Harga diriku seperti diinjak-injak olehnya, masalah rumah tanggaku kini diketahui semua orang.Rasanya sangat lelah bukan tenaga lagi, tetapi pikiran juga. Keluarga mas Aldi masih saja menggangu ku. Semoga surat perceraian segera sampai padamu, mas."Permisi, Bu." Aku mengalihkan perhatian pada pintu yang diketuk."Masuk," titah ku ternyata dia sekertaris di tangannya membawa map hijau. Dia pun kusuruh duduk."Ada berkas yang harus diperiksa oleh Ibu. Ini tentang proyek baru kita. Akan tetapi, klien menginginkan Ibu sendiri yang terjun ke lapangan. Bagaimana?" ucapnya dengan sedikit ragu "kalau ini berhasil kita akan mendapatkan keuntungan besar."Aku menarik nafas dalam. Setelah dibaca memang benar ini proyek bukan main-main."Baiklah."Mira pun tersenyum hangat aku senang dengan cara kerjanya yang selalu rapih dan cepat. Waktu cepat berlalu kini kubereskan beberapa tumpukan map. Setelah itu meninggalkan ruangan. Namun, saat ingin pulang ada salah satu OB yang duduk di tangga. Pandangannya menatap kosong lekas kudekati."Pak, kenapa belum pulang?" tanyaku lembut, dia pun segera berdiri dan menunduk hormat. Lelaki paruh baya itu tidak berani menatap wajahku."Tidak usah seperti itu, Bapak kenapa masih di sini?"Dia pun mau mengangkat wajah keriput itu. Air mukanya muram lalu, bulir kristal itu terlihat menetes walaupun beberapa kali dihapus oleh tangannya."Sa-saya teringat istri sedang sakit, tetapi ....""Tetapi, kenapa Pak?""Saya tidak punya uang," jawabnya dengan menundukTuhan, Bapak ini tidak punya uang? Bukannya hari ini sudah gajian? Lalu, kenapa? Ada yang tidak beres."Bukannya hari ini gajian?"Bapak itu malah tersenyum, aku tidak begitu mengatahui para pegawai di sini. Semenjak mas Aldi yang mengurus hampir semua diganti. Entah alasan apa, aku juga tidak tahu. Aku terenyuh dengan ceritanya."Bapak tinggal di mana? Saya akan membawa berobat istrinya."Wajah Bapak itu berbinar saat aku mengatakannya. Kami pun pergi ke rumahnya yang ternyata tidak jauh dari kantor.Sekitar sepuluh menit kami sampai di rumah sakit. Pak Abdul namanya tadi di jalan dia sempat bercerita kalau dirinya baru dua tahun bekerja di perusahaanku.Aku harus mengubah semuanya, para karyawan harus mendapatkan fasilitas kesehatan. Tanpa terkecuali.Saat menunggu diluar tiba-tiba pandanganku teralihkan dengan sosok wanita yang kukenal."Bukannya itu Mila, tetapi kok bersama lelaki lain? Apa aku salah lihat?"Terlihat Mila sangat mesra dengan lelaki itu, sebenarnya siapa dia? Kenapa tidak dengan mas Aldi? Mila pun melangkah kearahku buru-buru kusembunyi ingin tahu saja apa yang dilakukannya di rumah sakit.Oiya, mau cek kandungan mau apalagi aku tertawa pelan."Mas jangan terus-terusan ketemu di tempat umum aku takut ketahuan. Aku belum dapat apa-apa," ujar Mila saat sudah dekat persembunyianku.Hah? Apa maksudnya?"Itu sudah dapat rumah, cukuplah buat kita hidup bersama. Lebih baik, kamu segera tinggalkan dia," balas lelaki itu"Itu rumah jelek, aku tahu rumah istrinya lebih bagus daripada punyaku. Namun, aku bingung sudah dua hari dia tidak kerja apalagi tinggal di rumahku."Apa? Jadi Mila tahu kalau suaminya sudah mempunyai istri? Apa dia juga mengetahui bahwa .... argghh aku benar-benar bodoh."Iya aku jadi gk bisa bebas ke rumah kalau ada suami kamu." Lelaki itu mencium bibir Mila dengan rakus.Astaghfirullah ini tempat umum jangan-jangan anak yang dikandungnya juga bukan anak mas Aldi, kalau iya. Sungguh miris nasib mu, mas.Tidak lama pak Abdul keluar bersama istrinya, syukurlah Mila sudah melewati tempat persembunyianku."Bagaimana Pak keadaan Ibu?" tanyaku"Dia hanya kecapean saja, setiap hari bekerja mengambil cucian tetangga."Tuhan, kasihan sekali mereka. Pak Abdul sangat menyayangi istrinya terbukti saat di kantor. Dia kebingungan mencari uang untuk istrinya. Andai saja aku dan mas Aldi seperti mereka, romantis sampai tua walaupun tanpa kehadiran seorang anak.Sebelumnya Pak Abdul cerita kalau dirinya tidak mempunyai anak. Usianya yang menginjak lima puluh tahun tetap semangat untuk menghidupi istrinya. Tak terasa sudut mataku berair."Terima kasih Bu, telah membayar serta mengantarkan kami pulang. Saya akan membayarnya kalau sudah gajian." Pak Abdul melirik sang istri."Tidak usah Pak, maaf atas kelalaian karyawan saya. Ini ada sedikit buat pegangan Bapak dan Istri semoga lekas sembuh."Pak Abdul menolaknya, tetapi aku memaksa untuk diterima karena tahu beliau tidak mempunyai uang. Kalau saja kedua orangtuaku masih ada mungkin sama dengannya.Tidak lama aku sampai di rumah dan langsung merebahkan tubuh ini di sofa lalu, pandanganku teralihkan dengan beberapa tumpukan berkas yang berserakan di lantai."Lho, kenapa berantakan?" Dahiku berkerut perasaan sebelum pergi lemari tempat penyimpanan data-data penting masih rapi.Aku pun gegas membereskan satu persatu. Mataku membulat saat sertifikat rumah ini tidak ada di tempatnya."Astaghfirullah kenapa bisa tidak ada?" pekikku panik siapa yang mengambilnya, rumah pun dikunci tidak ada tanda-tanda maling.Rumah maupun jendela masih bagus, sayangnya aku tidak pasang CCTV. Lalu, siapa? mas Aldi? Masa iya sih. Bagaimana ini kalau tidak ketemu, aku harus segera menghubungi pak Indra. Namun, nomernya tidak aktif.Sudah beberapa kali menghubungi, tetapi masih sama mungkin HP-nya mati. Nanti aku hubungi kembali."Sya, apa kamu tidak sibuk?" Aku menghubungi sahabatku Sasya."Buat lo, gue enggak pernah sibuk. Memannya lo?" sindirnya aku pun hanya bisa nyengir."Yasudah kalau begitu beb, ke rumah gue ada perlu banget. Jangan lama.""Cih, emang rumah situ dekat. Iya kali gue bisa ilang langsung nyampe sana," jawabnya penuh dengan ketawa ini yang aku suka dengannya. Ketika kalut ada saja tingkah lucu sehingga masalah yang kuhadapi tiba-tiba hilang.Akhirnya sambungan terputus aku merasa lega ada teman curhat. Tiba-tiba suara ketukan pintu membuatku menaikan satu alis."Hah? Masa sih dia sudah sampai, padahal jarak dari sini paling dua puluh meni. Lalu, siapa yang ketuk pintu? Kencang pula seperti penagih hutang."Aku pun berjalan pelan menuju pintu, tetapi setelah dibuka tidak ada siapapun diluar."Aneh? Masa iya dia ngeprank."Kututup pintu dan masuk kembali, baru saja dua langkah suara ketukan kembali terdengar. Aku mengepalkan kedua tangan siapa sih yang iseng. Nafasku memburu ingin kuhajar orang yang telah menganggu.Saat dibuka dan benar saja tidak ada orang kutatap sekeliling sampai keluar pagar, tak ada sama sekali."Niat sekali orang ini buat jengkel. Awas kalau sampai ketemu orangnya akan aku hajar. Tidak tahu saja kalau sudah marah, bagaimana?"Aku putuskan masuk kalau ada yang ketuk lagi tak akan kubuka. Akan tetapi, saat tanganku memegang daun pintu tiba-tiba tengkukku ada yang memukul. Sontak kupegang lalu, penglihatan kabur dan ambruk. Kepalaku sangat pusing tidak sadarkan diri.part 8Aku terbangun di sebuah ruangan yang serba putih. Saat membuka mata, aroma khas yang tercium di indera penciuman. Mataku terbuka secara perlahan, masih terasa pening yang kurasa. "Ayu, kamu sudah sadar?" tanya seorang wanita yang kukenal suaranya. Namun, penglihatanku belum jelas siapa itu. "maaf aku terlambat." "Aku tidak apa jangan merasa bersalah." Kupegang tangannya dan menatap wajah itu dengan jelas. Ternyata dia Syasya sahabat yang kuhubungi tadi. "Jangan bangun dulu enggak apa, kamu istirahat saja." Ah, dia lebay sekali lagian hanya bagian tengkuk saja yang sakit, aku bukan habis perang atau melakukan hal ekstrim lainnya."Sebenarnya siapa sih yang sudah melakukan ini padamu, apa punya musuh? Syukurnya aku segera datang, dia berhasil kabur. Kalau saja bisa kutangkap akan dipastikan masuk penjara." Syasya mengepalkan kedua tangannya. Ada kilatan marah di wajah cantik itu. Rasanya sangat senang memiliki sahabat yang ada saat suka maupun duka. Kami berteman dari SMP, s
Part 9Pagi-pagi terdengar riuh dari luar rumah, kami yang tengah sarapan saling pandang."Ada apa?" tanya Syasya kepadakuAku pun bangkit dan menuju pintu kenapa seperti banyak orang. Saat pertama kali keluar, aroma busuk menyeruak di indra penciuman sontak menutup hidung.Bau apa ini? Kenapa begitu menyengat sekali. Kuhampiri Ibu-Ibu yang berkumpul di depan rumah jumlahnya sekitar lima orang."Eh, Mbak Ayu," tanya si Ibu gemuk dengan tangan yang sama sepertiku"Bu, ini bau apa ya, kok sampai tercium sampai ke dalam," balasku yang langsung pada intinya."Entahlah Bu, kami semua sedang belanja sayur tiba-tiba mencium aroma busuk dan berasal dari sini. Saya mau mengetuk pintu, tetapi ... sukurlah kalau Mba sudah keluar."Rumahku berada di komplek. Jadi, tiap pagi pasti ada Ibu- Ibu yang membeli sayur kepada pedagang gerobak. Aku jarang nimbrung karena mas Aldi melarang katanya mereka suka gosip."Eh, pantas saja baunya sangat menyengat," ujarku dengan tersenyum.Tiba-tiba salah satu dar
Part 10Suara seseorang yang ingin kuhindari saat ini ternyata ada di hadapanku. Saking tidak ingin bertemu, aku lupa kalau dia investor terbesar di perusahaan ini. Kalau saja mas Aldi tidak melakukan kecurangan mungkin tak akan menerima tawaran dari Daren. Aku menghela nafas panjang menetralkan degup jantung yang tak beraturan entah mengapa saat bertemu dengannya ada rasa gugup. "Hari ini saya mau melihat perkembangan proyek yang kita jalankan," ucapnya membuyarkan lamunanku. Dia sangat profesional saat bekerja tidak berbasa-basi. "Baik," jawabku singkat. Lalu, mengambil tas kecil dan beberapa berkas lainnya. Tidak lama kami meninggalkan ruangan. Tiba-tiba terdengar suara wanita yang tengah marah-marah membuatku penasaran dan mempercepat langkah. Saat tiba di lobi, aku melihat pak sekuriti tengah memegang kedua tangan wanita itu, dia meronta-ronta ingin dilepaskan. "Apa kalian tidak tahu kalau saya istri dari pemilik perusahaan ini dan saya akan pastikan kalian dipecat," ungkapn
Part 11Aku masih berpikir positif mungkin ada yang korslet. Setelah kepergian mas Aldi dan ibunya banyak kejadian janggal di rumah ini. Apa jangan-jangan ini ulah mantan mertuaku. Akan tetapi, aku belum menemukan bukti. Aku membuka pintu secara perlahan untuk menghidupkan saklar. Belum sempat dinyalakan, tiba-tiba mulutku ada yang membekap."Mmmmhhhh!" jeritku yang tertahanOrang itu tetap tidak melepaskan tangannya yang berada di mulut. Aku memberontak sekuat tenaga tubuh digerakkan. Namun, nihil usahaku sia-sia. "Kamu tidak akan bisa lepas." Suara itu seperti orang yang kukenal. Siapa dia? Aku Menggeleng pelan tidak mungkin dia."Awww," pekikku saat bahu ini ada yang memukul pandangan mulai kabur dan terkulai lemas. ****"Siram dia!" Samar-samar mendengar suara yang tak asing di telinga sebelum mereka menyiram, mata ini berhasil terbuka dengan lebar. "O, bagus kamu sudah sadar," ucapnya sambil menyilangkan tangan di atas dada. Aku membalalakan mata saat melihatnya. Kenapa ha
Part 12Syasya terus saja mendorong tubuhku ke pinggir jurang. "Sya aku mohon jangan lakuin ini padaku," ujarku dengan tubuh bergetar"Apa kamu takut hah?" jawabnya. Terlihat mata dia merah rambut panjangnya acak-acakan menutupi sebagian wajah. Aku sungguh tak percaya kalau di hadapanku saat ini Syasya orang yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri. Seandainya kalau aku tahu mas Aldi tungannganya tak akan pernah mau menikah dengannya. "Sebelum kau tiada, apa ada kata-kata yang ingin disampaikan?" Syasya kembali berkata entah mengapa melihat tatapannya bulu kudukku meremang. "Sya, ingat kamu orang baik. Kita pernah saling menyanyangi satu sama lain." "Jangan lanjutkan. Sekarang enyahlah!" teriaknya menggelegar"Aaaa arrrggghhh, tolong!" teriakku dengan kencang. Satu tanganku berhasil memegang akar pohon yang tidak terlalu besar. Suara air begitu jelas di telinga membuatku makin takut. "Mati saja dirimu. Ini yang aku tunggu- tunggu." Setelah berucap demikian aku tak lagi mel
part 13"Aku sudah mengetahui semuanya. Kamu harus bangkit, Yu. Proyek kita harus tetap berjalan," ungkapnya mengalihkan pembicaraan kami. Mungkin Daren tidak mau buru-buru, aku menyerngit saat dirinya .berkata mengetahui? "jangan terlalu dipikirkan, lebih baik fokus sama kesehatan."Daren mengajakku masuk untuk makan bersama, dia sangat peka sekali apa aku mulai ... ah tidak, saat ini harus pikirkan kesehatan batinku dulu. Setelah itu, aku ingin membalaskan rasa sakit pada mereka.Waktu cepat berlalu sudah tiga hari aku berada di sini. Setelah percakapan waktu itu aku tak pernah melihat Daren lagi entah ke mana. Mungkin saja dia sibuk, aku tak boleh diam seperti ini terus. Kuedarkan pandangan keseluruh sudut ruangan, mata ini berhenti di salah satu lemari kaca yang di dalamnya ada sebuah laptop.Aku berjalan secara perlahan dan membuka. "Maafkan aku Daren telah lancang mengambil. Nanti akan kuganti."Segera kulangkahkan kaki menuju atas yang menjadi tempat tidurku selama di sini. L
Bab 14 Setiba di rumah aku langsung menjatuhkan bo*ong ini di sofa ruang tamu. Nafasku masih tidak beraturan memikirkan hal tadi. Beruntungnya Daren dapat mengalihkan mereka sehingga tak ketahuan. Pikiranku melayang sebelum pulang. Di perjalanan aku melihat seorang Ibu- Ibu yang sudah tidak muda sedang mencari sesuatu di tong sampah. Badannya seperti kukenal saat dia membalikan tubuh sontak kedua tangan menutupi mulut tak percaya.Itu mantan mertuaku mengapa beliau mengacak-acak tong sampah. Ingin rasanya kuhampiri, tetapi … tanpa pikir panjang segera turun dari taksi yang membawaku pulang."Bu," panggilku dengan lembutWajah keriput itu sangat kaget melihat kedatanganku. Dia langsung berlari meninggalkan tanpa hiraukan panggilanku yang terus memanggilnya."Ibu tunggu. Kenapa bisa ada di sini?" teriakku. Namun, hanya sia-sia gegas kuperceoat langkah supaya bisa menyusulnya. Nafasku terengah-engah seraya memegang dada dan berhenti sejenak. Ibu terus berlari menjauh sesekali beliau me
Part 15Daren mencekal tanganku lalu berkata, "Aku ingin segera menghalalkanmu." Apa katanya? Dia ingin menghalalkanku?"Maksud kamu bagaimana? Bukannya kamu akan melamar wanita lain? Kenapa bicara itu padaku." Sejujurnya hatiku sudah bahagia saat dirinya mengungkapkan itu. Namun, aku tak boleh bahagia dulu. "Wanita itu kamu, Ayu." Tatapan kami saling bertemu sorot matanya tajam tak ada kebohongan. Kualihkan pandangan karena tidak sanggup melihat lama-lama. Wajah teduhnya membuat hatiku tentram."A-aku." "Masa idahmu akan segera berakhir. Aku mau kita melangsungkan pernikahan. Ibuku akan datang besok, beliau sudah tidak sabar ingin segera bertemu denganmu." Aku tak bisa lagi berkata-kata perlakuannya yang baik membuatku luluh padanya. Sehingga aku mengangguk pelan dan membuatnya berjingkrak bahagia."Serius kamu mau?" tanyanya lagi memastikan"Iya aku mau," jawabku malu-maluDia langsung memelukku beberapa kali mengecup pucuk kepala. Tangan satunya dilingkarkan di pinggang, begi