Share

part 6

Part 6

"Halo kita bertemu kembali," ujarnya dengan tersenyum. Mengapa harus dia sih, sebenarnya aku tak mau bertemu lagi dengannya. Sudah cukup kemarin pertemuan terakhir. Aku tak mau membawa dirinya dalam masalah.

Pasti Ibu mertua akan mencari bukti kalau aku selingkuh, padahal kami bertemu secara tak sengaja. Lalu? Sekarang malah bekerja sama dengannya. Apa yang harus kulakukan? Sebelumnya kami pernah bertemu dan tak sengaja mertuaku melihat kami sedang berdua.

"Ja-jadi kamu," kataku sedikit tercekat. Ini seperti mimpi. Tuhan, mengapa aku harus dipertemukan lagi dengannya. Dia Daren temanku. Apa tidak ada orang lain selain dia?

Daren duduk, kini kami saling berhadapan tatapannya terus mengarah padaku. Sorot matanya seperti menyimpan kerinduan.

Ah jangan berpikiran yang aneh. Sadar Ayu dia itu sekarang rekan kerja. Jadi, kamu harus tersenyum ramah.

"Yu, maaf soal kemarin. Pasti mertuamu mengira yang tidak-tidak. Aku sangat menyesal memaksamu untuk makan bareng." Daren tertunduk. Aku jadi merasa bersalah, padahal mertuaku memang seperti itu menuduh tanpa bukti.

"Tidak apa, maafkan mertuaku yang telah menuduh yang tidak-tidak. Sebaiknya kita bahas kerja sama yang akan kita lakukan. Maaf, aku tak mau membahas masalah pribadi."

Daren tersenyum tipis dia pun mengangguk, lalu kuberikan berkas kerja sama. Dia terlihat serius saat membaca lembar demi lembar berkas itu. Di sana juga tertulis kalau dari salah satu pihak membatalkan kerja sama secara sepihak, dan tanpa adanya kejelasan maka harus membayar finalti sebesar dua kali lipat dengan modal yang diberikan.

"Saya sudah membaca dan mentandatanginya. Senang bekerja sama dengan perusahaan ini." Daren menjabat tanganku. Kali ini dia profesional tidak mencampurkan urusan pribadi. Aku suka kalau seperti ini.

"Terima kasih telah mau bekerja sama dengan perusahaan kami, Pak Daren," kataku penuh penekanan. Aku ingin mengingatkan dirinya kalau kita hanya sebatas klien tidak lebih. Karena dari tatapan matanya saat menatapku ada sorot kerinduan. Entahlah, mungkin hanya persaanku saja.

Karena semuanya telah selesai, Daren pamit pergi. Aku tahu dia orangnya sangat sibuk. Bahkan, perusahaannya mempunyai beberapa cabang di Indonesia. Aku bangga padanya di usia yang masih muda sudah memiliki banyak karyawan. Dia sangat gigih dalam berkarir, kalau sudah mempunyai keinginan pasti akan terus dikejar sebelum tercapai. Begitu yang kutahu sifat dia.

"Syukurlah semuanya berjalan dengan lancar, semoga ke depannya perusahaan maju seperti Papa dahulu. Aku harus memulai dari awal karena ada sebagian klien yang pergi walaupun aku memberikan harga yang sangat murah."

Aku menatap langit ruangan membayangkan kehidupan selanjutnya. Pasti akan terasa berat kareba sekarang tanggung jawabku makin besar. Ku menarik nafas dalam-dalam. Di atas meja masih banyak tumpukan berkas yang belum aku periksa. Sekitar dua jam berkutat dengan berkas dan beberapa email yang dikirim Mira akhirnya selesai juga untuk hari ini. Kuregangkan otot kepala dan tangan. Sudah lama tak bekerja seperti ini pastinya akan terasa pegal.

"Alhamdulillah sekarang perusahaan sudah stabil, semoga kedepannya lebih maju."

Aku harus secepatnya mengurus surat perceraian.

Rasanya aku menyimpan nomer pengacara. Semenjak kepergian Papa, aku tidak pernah menghubungi pak Indra -- pengacara --.Aku pun mendial nomernya beberapa detik kemudian sambungan pun terhubung.

"Halo Bu Ayu, ada yang bisa saya bantu?" ucapnya

"Iya Pak Indra. Kalau bisa siang nanti kita bertemu di restoran Fens."

Semoga saja pak Indra bisa bertemu aku akan memberikan bukti-bukti perselingkuhan mas Aldi untuk menggungatnya.

"Bisa Bu, kalau begitu saya tunggu."

Hatiku merasa lega semoga ini jalan yang terbaik. Aku tak mau di madu, biarkan mereka bahagia dan aku bahagia dengan caraku sendiri tanpa adanya suami. Sambungan pun terputus membuatku sedikit lega. Semoga setelah ini aku benar-benar bebas dari kedua manusia itu.

Waktu yang ditunggu telah tiba, Pak Indra sudah ada di restoran terlihat dia melirik jam yang ada di tangannya. Mungkin sudah lama beliau berada di sini.

"Maaf, Pak saya telat datang," sapaku sambil mengulurkan tangan. Pak Indra tersenyum hangat. Beliau adalah pengacara yang sering kami minta bantuannya. Karena kerjaannya sangat bagus dan tidak akan membuat kecewa.

"Bagaimana, Bu Ayu?" tanyanya sedikit panik. Karena sudah lama juga kami tidak menghubunginya.

"Saya ingin menggugat suami saya, Pak. Dia selingkuh dan kami sudah membuat surat perjanjian. Ini." Ku sodorkan surat beberpa tahun lalu saat kamu menikah. Awalnya terlihat konyol. Kenapa harus ada surat perjanjian seperti itu.

Dulu mas Aldi yang menginginkannya. Entah kenapa, dia berpikir membuat surat itu yang isinya. Di mana salah satu dari kitab yang berkhianat maka harus keluar dari rumah tanpa membawa apapun. Tidak ada harta gono-gini yang akan diperbutkan. Aku menolaknya, tetapi waktu dia memaksa. Dan setelah mentandangani surat itu mas Aldi berubah dingin. Tak ada lagi tegur sapa yang ada dia selalu marah-marah. Dan aku tetap bertahan karena mengingat amanat Papa yang tak boleh berpisah bagimanapun keadaan suamiku kala itu.

Cairan bening menetes di pipi tak kusangka selama tiga tahun bertahan pada akhirnya kami berpisah karena dia menikah secara diam-diam. Dan ya, terpaksa mas Aldi harus keluar tanpa membawa apapun dia terjebak dalam permainannya sendiri. Mungkin, saat itu maa Aldi akan mengira kalau aku yang akan berkhianat mengingat dirinya berubah dingin. Bahkan, aku jarang disentuh bagaimana layaknya suami istri.

"Bu Ayu. Ini sangat gampang. Apalagi pak Aldi mentandangani di atas materai."

Aku mengusap mata yang terus mengeluarkan isinya. "Iya Pak, saya akan serahkan semuanya." Aku juga memberikan foto pernikahan maa Aldi dengan Mila. Mereka terlihat sangat bahagia seperti tidak ada paksaan sama sekali. Apalagi ibunya terlihat berbinar.

Keluarga yang harmonis.

Sudut bibirku sedikit terangkat, membayangkan istri sah datang ke pernikahan suami yang tak kuinginkan. Betapa bodohnya aku saat itu percaya saja kalau dirinya sedang dinas keluar kota. Ibu mertua juga mengetahuinya.

"Baik, Bu Ayu saya pamit dulu. Tunggu kabar dari saya." Kami pun bersalaman kembali. Pak Indra seperti tengah buru-buru dia keluar terlebih dahulu.

Aku masih duduk di restoran ini, sambil meminum jus alpokat. Ku tarik nafas dan membuangnya secara perlahan. Setelah pikiran tenang aku kembali ke kantor. Sedari tadi Mira menghubungi terus katanya ada seseorang yang marah-marah dan menanyakan aku terus.

Siapa yang marah-marah padaku. Dan kenapa juga harus ke kantor.

Gegas ku percepat laju mobil karena takut orang itu membuat keributan yang lebih parah. Ini akan mengganggu para karyawan yang sedang fokus bekerja. Sekitar sepuluh menit aku sampai, kini ku percepat langkah untuk mencari siapa yang telah membuat onar. Benar saja baru masuk sudah terdengar makian dari orang itu entah apa yang diucapkan karean tidak begitu jelas.

"Bu Ayu, lebih baik jangan bertemu dengan orang gila itu. Takutnya terjadi apa-apa pak sekuruti tak sanggup untuk menahannya," ujar Mira khawatir. Namun, ku tak hiraukan karena kalau aku tidak menemuinya pasti akan membuat onar terus.

"Dia ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status