Hari minggu, kebetulan libur kerja dan Weni sengaja bermalas-malasan di rumah mertuanya. Meli hari ini juga malas bertemu Weni meski sementara waktu tinggal di rumahnya."Ratna, makanan sudah siap?" "Sudah, Nyonya!" Meli membuka tudung saji dan menu sarapan sudah terhidang di meja. Meli gegas menikmati sarapan tanpa memanggil Weni terlebih dahulu. Tiba-tiba Weni keluar dari kamar dan menghampiri meja makan. Melihat Weni rasanya kesal sekali karena gagal mendapatkan sertifikat rumah Faridah."Pagi, Ma!" "Hmm," malas sekali Meli saat menjawab sapaan Weni."Mama selesai makan dan sekarang mau rebahan!""Tumben mama nggak nemenin Weni?" Weni merasa aneh dengan Meli. Biasanya Meli akan menemani sekedar mengobrol bersama Weni di saat makan."Mama lagi nggak mood aja," sahut Meli."Mama ada rencana lagi untuk merebut sertifikat itu kah?" Seketika kedua mata Meli berbinar mendengar ucapan Weni. Meli ingin sekali menguasai uang hasil penjualan rumah milik Faridah. Meli kembali duduk bersama
Keduanya kembali ke kediamannya dengan suka cita. Keynan yang selalu dianggapmya beban sudah bersama Neneknya dan sebentar lagi rumah Faridah akan menjadi jatuh ke tangannya."Mama nggak sabar bisa segera jual rumah itu, Wen!" "Weni juga, Ma. Lokasi rumah cukup bagus dan pasti harganya terbilang lumayan!" Weni sudah membayangkan hasil penjualan rumah Faridah. Meski lokasi kampung berada di pinggiran kota namun harga tanah di sana termasuk cukup lumayan. Mereka sudah larut dalam khayalan menikmati uang dalam jumlah besar."Aku bisa beli berlian itu!" Gumam Meli."Aku akan menjadi wanita paling keren karena perhiasan terbaruku!" Weni mulai membayangkan dirinya menjadi pusat perhatian karena penampilannya. Terlihat cukup norak, tetapi ini adalah pilihan Weni.Pagi itu, Ratna yang mengetahui rencana majikannya, segera kembali menghubungi Fatma. Ratna hanya ingin menyampaikan rencana jahat Weni dan Meli kepada salah satu anggota keluarga Faridah. Kesempatan bagi Ratna ketika majikannya t
Seminggu sudah Keynan tinggal bersama Faridah dan kini Weni bersiap berangkat ke rumah Faridah. Weni sudah membawa keperluan pribadinya selama menginap semalam di rumah Faridah. Meli bertugas menyiapkan buah tangan yang akan dibawanya ke kampung."Tidak apa berkorban kue, asalkan bisa dapat ganti yang lebih banyak," Meli mulai membayangkan sejumlah uanh yang dimilikinya sebentar lagi. "Sarapan dulu, Wen!" Meli dengan pura-pura baik meminta Weni sarapan sebelum menjalankan rencana."Doakan Weni berhasil, Ma!" Tanpa diminta, Meli selalu berharap jika Weni berhasil membawa sertifikat rumah Faridah. Weni melajukan mobilnya menuju ke kediaman Faridah, hati begitu senang karena rencana sebentar lagi akan dijalankan. Tepat di persimpangan, kedua netra Weni menangkap sosok yang dikenalnya. Aris tengah tertawa dan terlihat mesra bersama wanita lain. Wanita dengan perut membuncit sedang bermesraan dengan lelaki mirip suaminya. Weni menghentikan mobilnya sejenak dan kembali melihat sosok mirip
Usai shalat isya, Faridah, Weni dan Fatma duduk di ruang tamu. Ruang tamu tanpa perabot mewah, hanya terdapat kursi terbuat dari rotan yang jika diduduki akan menimbulkan suara. Di depan meja terdapat sebuah sertifikat yang selama ini diinginkan Weni."Langsung berikan saja deh, Bu!" Weni seakan tidak sabar mendapatkan surat berharga ini."Kamu boleh mendapatkannya, dengan sebuah syarat!" Seketika Weni memutar bola matanya dengan malas. Weni malas sekali melakukan syarat yang akan diajukan Faridah."Ajukan aja syaratnya, Bu!" Faridah menatap sayu ke arah Weni. Benar-benar Weni di luar dugaan, Weni menatap remeh kepada Faridah seakan syarat yang diajukan sangatlah mudah baginya."Jika kamu menginginkan sertifikat ini, tinggallah disini selama tiga puluh tiga hari!" "Bagaimana dengan pekerjaanku, Bu? Aku kerja bukan pengangguran seperti dia!" Celetuk Weni sambil melirik ke arah Fatma. Jujur saja, Fatma tersinggung sekali namun Fatma tetap bersabar demi tidak terjadi kegaduhan karena em
Kini Weni seperti diawasi oleh Faridah di rumahnya sendiri. Setiap dhuhur, Faridah mengingatkan untuk melaksanakan kewajibannya. Permulaan cukup bagus karena ada Faridah yang selalu mengingatkan. Hari ini Weni mulai bekerja kembali. Faridah seperti biasa membantu menyiapkan sarapan sedangkan Weni diharuskan mengurus Keynan. Meski Weni mengurus Keynan, tatapan dan sikap mereka berdua sama-sama dingin."Apa itu, Bu?""Supaya kamu tetap ingat pada shalatmu!" Faridah memberikan sebuah mukenah yang bisa dibawa kemana-mana. Weni memasukkan ke dalam tas kerja dan pergi begitu saja tanpa berpamitan. Faridah menggeleng pelan sikap anak sulungnya yang mulai kehilangan adab. Tak lupa, Faridah selalu mendoakan apapun yang terbaik kepada Weni.Hari ini Meli tidak datang ke rumah Weni karena sedang ada waktu khusus bersama Marisa untuk ke salon. Marisa bersama sopirnya menjemput Meli di kediamannya. Terlihat sekali Meli sangat menyayangi Marisa, sanhat berbeda jika bertemu dengn Weni."Cantik sek
Karena foto tersebut, malam ini Weni benar-benar tidak bisa tidur. Apalagi nomor ponsel Aris tidak bisa dihubungi. Pikirannya larut dengan foto dengan postur tubuh mirip sekali dengan Aris."Bagaimana jika itu benar?" Weni kembalu menatap foto tersebut. Wajahnya memang sengaja diburamkan oleh pengirimnya, namun postur tubuh tidak bisa membohongi.Keesokan harinya, Weni sengaja mengambil cuti memastikan foto tersebut. Weni bersiap ke rumah Meli berharap ada titik terang tentang lelaki yang ada di foto tersebut. Melihat kedatangan mobil Weni, Meli bersiap pura-0ura baik di depan Weni."Ada sesuatu yang membawamu pagi-pagi kemari, Sayang?" Meli dan Weni duduk di teras rumah. "Ma, nomor Mas Aris tdak bisa dihubungi dan ada seseorang yang mengirim foto ini," Meli melihat foto sepasang kekasih namun wajah diburamkan. Meli pun bisa tahu jika pemilik postur tersebut adalah Aris anaknya sendiri. Weni khawatir jika hubungan Aris dengan Marisa akan terbongkar."Sialan! Siapa yang mengirim foto
Keesokan harinya, semua berjalan seperti biasa. Pagi berangkat bekerja meski harus mengurus Keynan terlebih dahulu dan pulang saat sore hari. Meskipun masih bersikap dingin namun Keynan sudah mau menjawab pertanyaan Weni. Sore ini Aris memenuhi janjinya, yaitu pulang ke rumah setelah berdinas di luar kota. Temtu saja kedatangan Aris disambut bahagia oleh Weni. Namun hanya Faridah yang merasa aneh dengan kedatangan Aris. Faridah merasa ada sesuatu yang disembunyikan Aris. Kedatangan Aris tiba-tiba membuat Faridah begitu membencinya meski tidak ada alasan yang mendukungnya. Meski pulanh dari alasan dinas, namun sama sekali tidak ada niatan untuk memanggil Keynan. Keynan seperti tidak dianggap keberadaannya. Makan malam bahkan Aris memesan dari luar. Namun yang menikmati hanya Aris dan Weni saja."Mungkin bulan depan, Mas akan dinas agak lama. Maklum, tuntutan pekerjaan."Mulut Weni seakan kaku mendengar perkataan dari mulut Aris. Ucapan yang paling dia benci yaitu jauh dari suaminya. W
Weni mencari tahu lokasi foto tersebut di ambil. Weni penasaran dengan niat seseorang yang mengirim foto itu kepadanya. Ada rasa ingin tahu untuk membuktikan foto yang dikirim nomor tidak dikenalnya.[Tolong siapa yang ada di foto itu, dan apa maksudmu!] Weni berharap ada titik terang yang membuatnya gelisah akhir-akhir ini.[Kau pasti sudah tahu sosok yang sengaja kuburamkan] balasan dari pengirim foto tersebut.[Beritahu aku lokasi klinik kandungan yang mereka datangi] Weni tidak tahan lagi harus berdiam diri mengabaikan rasa penasarannya.Tak berapa lama, sebuah alamat klinik kandungan terkirim ke nomer ponsel Weni. Weni berencana untuk mendatangi klinik tersebut setelah bekerja. Weni mencoba menghubungi Aris agak siang namun lagi-lagi nomor ponselnya tidak aktif.Sepulang kerja, Weni mendatangi lokasi klinik. Weni mendatangi bagian administrasi dan menanyakan nama pasien yang datang. Awalnya, pihak admin merahasiakan daftar pasien yang berkunjung, namun Weni memberikan alasan yang