Share

Kenyataan pahit.

Tanpa sedikitpun merasa bersalah mas Arman justru menggandeng mesra Nita dan sengaja membuatku semakin terbakar oleh api cemburu.

"Makanya jangan terlalu pede dulu, aku menikahimu karena Kayla tidak cocok dengan Nita, aku juga butuh orang untuk mengurus rumah dan menjaga Kayla,"

"Apa katamu Mas?" tanyaku masih tak percaya dengan ucapan mas Arman.

"Aku menikahimu supaya ada yang menjaga kayla," 

"Jadi kamu cuma anggap aku baby sister anakmu Mas?"

"No, no lebih tepatnya babu gratisan," balas Nita disertai tawa oleh keduanya.

"Sadar diri dong, nggak mungkin seorang mas Arman jatuh cinta sama perempuan miskin kayak kamu nggak pantes," lanjutnya.

Tanpa memperdulikan keberadaan dan kekecewaanku Mas Arman dan kekasihnya pergi sambil terus menertawakan penderitaanku.

Banjir sudah buliran air bening ini ke pipi, sakit, sedih, kecewa, marah semua menjadi satu mengapa ini harus terjadi padamu Anisa.... dosa apa yang telah kau berbuat hingga harus menanggung semua Kenyataan pahit ini.

"Mama....... Mama kenapa nangis?" suara Kayla menyandarkanku, segera ku hapus sisa-sisa air mata dengan cepat.

"Nggak kok Mama Nisa gak nangis cuma kelilipan debu aja," kilahku.

"Mama gak usah bohong deh ini pasti gara-gara Papa dan Tante Nita kan" balasnya seolah-olah memahami segalanya.

"Kamu kenal dengan Tante Nita?"

"Dia Tante jahat, dia yang sudah bikin Mama kayla meninggal dan waktu itu Papa mau nikah sama Tante Nita tapi aku gak mau," balas gadis kecil itu matanya tampak berkaca-kaca mungkin ia rindu akan ibunya.

"Mama Nisa jangan tinggalin Kayla ya, Kayla takut kalau Papa nanti jadi nikah sama Tante jahat itu," katanya lagi sambil memeluk erat tubuhku.

Tak tega rasanya bila melihat Kayla menangis, entahlah kesedihan apa saja yang sudah ditanggung oleh gadis kecil ini.

"Iya sayang Mama Nisa janji gak akan ninggalin Kayla sendirian, sudah Nak jangan nangis ya ayo kita pulang," 

Sebenarnya hati ini sudah tak kuasa menghadapi perubahan sikap mas Arman yang menurutku sudah keterlaluan walaupun baru beberapa hari menikah, rasa-rasanya ingin ku akhiri pernikahan ini dan menjalani kehidupan baru. Namun hati kecil ini merasa iba dengan Kayla, kasihan dia bila aku tinggalkan entah siapa yang akan mengurusnya dan memberikan kasih sayang.

*

"Mulai malam ini kamu tidur di kamar pembantu aku muak melihat wajahmu," kata mas Arman dengan ekspresi dingin.

"Kenapa kamu nyiksa aku dengan pernikahan ini Mas?" 

Bukannya menjawab pertanyaanku mas Arman malah menatapku dengan sinis dan pergi meninggalkanku di kamar sendiri.

Sungguh sakit rasanya, seharusnya ini adalah saat-saat bahagiaku bersama mas Arman apalagi kami belum genap satu minggu menikah. Tanpa banyak berpikir ku bereskan barang-barang milikku di kamar ini dengan linangan air mata.

Di kamar ukuran 2×4 meter ini aku menghabiskan malam yang panjang seorang diri. Dadaku semakin sesak mengingat perubahan mas Arman kepadaku, mengapa ia harus menikahiku bila dirinya sudah punya kekasih, sampai kapan penderitaan ini harus ku alami.

Kuputuskan mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat malam, mengadukan segala rasa yang ku alami pada Rabb ku Tuhan pencipta alam semesta beserta isinya semoga Allah melembutkan hatimu Mas.

Samar-samar kudengar suara adzan yang bersahutan ternyata aku tertidur di atas sajadah lengkap dengan mukena, mungkin karena terlalu banyak menangis membuatku lelah dan tertidur begitu saja.

Setelah menunaikan sholat subuh, aku langsung ke dapur menyiapkan sarapan untuk mas Arman dan Kayla.

"Mas sarapan yuk sarapan dulu aku udah siapin," ajakku pada mas Arman yang sudah rapi dengan jas dan tas kantornya.

"Aku sarapan di kantor saja," jawabnya dengan ekspresi yang dingin.

"Sayang, cepet habisin sarapannya Papa tunggu di mobil ya," kata mas Arman pada Kayla yang hanya dibalas anggukan.

Dingin dan cuek itulah gambaran mas Arman sekarang berbeda jauh dengan saat pertama kali kami berkenalan, saat itu mas Arman selalu bersikap manis dan lembut itulah yang membuatku cepat jatuh cinta padanya.

Mas Arman dan Kayla sudah berangkat, kini saatnya bagi diriku untuk melakukan tugas ibu rumah tangga. Semua pekerjaan menyangkut rumah tangga di rumah sebesar ini adalah tugasku mengingat tidak ada asisten rumah tangga, kata mas Arman asisten rumah tangganya resign dan pulang kampung.

"CK... pasti ini bekas lipstik wanita itu menjijikkan!" gerutuku kesal saat kudapati bekas kecupan bibir berwarna merah terang di jas suamiku.

Moodku menjadi buruk seketika sungguh tega mas Arman yang menikahiku tetapi berzina dengan wanita lain.

Setelah semua pekerjaan beres, aku merehatkan badanku di sofa ruang tamu sambil memainkan ponselku kubuka aplikasi hijau dan melihat-lihat status teman-temanku. Tiba-tiba muncul status mas Arman yang sedang mencium pipi wanita itu dengan mesra, dadaku bergemuruh sungguh sepasang manusia tak tahu malu berani mengumbar zina walaupun sudah memiliki istri, dan wanita itu sungguh murahan hingga suami orang pun diembatnya.

Kumatikan ponselku sebelum setan menggoda dan membuatku melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan.

Melihat status w* mas Arman membuat diriku semakin jijik menyandang status sebagai istrinya, sesal yang kini tengah kurasakan andai saja saat itu aku tak menerima lamarannya begitu saja dan mengenalnya lebih jauh, pantas saja saat pernikahan dilakukan secara intimate hanya keluarga saja yang mengetahui ternyata ada w*nita idaman lain dibalik semua ini.

"Andai saja saat itu aku menuruti perkataan Mama dan Papa dan gak nekat, pasti ku takkan terjebak dengan pernikahan ini." Menyesal memang terjadi di belakang, saat itu aku sudah terbutakan dengan cinta bahkan tidak mengindahkan nasehat orangtuaku yang membuatku mau menikah dengannya di rumah sederhana Pakdeku di kampung dan Pakde jugalah yang menjadi wali nikahku.

Sekarang beginilah aku masuk dalam neraka berkedok pernikahan, dinikahi untuk dijadikan babu sungguh miris nasibku berubah 180 derajat dulunya aku tak pernah melakukan pekerjaan-pekerjaan ini ada bibi yang mengurus segala kebutuhanku. Untungnya mas Arman sendiri tak tahu siapa aku sebenarnya aku, jika tahu mungkin ia sudah menggerogotiku dan membuatku bertambah buta akan cintanya yang palsu.

Tak terasa buliran air bening telah lolos dari mata indahku karena menyesali hal yang sudah terjadi, kulirik jam dinding menunjukkan hampir pukul 12 siang itu artinya aku terlambat menjemput Kayla.

"Astaghfirullah.... Kayla," kataku sambil menepuk jidatku, bagaimana aku bisa seceroboh ini bagaimana kalau Kayla menangis karena aku terlambat menjemputnya.

Dengan cepat ku mengambil jilbab dan kunci mobil, kulajukan dengan cepat mobil putih ini agar cepat sampai di sekolahan anak sambungku.

"Assalamualaikum Buk, maaf Ibu lihat Kayla anak saya tidak?" tanyaku pada seorang guru yang kutemui di sekolah.

"Kayla ya, sudah pulang tadi Bu dijemput ayahnya tadi sempat menangis karena tidak ada jemput jadi saya selaku wali kelas menelpon pak Arman, baru saja dijemput ayahnya," jelas guru itu.

"Maaf sebelumnya Ibu siapa ya?" tanya guru itu lagi.

"Oh iya Bu, saya Anisa Ibu sambung Kayla," jawabku setelah selesai mengenalkan diri aku pun pamit.

drrt...drrrt....drrrtt... Getar ponselku mengagetkanku yang sedang fokus menyetir, ternyata mas Arman yang tengah menelpon. Kutepikan mobil terlebih dahulu dan mengangkat teleponku.

"Heh istri tak berguna, gara gara kamu Kayla nangis nih!" kukepalkan tanganku emosiku kembali terpancing, astaghfirullah siapa yang berani lancang berkata seperti itu?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status