"Anisa maukah kamu menjadi istri dan ibu sambung untuk Kayla?" tanya mas Arman saat itu.
"Iya Mas, demi Kayla aku mau jadi istrimu," jawabku yakin pada mas Arman.
**
Setelah menikah aku langsung diboyong ke rumahnya di Jakarta karena mas Arman banyak pekerjaan yang tidak bisa ditinggal terlalu lama.
Bahagia rasanya karena anak sambungku menerimaku dengan baik, bahkan kami sudah sangat lengket seperti sudah lama kenal padahal kami bertemu pertama kali saat ijab kabul pernikahanku dan Papanya.
Pertama-tama aku di ajak berkeliling rumah bernuansa putih yang memiliki dua lantai, taman, kolam renang, dan fasilitas lainnya yang lumayan mewah hampir mirip dengan rumah orangtuaku.
Aku Anisa Rahmawati, menikah dengan duda anak satu yaitu Arman Hermansyah seorang manajer di salah satu perusahaan ternama. Kami bertemu di cafe favoritku, saat itu aku sendirian di cafe tak sengaja kami bertabrakan kemudian berkenalan.
Disana ia bercerita jika sedang bersedih karena istri tercintanya telah meninggalkannya untuk selama lamanya karena kecelakaan, diriku tersentuh mendengar ceritanya kuberi dia semangat agar tidak ia tak tenggelam dalam kesedihannya.
Hari-hari berjalan dengan sempurna dan aku pun jatuh cinta padanya, tidak munafik wanita mana yang tidak luluh jika terus-terusan diberi perhatian oleh pria yang tampan dan juga mapan.
Sampai suatu hari ia melamarku dengan cara yang romantis, aku dibawanya ke sebuah taman yang sudah dihiasi dengan indah ada lantunan musik nan syahdu dan ia berlutut di hadapanku sambil menyematkan cincin di jari manisku.
"Anisa Rahmawati maukah kamu menjadi istriku dan ibu dari anakku Kayla?" katanya kala itu tanpa berpikir panjang kuterima lamaran dari pria idamanku itu.
Dia menjadikanku ratu di hatinya biarpun aku belum menjelaskan lebih dalam mengenai diriku, mengingat hal manis itu membuatku ingin terbang di awan-awan.
Kini sudah 4 hari aku menjadi istri mas Arman sekaligus ibu sambung untuk Kayla putrinya. Bahagia rasanya menikahi seorang pria yang sukses dan juga tampan, bahkan Kayla sangat mudah berbaur denganku.
Malam sudah menunjukkan pukul 21.15 aku dan Kayla masih setia menunggu kepulangan mas Arman.
"Assalamualaikum," suara mas Arman sosok yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga.
"W*'alaikumsalam," kubuka pintu rumah dengan senyum yang sumringah menyambut kedatangan suamiku.
"Papa kok pulangnya malam banget sih," ucap Kayla gadis kecil mas Arman.
"Papa lagi banyak kerjaan di kantor makanya pulangnya malam kamu kok belum tidur sayang sudah malam loh," balas mas Arman kemudian mengecup kening putrinya.
"Kayla pengen main sama Papa, kapan kita main? Papa sibuk terus sih," rengek Kayla ya memang mas Arman terlampau sibuk bahkan
setelah menikah mas Arman tak pernah mengajakku jalan-jalan sekedar belanja kebutuhan rumah tangga.
"Nanti ya main ya, sekarang kamu tidur sudah malam besok sekolah kan, ayo masuk kamar terus tidur,"
Dengan kecewa Kayla menuruti perkataan Papanya, sedih rasanya melihat gadis kecil itu padahal dari tadi ia sangat bersemangat menunggu kepulangan sang Papa berharap bisa bermain katanya.
"Mas makan malam yuk, aku udah masakin makanan kesukaanmu loh," ajakku masih dengan senyum yang mengembang.
"Aku capek mau langsung tidur saja," balasnya dengan dingin.
Deg.... apa ini secepat inikah mas Arman berubah?.
"Mas kamu kok sekarang berubah sama aku?" tanyaku penuh kecewa.
"Memang apa yang berubah, aku kan sudah bilang kalau aku capek di kantor banyak kerjaan bikin stress," jawabnya lagi-lagi sangat dingin.
Tanpa memperdulikan kekecewaanku mas Arman berlalu begitu saja dari pandangan mata ini, mengapa kau berubah secepat ini mas kita baru saja beberapa hari menjadi pasangan suami-istri.
Aku mengelus dada, menenangkan hati yang sedang berkecamuk dan belajar memahaminya mungkin benar di kantornya banyak pekerjaan, aku yang terlalu banyak menuntut perhatian. Semoga pekerjaan yang membuatnya begitu lelah, menjadi Lillah Mas.
**
Pagi-pagi sekali mas Arman sudah pergi ke kantornya, sedangkan aku tengah sibuk mempersiapkan Kayla untuk bersekolah semenjak menikah urusan antar-jemput dan semua kebutuhan Kayla menjadi tugasku sebagai istri sekaligus ibu sambung Kayla.
Sepulang sekolah Kayla, aku dan putri sambungku mampir ke cafe untuk melepaskan kebosanan sejenak. Namun mata ini menangkap sepasang kekasih yang nampak sangat mesra yang lelakinya sangat familiar di mataku.
"Mas Arman.... ya itu mas Arman siapa wanita itu mengapa mereka berdua sangat dekat." Mata ini terus mengawasi sepasang manusia itu hingga mereka keluar sambil bergandengan tangan mesra.
Mata ini memanas, dan dada ini bergerumuh tega sekali kau mas.
"Kayla tunggu sebentar disini ya Nak," kataku pada anak sambungku yang nampak anteng menikmati minumannya.
Aku mengejar mas Arman dan wanita itu, tak ingin ketinggalan dengan langkah keduanya.
"Mas Arman..." Panggilku setengah berteriak, mereka pun berhenti dan menyadari kehadiranku.
"Mas siapa dia? kok kalian gandengan tangan mesra seperti itu?" mendengar pertanyaanku keduanya pun melepaskan gandengannya.
"Kenalin aku pacar mas Arman sekaligus calon istrinya," jawab wanita yang berdiri tepat di samping mas Arman.
Deg... dia bilang calon istri? apa aku tak salah dengar, lalu untuk apa mas Arman menikahiku bila dia punya pacar dan calon istri.
"Apa-apaan ini mas, kita ini baru beberapa hari menikah sekarang kamu sudah pacaran dengan wanita lain," kataku sambil menatap tajam mata mas Arman sebisa mungkin kutahan air mataku agar tak jatuh.
"Aku dan Nita bukan baru beberapa hari berpacaran kami sudah berpacaran jauh sebelum kita menikah," jawabnya dengan sangat enteng.
"Apa mas? maksudnya apa?" tanyaku lagi tak percaya dengan perkataan mas Arman.
"Aku sama mas Arman sudah pacaran sebelum kalian saling kenal! ngerti gak sekarang?" wanita disamping mas Arman yang menjawab pertanyaanku kali ini.
"Kalian..... kalian selama ini sudah pacaran?" Aku masih tak percaya dengan apa yang kudengar.
"Iiii.... Mas kamu nemu dimana cewek budek begini dijelasin berapa kali nggak ngerti ngerti juga,"
"Denger ya Nisa aku gak pernah cinta sama kamu, aku cuma cinta sama Nita!" ucap mas Arman berhasil membuat air mataku mengalir.
"Dengerin tuh, gimana udah ngerti belum kalau cintanya mas Arman ini cuma buat aku doang," ejek Nita dengan senyum penuh ejekan.
"Lalu untuk apa kamu menikahiku Mas?"
"Jelasin Mas, apa tujuan sebenarnya kamu nikahi dia," sahut wanita yang berani menggandeng mesra suamiku di hadapan istri sahnya.
"Kami mau yakin mau tahu alasannya aku nikahin kamu?" bukannya menjawab pertanyaan dariku mas Arman justru memberiku pertanyaan yang sudah jelas tak perlu kujawab.
"Iya aku mau tahu apa alasannya dan aku siap dengan mendengar jawaban darimu," jawabku yakin.
Mas Arman hanya tersenyum mengejek saat mendengar perkataanku, apa ada yang salah dengan kata-kataku tadi sehingga ia bersikap seolah menghinaku.
"Jelasin Mas, maksudnya apa?" tanyaku lagi menuntut jawaban mas Arman.
Tanpa sedikitpun merasa bersalah mas Arman justru menggandeng mesra Nita dan sengaja membuatku semakin terbakar oleh api cemburu."Makanya jangan terlalu pede dulu, aku menikahimu karena Kayla tidak cocok dengan Nita, aku juga butuh orang untuk mengurus rumah dan menjaga Kayla,""Apa katamu Mas?" tanyaku masih tak percaya dengan ucapan mas Arman."Aku menikahimu supaya ada yang menjaga kayla," "Jadi kamu cuma anggap aku baby sister anakmu Mas?""No, no lebih tepatnya babu gratisan," balas Nita disertai tawa oleh keduanya."Sadar diri dong, nggak mungkin seorang mas Arman jatuh cinta sama perempuan miskin kayak kamu nggak pantes," lanjutnya.Tanpa memperdulikan keberadaan dan kekecewaanku Mas Arman dan kekasihnya pergi sambil terus menertawakan penderitaanku.Banjir sudah buliran air bening ini ke pipi, sakit, sedih, kecewa, marah semua menjadi satu mengapa ini harus terjadi padamu Anisa.... dosa apa yang telah kau berbuat hingga harus menanggung semua Kenyataan pahit ini."Mama......
"Heh budek ya? denger gak gara-gara kamu Nayla nangis terus nih," katanya lagi dengan nada ketus terdengar pula tangisan lirih Kayla.Rupanya wanita itu yang sedang berbicara denganku saat ini, ya memang karena kecerobohanku Kayla menangis seperti saat ini. "Iya maaf, sekarang dimana Kayla?" tanyaku."Di rumah, cepat pulang gue sama mas Arman sibuk!" jawabanya kemudian mematikan ponselnya begitu saja.Kutarik nafas panjang, ingin sekali berkata kasar padanya. Namun aku pun sadar ini juga adalah kesalahanku, saat ini aku hanya harus cepat-cepat sampai dirumah."Mama Nisa ......," ucap Kayla saat melihatku sembari berlari ke arahku dan memelukku."Iya sayang.... maafin Mama Nisa ya," kataku sambil menenangkannya."Kamu tuh dari mana saja sih? jemput Kayla saja tidak beres!" bentak mas Arman saking emosinya wajah mas Arman memerah terdengar pula gemeretakan giginya."Maaf Mas aku kecapean kerjain pekerjaan rumah, jadinya lupa jemput Kayla," jawabku dengan wajah menunduk, sadar akan kece
[Ayo sayang ceritakan pada kami, jangan pernah sembunyikan kesedihanmu dari kami Nisa]Lagi-lagi ibu mengirimkan pesan seperti ini, seolah-olah Ibu tahu apa yang sebenarnya aku alami.[Maaf Bu aku pergi dulu jemput anak sambungku takutnya nanti telat, nanti kita lanjut lagi ya] balasku lagi-lagi aku berbohong, sebenarnya masih satu jam lagi Kayla pulang aku hanya malu mengakui semua ini pada mereka, aku takut mereka akan sedih.[Baiklah Nisa] balas ibu.Mataku mulai pedih dan mengembun pesan-pesan dari ibu membuatku semakin merasa bersalah pada orangtuaku, sikapku yang tak mendengarkan nasehat mereka membawaku dalam relung derita.Apakah seharusnya aku memberi mereka tentang keadaanku sekarang ini? tapi aku tidak ingin mereka sedih nantinya, apalagi aku anak semata wayangnya mereka bisa saja murka dan membawa masalahku ke jalur hukum untuk memberi pelajaran pada mas Arman.Sebenarnya aku juga ingin mengakhiri semua ini, tapi Kayla aku tak tega meninggalkannya.Kasihan siapa yang akan
"Ma kita ke taman dulu yuk! Kayla pengen main disana," kata Kayla sambil mendekap erat boneka kesayangannya."Oke." balasku sambil fokus menyetir.Sesuai permintaan Kayla aku memberhentikan mobil di taman yang tampak sudah mulai ramai, karena di hari libur banyak orang yang mengunjungi taman sekedar menghilangkan penat setelah sepekan bekerja."Mama Nisa .... itu ada teman Kayla dan mamanya ayo kita kesana Ma!" ajaknya sambil menarik tanganku dan berjalan ke arah teman yang di maksudnya."Nana....." panggil Kayla pada temannya."Kayla kamu disini juga," balas temannya yang bernama Nana itu."Maaf mbak siapa nak Kayla ya? kok say baru lihat," tanya Mamanya Nana."Saya Anisa bu, ibu sambung kayla," jawabku memperkenalkan diri."Nikahnya kapan ya? kan ibu kandungnya Kayla meninggal baru sebulan lalu," tanyanya lagi."Saya dan mas Arman baru satu minggu menikah," "Owh pantesan say baru lihat,"Jadi ibu kandung Kayla meninggal baru sebulan? tapi kata mas Arman istrinya sudah tujuh bulan
Usai sudah perjalanan hari ini, badanku begitu lelah karena membawa Kayla berkeliling kota seharian. Perutku terasa mual, mungkin karena aku kurang makan nasi yang membuat asam lambungku naik. Kepalaku menjadi pusing saat melihat berbagai kekacauan di dapur jangan ditanya lagi, berantakan itulah kondisi dapur ini sekarang. Kubuka rice cooker berharap ada nasi disana yang bisa kumakan tapi nihil sebiji pun tak ada. Kuhembuskan kasar nafasku kesal, lelah, lapar, semua jadi satu ingin sekali ku berteriak memanggil bibi agar segera menyiapkan makanan untukku, tapi kusadar diri dimana aku berada. "Heh ngapain bengong buruan beresin tuh," kata mas Arman membuyarkan lamunanku. Tak ingin mendengar lebih lagi banyak kata-katanya yang menyayat hati, tangan ini spontan bergerak dan membereskan semua kekacauan di rumah ini walau perut ini tak bisa diajak kompromi. *** Ting! bunyi notifikasi dari ponselku. [Nisa Mama dan Papa sudah sampai di Jakarta, sekarang kami sudah di rumah] ah rupany
"Kamu tau waktu gak sih? sudah sore begini belum sampe dirumah , pulang sekarang atau gak usah kembali lagi!" kata mas Arman dari seberang nada bicara begitu ketus sambungan teleponnya pun langsung dimatikan, benar-benar manusia tidak punya hati. Ku tahan buliran air bening yang siap meluncur bebas kapanpun, lekas kuusap kedua mataku menggunakan punggung tangan agar Mama dan Papa tidak curiga denganku. "Ma Nisa pamit dulu ya sudah sore takut nanti mas Arman khawatir," pamitku pada Mama yang sedang mempersiapkan menu untuk makan malam nanti. "Berarti kita nggak makan malam bareng dong sayang, yasudah kamu hati-hati ya dijalan," **** Sekitar pukul 06.20 petang aku baru sampai di rumah mas Arman, wajah dinginnya menyambut kedatanganku air mukanya menggambarkan jika mas Arman sedang kesal dan menahan amarah. "Assalamualaikum Mas," salamku. "hmmm," begitu balasnya sungguh membalas salamku dengan ucapan yang benar pun berat baginya. "Masih ingat pulang rupanya ya," ucapnya dingin.
"Menjanda? apa maksudnya Mas?" tanyaku penuh rasa penasaran. "Bukan apa-apa, lupakan!" Dasar manusia aneh dia yang bertanya, dia pula yang tak ingin membahasnya. Tanpa basa-basi lagi mas Arman merapikan jas ya dan menenteng tas kerjanya dan berangkat ke kantor. Inilah rumah tanggaku yang katanya pengantin baru tapi tidak ada kemesraan di dalamnya. Dengan cekatan tangan ini membereskan dan merapikan rumah sebesar ini. Harusnya ada asisten rumah tangga yang membantuku untuk mengerjakan ini semua, tapi apalah daya aku tak bisa meminta itu dari pria yang KATANYA adalah Suamiku. Karena hari ini aku tidak perlu menjemput Kayla di sekolah, maka kuputuskan mengisi waktu yang kosong ini dengan membaca novel secara online di ponsel. Sedari dulu aku memang sekali membaca novel, apalagi novel romantis itulah mengapa aku ngebet nikah sama mas Arman ya supaya bisa romantis-romantisan sama pasangan halal. Memang ya ekspetasi akan berbeda jauh dengan realita seperti yang aku alami saat ini. Di
"Beraninya kamu ngomong begitu sama Anita?" kata mas Arman dengan suara lantang, aku yakin Nita di sana sedang senyum penuh kemenangan. "Memang kenapa Mas kan memang benar kan," balasku sesantai mungkin, aku sudah tak selemah kemarin Mas. "Kamu minta maaf sama Nita sekarang atau..." "Atau apa mas?" "Aku akan membuat hidupmu lebih menderita dari sekarang!" Mas Arman mengancam ku. "Ya sudah lakukan saja hidupku memang sudah menderita sejak menikah denganmu Mas," tantang ku. "Oke kalau itu mau mu," "Baiklah Mas tapi jangan marah kalau Bibi Kayla dan keluargamu tau jika aku ini adalah istri barumu yang sah!" kataku dengan suara lantang. Tut Tut Tut ...... Mereka memutuskan sambungan telepon secara sepihak, apakah kata kataku tadi berhasil menciutkan nyali keduanya? ah entahlah yang penting aku sudah puas karena sudah tidak terlihat lemah lagi di hadapan keduanya. **** Suara deru mesin mobil mas Arman sudah terdengar, tapi tumben hari ini dia pulang lebih awal biasanya kan dia a