“Mbak, kasihan Saf jika harus dikorbankan lagi di sini, biarlah, nanti kita cari jalan keluarnya, Farhan enggak setuju kalau Safeea mbak minta untuk merawat Damar. Mereka sudah mau cerai, proses sidang perdana mereka akan di gelar pekan depan,”Ucapan Farhan bagai sembilu yang menembus jantung hatinya, bagaimana tidak, dirinya tidak menyangka jika Safeea benar – benar serius menggugat cerai anaknya. Walaupun dirinya sadar, jika kelakuan Damar memang sudah keterlaluan, namun, kondisinya saat ini Damar membutuhkannya untuk merawat dirinya.“Baiklah kalau kamu tidak mau membantu mbak, Han, biar mbak cari sendiri di mana Safeea dan membawanya ke sini,” ==================================Farhan tidak dapat berkata apa – apa lagi, dirinya sadar, jika semua hal buruk yang menimpa diri Safeea atas perlakuan Damar dan keluarganya, ada andil dirinya juga di sana, yang tidak memberitaukan kebenaran yang terjadi, antara kakak iparnya, Aldian dan juga Safeea. Andai saja dirinya dapat membujuk Al
“Memangnya mau telpon siapa, sih? mas Iyan? Nih pake hp gue aja,” sahutnya, seraya memberikan ponsel miliknya kepadaku.“Ra, gue minta handphone gue, bukan handphone lu, ini ada apa, sih? ada yang lu tutupi dari gue, ya?”“Hah? Eng – gak, kok, Saf! Beneran,” ucapnya ragu, aku dapat melihat jika Tiara tengah menutupi sesuatu dariku, tapi apa? =================================“Ra, kalau ada yang mau lu infoin ke gue, kasih tau aja! Gue oke, kok, fisik gue sudah baikan sekarang,” aku mencoba memancing Tiara, karena aku yakin ada yang sedang dirinya tutupi.“Benar, Saf, gue enggak nyembunyiin apapun dari lu, gue nahan handphone lu, cuma biar lu bisa fokus recovery sama kondisi lu dulu, enggak lebih. Lagi pula urusan lu di RS baik – baik aja, enggak ada masalah berarti, om Fadly ngasih lu waktu buat lu nenangin diri, bahkan kalau lu mau nambah libur lagi dia ijinin,” aku semakin curiga, Tiara memang seorang pengacara, selalu bersikap tenang menghadapi tekanan lawannya, namun jika dengank
Sekalian tolong dokter pantau keadaan pasien Damar, dokter bisa mengeceknya tiap satu atau dua jam sekali untuk memastikan keadaannya tetap stabil,” Safeea tersentak dengan penuturan Dokter Fadly, bathinnya mengatakan, dari sekian banyak dokter di rumah sakit ini, mengapa bisa Dokter Fadly yang kedapatan untuk merawat mereka berdua? Hal tersebut tentunya, menyeret dirinya untuk ikut mendapat tugas merawat mereka, karena Dokter Fadly berstatus sebagai konselennya. ‘Semangat Safeea! Kamu pasti bisa, bersikaplah biasa saja! Hargai dirimu dan jangan biarkan orang lain menyakiti dan merendahkanmu lagi! Safeea terus mengulang – ulang kalimat afirmasi tersebut, mengingat segala pesan Tiara yang dia ucapkan sebelum mengantarnya dinas. Hal tersebut dirinya lakukan agar menancap di alam bawah sadarnya.=================================Selesai memberikan briefing kepada Safeea, Dokter Fadly pamit pulang ke rumahnya, sebenarnya masih ada yang ingin dia konfirmasi, terutama mengenai hubungan k
“Cukup, Bu! Lupain aja masalah ini! Saf akan merawat mas Damar, tapi hanya saat di rumah sakit ini aja, karena itu tugas Saf sebagai dokter, tapi untuk selebihnya, Saf mohon maaf, karena tidak mau ikut campur dengan urusan mas Damar lagi. Safeea permisi dulu, Bu, masih banyak tugas yang harus Saf kerjakan,” tandasku mengakhiri percakapan yang melelahkan ini bersama mertuaku, ah maksudnya calon mantan ibu mertuaku.Bergegas aku beranjak dari kursiku, menatap sekilas pada Om Farhan, kemudian pergi meninggalkan mereka, meninggalkan masa lalu yang harus ku kubur bersama segala kenangan buruknya. Aku pasti bisa, tak akan kubiarkan lagi orang lain mengambil keuntungan dengan cara mencurangiku, memanfaatkan kelemahanku yang selalu tidak enakan pada orang lain.=================================Aku kembali menemui teman – temanku yang sudah menunggu di lorong depan kamar rawat, berjalan santai belagak tidak terjadi apapun, demi menghindari tatapan – tatapan penasaran dan menyeledik dari mata
“Kamu senang?” tanya Dhanis, sesaat setelah melepas pelukan erat Tiara.“Senang banget!! Aku kangen ih!” lucu sekali, hanya dengan Dhanis, Tiara bisa bersikap manja seperti ini. Biasanya Tiara akan bersikap garang dan menyebalkan.“Sudah – sudah, ada anak kecil, mesra – mesraannya nanti lagi!” tegur Pak Yuda, membuatku ikut tertawa mendengarnya. Ah, andaikan ada mas Essa di sini, pasti akan lebih seru. Eh kok aku malah keingetan mas Esaa?=================================Ting[Lagi di mana, Zah? Aku lihat story WA nya Tiara kalian lagi makan di luar?] sebuah pesan dari Mas Essa masuk ke dalam ponselku, aku yang sedang di toilet restoran memilih langsung menelponnya.“Ya, Zah, kamu di mana?”“Di Mall, sama Tiara, Mas Dhanis, Pak Yuda dan Ameera,”“SepupunyA Tiara yang kamu ceritain tempo hari?”“Hu’um,”“Kok enggak ngabarin aku, sih? aku kan mau juga ikutan hang out bareng kalian,” “Tadi dadakan, Mas, tau – tau Tiara jemput aku di RS, eh taunya mau diajakin nonton sama mereka, sekali
Aku tidak main – main dengan yang barusan ku katakan, jika hubunganku dengan Mas Damar memang benar – benar sudah selesai, walaupun rasaku belum usai, namun kupastikan ini hanyalah tinggal sisa – sisa saja. Karena bagian besarmya, sudah pergi bersama janinku yang keluar.“Mau apa kamu, Saf? Saya tidak rela kamu menangani Damar di dalam!” tanganku di cekal Adelya, tepat di saat aku akan memasuki ruangan Damar.=================================Aku terkejut dengan yang Adelya lakukan, bingung mengapa dirinya ada di sini? Bukankah seharusnya dia berada di kamar rawatnya untuk mempulihkan keadaannya setelah operasi pemasangan pen kemarin siang?Jika ingin mengikuti ego, tentu aku dengan senang hati mengikuti ucapan Adelya, untuk tidak ikut menangani mas Damar. Namun aku tidak bisa egis, aku sudah disumpah untuk menjalankan tugas apapun kondisinya dan siapapun yang membutuhkan pertolongan dariku. Tidak bisa pilih – pilih, lakukan apa yang ada didepan mata.“Maaf, Mbak, saya hanya menjalanka
“Saya sempat ikut terharu lho melihat kamu tadi, Saf, saya fikir, kamu wanita terkuat dan paling tulus yang pernah saya lihat, setelah ibu dan istriku tentunya,”“Benarkah? Bukan wanita terbodoh yang mau saja disakiti bertahun – tahun?” tanyaku menggodanya.“Kamu tidak bodoh, kamu hanya bucin stadium akhir,”“Astaga!” aku ikut tertawa bersama Dokter Fadly, sungguh, ini pertama kalinya aku melihat dirinya sesantai ini di rumah sakit, walaupun yang membuatnya tertawa adalah kebodohanku yang menurutnya sudah mendarah daging.=================================Aku masih tidak habis fikir, dari mana dokter Fadly bisa mengetahui masalah pribadiku, mungkinkah Tiara yang mengatakannya? tapi untuk apa? Atau untuk meminta ijin saat aku tidak masuk dinas beberapa hari kemarin? Nanti biar kutanyakan kepadanya saat bertemu, daripada aku penasaran.Tadi setelah aku selesai menemani dokter Fadly visit ke beberapa kamar rawat, juga melakukan biopi pada pasien usus buntu, akhirnya aku diperbolehkan un
Suster Anna membawaku menuju ruang rawat inap, di mana keluargaku sudah menunggu kedatanganku. Kulihat ibuku menangis, entah apa yang ditangisinya, nasibku ditinggal Safeea atau kondisiku yang cacat, aku tidak peduli, hidupku sudah hancur saat ini, terlebih kepergian dan keengganan Safeea untuk kembali kepadaku.“Mar, aku senang sekali akhirnya kamu sudah sadar,” suara itu, suara Adelya membuatku mengalihkan perhatian ke arah wanita yang duduk di kursi roda, dengan ayah mertuku dibelakangnya. Jadi kondisi Adelya juga separah ini?=================================“Pak Damar, saya permisi dulu, kalau butuh sesuatu tinggal pencet tombol ini, nanti akan ada perawat yang datang, saya permisi dulu,” tutur Suster Anna, setelah memastikan posisiku sudah nyaman di atas ranjang.Sepeninggal Suster Anna, keluargaku mulai mengerubungiku, bertanya basa – basi bagaimana kondisiku, padahal mereka bisa melihatnya sendiri, dan kuyakin, mereka sudah lebih dulu mengetahui keadaanku yang lumpuh. Aku ben