Hujan mulai mereda, menyisakan rintik-rintik air yang masih sesekali jatuh menyentuh bumi, aku memilih melihat keluar jendela, memfokuskan netraku pada bias-bias air hujan yang menempel pada kaca jendela disebelahku. Dulu, saat masih kecil, aku sering sekali main air hujan bersama teman-temanku, kami begitu senang setiap kali hujan turun, namun, setelah kecelakaan saat itu, aku jadi begitu enggan dengan hujan, karena hal itu akan mengingatkan ku kembali pada peritiwa yang merenggut nyawa ayah dan ibuku.
Mas Damar baru mengurangi kecepatan laju mobilnya tepat ketika kami sudah menuruni jalanan berliku khas lewiliang, jangan tanya bagaimana perasaanku, takut, sangat takut, belum lagi Mas Damar mengendarai di tengah hujan deras, harus kuakui, skill menyetir suamiku ini di atas rata-rata, karena kalau tidak, pasti mobil kami sudah tergelincir dan masuk ke dalam jurang.“Apa yang harus saya lakukan agar kamu tidak bersikap begitu jahat kepada saya?” tanyaku pelan, saat kami sudah memasuki tol Cipularang, sudah lama aku ingin menanyakan hal tersebut, namun tidak ada keberanian.Cukup lama aku menunggunya menjawab, hingga aku mengira dia tidak akan menjawabnya, aku mengeluarkan ponsel dan earphone dari dalam tasku dan berniat mendengarkan musik, saat tiba-tiba aku mendengarnya berucap pelan, namun mematikan.“Gugat cerai saya! Secepatnya!” jawaban yang di luar prediksiku, tidak pernah aku membayangkan untuk mempermainkan sebuah pernikahan, menikah kemudian bercerai.“Tapi kenapa?”“Kamu sudah tau jawabannya,”“Saya tidak tau,”“Naif sekali!!”“Mas, sampai kapanpun saya tidak akan mau jika kita bercerai. Mungkin kita menikah karena terpaksa, tapi demi Tuhan, pernikahan bukanlah suatu permainan,” tolakku tegas.“Bukankah kamu sudah mendapatkan segalanya?” pertanyaannya membuat kedua alisku bertaut.“Maksudmu, apa?”“Hubungan gelapmu dengan bapak, bukankah sudah membuatmu mendapatkan segalanya? Mengapa kamu masih mau menjebakku di pernikahan bodoh ini?”“Sudah saya katakan, saya dengan bapak tidak ada hubungan spesial, beliau hanya orangtua asuh yang membiaya sekolah saya,”“ dan membiaya semua kebutuhan hidupmu, kamu fikir saya tidak tau, huh?” katanya melanjutkan ucapanku.“Mas, sumpah, saya tidak ada hubungan sekotor itu dengan bapak, dia orang yang baik, kenapa sih kamu bisa berfikir hal sepicik itu?”“Picik? Pintar sekali kamu ngeles, ya? Kalau tidak ada hubungan apapun dengan bapak, mana mungkin dia begitu perhatian kepadamu? Memenuhi semua kebutuhanmu? Mendahulukan kepentingan dirimu daripada urusan anaknya sendiri, hah??” teriaknya penuh amarah.“Sudah saya katakan saya tidak ada hub …,”Brakk!!Ucapanku terhenti karena terkejut, saat melihat Mas Damar meninju kaca jendela mobil di sampingku hingga retak hampir jebol, aku bisa melihat kemarahan di matanya kala padangan kami beradu, nafas kami sama-sama memburu, jika aku karena ketakutan, Mas Damar sudah tentu karena emosinya yang baru saja dia lampiaskan.“Sudah saya bilang, jangan bohong pelac*r kecil!!” tekannya pada setiap kata yang dia ucapkan, membuat air mataku seketika jatuh tanpa bisa ku tahan, segitu hinanya kah aku di matanya?Kali ini aku tidak membalas tuduhannya, aku memejamkan mata, menunduk untuk menutupi air mataku yang tidak mau berhenti, mengapa hari ini hidupku penuh dengan air mata? Aku masih bisa merasakan hangat nafasnya yang membelai wajah, menandakan dirinya belum beranjak dari hadapanku.Aku terkesiap saat merasakan ada cairan dingin yang jatu mengenai lenganku yang terbuka, perlahan aku membuka mata untuk melihat apa yang menetes tersebut, terkejut, saat menyadari jika itu adalah cairan darah yang menetes dari tangan yang Mas Damar gunakan untuk meninju kaca jendela.Gegas aku mengambil kotak P3K yang selalu ku simpan di kantong sarung jok mobil Mas Damar, aku berniat mengambil tangannya yang terluka untuk kuobati, saat tiba-tiba dia menepis tanganku, ya suamiku menolak ku sentuh, mungkin dia jijik.Aku mengambil sarung tangan medis dan langsung memakainya, semoga dengan begini dia mau kusentuh, namun lagi-lagi dia menolaknya, membuatku hilang kesabaran.“Mas, please! Biarkan saya mengobati luka kamu, itu darahnya terus menetes,” ucapku saat dia memilih untuk melanjutkan perjalanan kami yang tadi sempat terhenti.“Enggak perlu, saya tidak sudi disentuh wanita murahan kayak kamu,”“Bisa enggak kamu kalau bicara enggak nyakitin, Mas? Berapa kali harus saya katakan? Saya bukan simpanan pak Aldian, saya cuma anak yatim piatu yang dibawa ke panti asuhan, kemudian pak Aldian datang ke panti dan menawarkan saya untuk jadi anak asuhnya, tidak lebih,” ucapku dengan suara bergetar karena menahan agar tidak terus menangis.“Saya sudah pakai latex, tangan saya enggak akan bersentuhan langsung dengan kulit Mas Damar, atau anggap aja saya cuma orang asing yang kebetulan lewat dan mau membantu mengobati luka mas Damar, please! Luka kamu bisa infeksi jika enggak langsung diobati,” ujarku setengah memohon.Sepertinya caraku berhasil, Mas Damar menoleh sebentar kepadaku sebelum akhirnya dia meminggirkan kendaraannya. Setelah mobil berhenti, aku segera mengambil tangan kanannya yang terluka, meletakkannya diatas pahaku yang terlapisi maxi dress berbahan chiffon dengan motif bunga-bunga berwarna nude pink.Setelah itu aku membuka kotak P3K untuk mengambil botol berisi cairan NaCl, menuangkan isinya ke kapas kering yang sudah kuambil terlebih dahulu, penuh hati-hati aku basuh lukanya yang tertutupi darah hingga bersih, sesekali aku melihatnya meringis menahan sakit.Setelah bersih, aku memberikan cairan obat merah di lukanya, selanjutnya kubebatkan kasa tebal untuk menutupi lengannya yang terluka. Selesai, aku membereskan semua peralatan yang kugunakan dan membuang sampah bekasnya ke dalam kotak sampah yang memang ada di dalam mobil.“Sudah selesai, Mas,” kataku saat menyadari kalau tangan Mas Damar masih bertengger di atas pahaku.“Oh, bilang dong!” protesnya.Mas Damar melanjutkan perjalanan, kali ini aku memilih diam dan enggan membicarakan apapun, aku fokus melihat pemandangan jalan tol yang seakan tidak putus-putus. Jam di pergelangan tanganku sudah menunjukan pukul sembilan lewat tiga puluh lima malam, saat mobil kami baru saja memasuki gerbang perumahan tempat kami tinggal.Ponselku yang di dalam tas bergetar, menandakan ada panggilan masuk, setelah kulihat ternyata dari nomer rumah sakit tepatku bekerja, segera kujawab panggilannya karena biasanya rumah sakit menelponku ketika sedang dalam keadaan darurat.“Ya, dengan Dokter Safeea di sini,” ucapku untuk memulai percakapan.“Malam, Dok, maaf mengganggu waktu liburnya, tapi kami butuh bantuan dokter, ada kecelakaan beruntun yang korbannya di bawa ke sini, tapi dokter jaga yang bertugas malam ini mendadak harus pulang sebentar karena ada urusan emergency, ada Dokter Jordy, tapi sepertinya tidak cukup, jadi kami menghubungi dokter untuk ke rumah sakit segera,” ujar salah seorang suster yang bertugas malam, sebagai seorang dokter aku tidak mungkin bisa menolaknya, karena kami disumpah untuk menjalankan tugas kami, kapanpun, di manapun.“Baik, Sus, saya ke rumah sakit sekarang, harap tangani dulu yang kira-kira bisa kalian tangani sampai saya datang, ya!” putusku akhirnya sebelum mematikan panggilan.Aku meminta Mas Damar untuk menuruniku di pinggir jalan, karena aku harus segera ke rumah sakit. Kalau kalian bertanya-tanya mengapa aku tidak meminta diantar olehnya, jawabannya adalah, hal itu tidak mungkin terwujud, sejak awal menikah hingga hari ini, sekalipun Mas Damar tidak pernah mengantar ataupun menjemputku ke rumah sakit, semalam apapun aku pulang dinas, tidak ada sedikitpun inisiatif darinya untuk menjemputku.Selama ini aku selalu menggunakan angkutan umum, atau taksi online untukku berpergian, termasuk ke rumah sakit, jangan fikir seorang dokter itu pasti memiliki penghasilan yang besar, tidak, apalagi, aku hanyalah dokter muda yang baru saja bekerja di rumah sakit.Aku juga masih harus membiaya kuliah spesialisku sendiri yang baru berjalan dua tahun, aku memang mendapat beasiswa, namun tetap saja membutuhkan banyak biaya untuk keperluan penelitian dan kuliah lainnya. Itulah mengapa aku lebih memilih menggunakan uang gajiku untuk tabungan pendidikan spesialisku daripada harus mecicil mobil.Selama menikah, Mas Damar memang memberikan nafkah dengan memberikan debit card nya kepadaku, namun hingga saat ini sepeserpun belum pernah aku gunakan. Enggan rasanya menggunakan uang dari orang yang selalu saja menghinaku dan bahkan sangat tidak menginginkan aku ada di hidupnya.Beruntung, turun dari mobil Mas Damar, aku langsung menemukan tukang ojek yang sedang mangkal, segera aku memintanya untuk mengantarku ke rumah sakit. Setibanya di sana, aku langsung di hadapkan pada pemandangan yang memprihatinkan, cukup banyak pasien yang mengantri untuk di tangani.Aku segera menggunakan jas putih kebanggaanku dan menuju ruang IGD untuk memberikan pertolongan kepada pasien kecelakaan. Aku melihat Dokter Jordy sedang membebat kasa pasien pria dengan luka di pelipisnya.Cukup lama waktu yang kami butuhkan untuk melakukan pertolongan, selain aku dan Dokter Jordy, kami juga dibantu oleh dokter jaga yang bertugas malam ini. Sekitar pukul satu dini hari kami selesai, aku bergegas keluar dari ruangan IGD dan hendak masuk ke dalam ruanganku, saat dari bekalang terdengar suara pria yang dulu pernah akrab di telingaku.“Heii! Terima kasih sudah mau membantu,” ucapnya yang membuatku menghentikan langkah.Damar Pramudya BayanakaDisinilah aku sekarang, duduk membungkuk di dalam tahanan yang busuk, menatap pilu pada jeruji besi yang menahanku untuk menghirup udara kebebasan di luar sana. Sudah enam bulan lamanya aku mendekam di sini, tepatnya setelah aksiku yang berusaha untuk membalaskan dendam kepada Safeea dan Adriyan.Aku tidak menyangka jika akhirnya akulah yang terbakar dan hancur dalam kisah ini, kisah yang awalnya aku menjadi superior karena harta yang kumiliki, nyatanya akhir menyayat yang kualami.Selain harus mendekam selama lima tahun di penjara, aku juga kehilangan perusahaanku yang akhirnya di lelang. Aku masih tidak menyangka, perusahaan yang almarhum ayahku rintis dari nol, kini benar-benar kembali menjadi nol karena ulah dan kebodohanku yang mendarah daging.Andai dapat kuulang waktu, aku tidak akan melakukan segala kesalahan yang kulakukan dulu. Setidaknya, aku tidak akan menyakiti Safeea hingga segitu parahnya, sehingga membuat wanita yang selalu hadir dalam mimpiku t
“Safeea!! Buka!!” teriaknya lagi, kali ini menggunakan kakinya untuk mendobrak pintu kamar.Safeea yang mendengar suara gebrakan dari luar membuatnya berjingkat ketakutan. Mulutnya tidak henti berdoa dan menangis, berharap bantuan segera datang untuk membantunya terlepas dari manusia yang paling tidak ingin dirinya temui di muka bumi ini.“Safeea!! Buka! Jangan buat aku murka! Kamu harus tanggung jawab sekarang juga!!”“Tanggung jawab apa yang anda maksud, Bapak Damar?”=========== Berbekal ijin yang dia dapatkan dari Adriyan untuk membawa Safeea ke Mall, Tiara datang bermaksud untuk menjemput Safeea bersama Gianira dan ketiga anaknya. Namun, saat turun dari mobil dan mendapati pintu rumah Safeea terbuka, membuat Tiara curiga jika ada hal buruk yang terjadi.Dirinya berjalan cepat ke dalam rumah bersama Gianira, setelah sebelumnya meminta ketiga anak-anak Riza tersebut menunggu di dalam mobil. Tiara khawatir terjadi sesuatu di dalam rumah, sehingga dirinya berinisiatif menyuruh anak-
Pagii semuaa 😍🤗Maaf Euy baru bisa up lagi, qodarullah keadaan kurang fit ditambah file bab baru yang siap up malah hilang karena enggak sengaja ketiban file baru jadi harus ngumpulin niat dulu untuk ketik ulang kemarin kemarin tuh 🤭Oia, ini satu bab menjelang bab terakhir yang Insya Allah ku posting besok atau lusa ya ..Selamat membaca ✌️✌️========= Benar kata pepatah yang mengatakan, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Bukan kurir yang datang melainkan tamu tidak diundang, pria yang ingin paling tidak ingin kutemui di dunia ini justru datang menemuiku di rumah.“Hai, Saf. Apa kabar?”============ Tanpa menjawab aku langsung berusaha untuk menutup pintu rumah, tetapi tenaga Mas Damar lebih kuat, sehingga dengan mudah menerobos masuk hanya dengan sedikit dorongan yang dia lakukan.Aku yang sadar saat ini hanya seorang diri di rumah tidak dapat berbuat apapun, asisten rumah tangga yang mas Essa pekerjakan baru saja pulang hampir setengah jam yang lalu. Lingkungan
Hai, ada sedikit bocoran. Ini sudah mendekati akhir lho 🤗=====Jangan tanya aku mendapatkan info darimana, karena tentu dengan mudah aku mengakses informasi tersebut dari sepupuku yang seorang bisnisman ulung namun kurang beruntung di dunia percintaannya.“Mas,”“Ya, ada apa, Sayang?” tanyaku, saat mendapati Zahra keluar dari toilet kamar kami.“I have surprise for you,” bisiknya, sambil memberikan sebuah kotak beludru berwarna biru. Kurasa isinya jam tangan? ========= “Apa nih, Sayang?” tanyaku heran, seingatku aku tidak sedang berulang tahun maupun ada hari spesial hari ini, lalu mengapa tiba-tiba Zahra memberikan surprise? Ditambah lagi dirinya memegang kamera dan menyalakan fitur merekam saat memberikan kotak beludru tersebut.“Buka aja!”“Aku sedang tidak melewatkan hari spesial kita, kan?” selidikku, karena heran melihat Zahra terus tersenyum ke arahku. Sebelah tangannya masih sibuk memegang ponsel yang diarahkan ke arahku.“Enggak, Sayang. Ini surprise spesial dari aku buat
Aku kembali menghubungi Jerryan, memintanya untuk mendesak Safeea menghentikan kegiatan bodohnya tersebut. Namun, aku justru mendapat berita yang lebih mencengangkan. Jerryan mengatakan tidak dapat mengubungi Tiara karena panggilannya selalu dialihkan. Selain itu, Jerryan memberitau jika ada seseorang dengan akun Instegrem Adl.ya membuat pengakuan jika dia adalah saksi dari seluruh kebenaran yang Safeea katakan. Dan aku sangat hafal, siapa orang di balik akun Adl.ya tersebut. ============= Kurasakan seluruh persendianku melemas karena kabar yang Jerryan sampaikan. Bagaimana bisa Adelya bersekongkol dengan Safeea untuk menyerangku malam ini? Bukankah selama ini Adelya begitu membenci Safeea? Bahkan menurut Bagus, dirinya mendapat informasi jika Adelya sempat menyerang Safeea ketika di rumah sakit kemarin, karena menganggap Safeea sebagai penyebab aku menjatuhkan talak kepadanya.Dengan mata membulat aku menyaksikan lagi live dari layar ponselku yang lain, melihat bagaimana kali ini
“Selama pernikahan juga mas Damar tidak pernah sekalipun memberikan nafkah bathin kepada saya, kecuali di malam terakhir sebelum akhirnya saya putuskan untuk menyerah. Dia meminta saya melayaninya tapi ...,” kalimatku terputus, rasanya aku tidak sanggup untuk mengungkit kembali kisah pahit pada malam itu. Tangisku mulai pecah, Mas Essa sibuk menenangkanku, merangkulku dengan hangat.=============== Mbak Gia memberikan ku segelas air putih yang langsung kuteguk hingga habis setengahnya. Tubuhku masih bergetar tiap kali mengingat peristiwa jahanam yang mas Damar perbuat kepadaku. Perbuatan tidak tau malu yang dilakukan dengan penuh pemaksaan. Memperlakukanku laiknya binatang jalang yang sesuka hatinya dia perlakukan sekasar dan sehina yang dia inginkan.[Lanjutin dong ceritanya! Penasaran, nih][Gila, jadi hampir sepekan ini kita di bohongin sama si Damar?][Dasar cowok playing victim, manipulatif!][Spill selingkuhannya dong, Kak!][Keluarganya enggak tau kalau kelakuan anaknya kay