Share

Bab 13

Author: Nanda
Melihat semua orang dilema, Rudi mengambil daftar itu dan membacanya. Lalu, dia bertanya pada Brina, "Apa masalahnya? Mahar sepuluh ribu tahil, dua set gelang emas, dua set gelang giok, dua set konde emas, lima puluh gulung brokat. Hanya ini saja, printilannya tidak banyak."

"Tidak banyak?" Brina menyeringai sinis. "Sayangnya, sekarang kas kita bahkan tidak ada seribu tahil."

Rudi terkejut. "Kok bisa? Siapa yang mengurus keuangan? Apa ada kerugian?"

"Aku yang urus!" sahut Intan.

"Kamu yang urus? Mana uangnya?" tanya Rudi.

"Ya, mana uangnya?" Brina mencibir. "Kamu pikir Keluarga Wijaya adalah keluarga bangsawan? Kediaman Jenderal ini dianugerahkan oleh Mantan Kaisar kepada kakekmu yang menjadi jenderal. Honorarium dan beras subsidi yang ayah dan pamanmu peroleh setiap tahun bahkan tidak lebih dari dua ribu tahil. Kamu adalah jenderal bintang 4, tidak mungkin lebih banyak dari ayahmu."

"Kalau begitu, aset peninggalan Kakek setidaknya masih bisa menghasilkan profit, 'kan?" tanya Rudi lagi.

Brina mengejek, "Profit sedikit itu mana bisa mencukupi pengeluaran keluarga besar kita? Obat yang harus ibumu konsumsi setiap hari harganya tiga tahil per bungkus dan pil yang dikonsumsi setiap tiga hari sekali harganya lima tahil. Semua ini ditalangi oleh Intan dengan harta bawaannya."

Bagaimana mungkin Rudi percaya? Menurutnya, Brina membantu Intan untuk menyulitkan dirinya.

Jadi, Rudi meletakkan daftar itu dengan kecewa. "Jujur saja kalau kalian tidak mau keluarkan uang. Kalau begitu, aku akan cari cara sendiri untuk maskawin dan mahar. Yang Mulia akan memberikan uang penghargaan atas jasaku."

Brina menyeletuk, "Bukannya jasamu sudah ditukar dengan permohonan untuk menikahi Linda? Kalau kalian saling mencintai, buat apa peduli tentang mahar? Diskusikan saja dengan dia, jangan minta banyak-banyak."

Diana berdeham, lalu berujar, "Bagaimanapun, pernikahan ini telah diberkati oleh Yang Mulia, kita tidak boleh lalai. Kita juga bukannya tidak punya uang."

Diana menoleh pada Intan dan melambai seraya tersenyum. "Intan, kamu talangi uang ini dulu. Kalau sudah ada uang, kami baru kembalikan. Bagaimana?"

Shayna mencibir, lalu berkata, "Ibu, kita ini sekeluarga, kembalikan apanya? Kakak Ipar pasti soleh dan murah hati. Sepuluh ribu tahil bukan apa-apa baginya, dia pasti rela memberikannya."

"Shayna, kamu tidak boleh bicara begini dengan kakak iparmu. Dia telah banyak berkorban demi Keluarga Wijaya sepanjang tahun ini. Kalian harus mengingat kebaikannya." Diana sengaja menegur putrinya dan mengingatkan semua orang untuk mengingat kebaikan Intan.

Setelah itu, Diana menoleh pada Intan. "Sudah, keputusannya seperti saja. Intan, Ibu tahu kamu merasa dirugikan. Setelah Linda menikah ke keluarga kita, kamu bisa mengaturnya, biar dia tahu kamulah istri yang sah."

Semua orang menoleh pada Intan, termasuk Rudi.

Rudi masih merasa canggung setelah ditampar oleh Intan kemarin sehingga enggan merendahkan harga diri untuk menanyai Intan.

Intan tidak menjawab. Sebaliknya, Brina bertanya, "Selain mahar, Intan juga harus menalangi konde emas dan aksesori-aksesori yang lain?"

Diana menjawab dengan suara lembut, "Tentu saja, sekalian. Intan, benar tidak?"

Brina menatap Intan sembari menggelengkan kepala, menyuruhnya jangan setuju.

Intan tahu Brina mengingatkannya demi kebaikannya, tetapi dia sendiri juga tidak akan setuju. Jadi, dia menggelengkan kepala. "Tidak baik kalau aku yang talangi uang ini. Pernikahan Keluarga Wijaya harusnya dibiayai oleh Keluarga Wijaya sendiri."

Seketika, wajah Diana menjadi masam. "Intan, kamu ceroboh. Apa bedanya, kita ini sekeluarga! Apalagi kami pinjam uang denganmu, tentu akan kami kembalikan kalau sudah uang nanti."

Intan menoleh pada Rudi. "Bagaimana menurut Jenderal?"

Jika Rudi tahu malu, Rudi tidak akan meminta Intan mengeluarkan harta bawaannya untuk membiayai mahar untuk istri kedua.

Rudi juga merasa pria jantan tidak sudi menggunakan harta bawaan Intan. Ketika dia ingin menjawab, Diana segera menyela, "Intan, kamu saja yang ambil keputusan untuk hal-hal begini. Kamu istrinya, urusannya juga urusanmu. Kalian itu suami istri."

Intan berkata dengan ramah, "Apa yang Ibu katakan masuk akal. Kalau begitu, Jenderal katakan saja. Kalau pinjam denganku, aku tentu bersedia meminjamkannya."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 690

    Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 689

    Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 688

    Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 687

    Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 686

    Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 685

    Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status