Share

Kegundahan Hati yang Tak Terdengar

Selesai memakan semua hidangan yang tersaji di atas meja dan juga memakan camilan sebagai penutup hidangan tersebut. Pak Arka berserta ketiga orang lainnya pamit pulang. Laura, Wilona dan juga Bella mengantar keempat orang itu sampai ke pinggiran jalan.

Mereka saling bersalaman satu sama lain kemudian masuk kedalam mobil, Veron tersenyum pada Bella dengan enggan Bella membalas senyuman itu agar calon suaminya ini tidak kecewa.

Setelah kedua mobil berwarna hitam dan juga putih itu melesat menjauh dari hadapan mereka semua. Bella dan juga Wilona langsung masuk kedalam rumah begitu juga dengan Laura. Tapi langkah Laura segera terhenti setelah mendengarkan seseorang wanita sedang memanggil namanya.

Di pinggiran jalan ini kelihatan ramai karena banyak sekali ibu-ibu yang sedang bergosip di kejauhan. Mereka semua pasti sedang membicarakan keluarga Laura tapi semuanya tidak ada yang berani bertanya langsung pada Laura yang terkenal judes di kampung ini.

Laura menoleh ke asal suara wanita yang memanggilnya tadi, Bu Ida tetangga sebelah rumah Laura yang terkenal sangat kepho dan juga ratu gosip di kampung ini sedang berlari kecil menghampiri Laura yang sedang menunggunya di pinggir jalan. Wanita itu pasti sedang berperan menjadi wartawan lagi

dan menyebarkan berita yang dia dengar keseluruh kampung agar semuanya tau tentang apa yang dia dengar dari empunya cerita.

“Ada apa ibu Ida memanggil saya?” tanya Laura dengan wajah datar seolah tidak terlalu menyukai wanita paruh baya yang bertubuh gemuk di hadapannya ini.

“Siapa keempat orang yang sedang berada di dalam mobil mewah tadi?” tanyanya dengan kelihatan antusias sekali. “pasti ada urusan yang penting ya, sampai orang-orang kaya itu mau mampir ke rumah Bu Laura?” tanya Bu Ida dengan membuka kedua telinganya lebar-lebar seakan dia sudah siap untuk memasukkan apa saja yang akan di ucapkan oleh wanita yang ada di hadapannya ini kedalam memori internal otaknya kemudian menyimpannya paten di sana.

“Dia adalah teman almarhum suami saya Pak Dika yang baru datang dari Jakarta,” sahut Laura dengan memutar tubuhnya hendak meninggalkan Bu Ida yang belum puas bertanya. Namanya juga Bu Ida, dia tidak akan puas jika belum mengetahui semuanya sampai ke akar-akarnya.

“Eh, tunggu jeng Laura jangan buru-buru masuk kedalam rumah dong.” Tukang gosip itu menghentikan langkah Laura dan dia berhasil kini Laura menghadap kearahnya lagi walaupun dengan wajah kesal. “mereka ke sini memangnya ada urusan apa Jeng?” tanya Bu Ida tidak sabar.

“Mereka mau melamar Bella, katanya Almarhum suami saya dulu hendak menjodohkan kedua anak kami,” balas Laura dengan malas meladeni tukang gosip ini.

Terdengar keributan dari dalam rumah Bu Laura dan melihat hal ini Laura langsung ijin masuk kedalam rumahnya meninggalkan Bu Ida yang kelihatan jengkel karena belum bisa mengorek lebih dalam tentang kedatangan orang kaya itu tadi.

Di dalam rumah.

Wilona sedang marah Pada Bella karena telah mengenakan baju yang baru saja kemarin dia beli. Ya baju itu masih baru dan akan Wilona pakai untuk menghadiri ulang tahun sahabatnya besok namun Bella malah mengenakan baju itu tanpa minta ijin

terlebih dahulu kepadanya. Wilona sangat marah sejak dari tadi namun melihat ketampanan Pak Andi wanita itu lupa akan kemarahannya dan sibuk memperhatikan Asisten Veron yang tadi jelas-jelas tidak perduli padanya.

Bella sudah mengatakan jika dia di paksa oleh Laura ibu tirinya itu untuk mengunakan baju miliknya tapi Wilona tidak mau tau dan masih saja marah bahkan mencecar adik tirinya itu dengan

umpatan-umpatan kasar, Bella yang dari tadi sudah berusaha menahan cairan bening di pelupuk matanya agar tidak jatuh pun tidak sanggup lagi menahannya. Makian dan juga umpatan kasar yang di lontarkan oleh Wilona padanya begitu menyakitkan seperti hatinya baru saja di hantam oleh sebuah benda keras.

Air mata itu jatuh membasahi kedua pipi Bella dengan begitu derasnya seperti air yang sedang jatuh dari tebing yang begitu tinggi.

“Ada apa ini?” bentak Laura sembari masuk melalui pintu utama rumah itu.

Laura melihat Wilona yang sudah mengarahkan tangannya di udara dan sudah siap menampar wajah adik tirinya. Laura segera memegangi tangan Wilona dengan begitu kasar dan menghempaskannya begitu saja membuat Wilona tersentak kaget karena tidak biasanya Laura akan membela adik tirinya ini.

Laura menatap kearah Bella yang sedang menundukkan kepalanya pasra dengan wajah ketakutan, “Sayang kau pasti lelah cepatlah istirahat besok kamu harus bangun pagi untuk melaksanakan akat nikah!” jelas Laura lembut dengan tatapan penuh arti.

“Tapi saya harus membersihkan semua piring kotor ini terlebih dahulu,” balas Bella dengan mengusap cairan bening yang sudah membasahi pipinya pelan.

“Biarkan saja Ibu dan juga Kakak mu ini yang akan membersihkan ya,” mendekati Bella dengan mengusap rambut gadis itu lembut. “kamu istirahat saja,” Bella mengganggukkan kepalanya dan langsung masuk kedalam kamarnya-ralat- gudang yang di anggap sebagai kamar olehnya.

“Hei kau jangan pergi,” Wilona yang merasa tidak terima hendak menarih tangan Bella namun segera di hentikan oleh Laura.

“Anak bodoh sini biar Ibu beritahu,” Wilona masih sangat marah namun dia mengikuti ucapan ibu nya sembari duduk di sofa di dalam ruang tamu tersebut dengan wajah memberengut kesal.

“Kenapa ibu malah membela gadis itu,” Wilona merasa cemburu mengira Laura sudah berubah dengan secepat ini lebih menyayangi Bella dari pada dirinya. “aku membeli baju itu dari gaji pertama ku berkerja menjadi penjaga toko di Grand City Mall.”

Memukul pundak anaknya dengan kasar sampai wanita itu mengadu kesakitan, “Kau itu tidak pintar-pintar juga,” Laura berbicara dengan berdecak kesal. “jika adik tirimu

itu jadi menikah dengan Veron, anak dari Pak Arka! Jangankan satu baju itu maka semua baju yang kamu inginkan pasti bisa kau dapatkan.”

Wilona yang memiliki otak sangat lemot kebingungan mencerna apa yang sedang Laura katakan. Dengan sabar Laura menjelaskan apa yang dia maksud tadi pada Wilona, dan senyuman itupun langsung mengembang seketika dari bibir putrinya yang memiliki otak sangat dangkal ini.

Malam hari.

Bella berdiri di jendela dalam ruangan sempit ini dengan pandangan menatap keluar jendela, matanya melihat hujan yang sedang menguyur kota Surabaya di bulan Desember dengan begitu lebatnya. Jalanan terasa sepi bagaikan kampung mati yang tidak berpenduduk. Hal ini sangat wajar karena semua orang lebih suka berada di dalam rumah mereka masing-masing dari pada keluar rumah walaupun saat ini masih pukul 17.00,

Hari ini Bella merasa di manjakan oleh Kakak dan juga Ibu tirinya itu. Bella yang setiap hari memasak dan juga membereskan

rumah pada hari ini tidak boleh melakukan semua hal itu karena Wilona dan juga Laura sendiri yang mengerjakan perkerjaan rumah tangga tersebut.

Bella mengetahui kenapa kedua orang itu bisa bersikap baik pada dirinya karena besok dia akan menikah dengan pria itu dan meninggalkan rumah ini. Rumah yang penuh dengan kenangan dirinya dan juga mendiang kedua orangtuanya. Sebenarnya Bella enggan

sekali pergi dari rumah yang penuh dengan kenangan ini tapi dia harus pergi.

Di tengah kesedihan ini Bella masih bisa tersenyum ketika dia mengingat jika besok

dirinya akan bertemu dan juga akan tinggal dengan adiknya Airin, mengingat akan hal itu senyuman terbit di bibir Bella dengan tatapan sendu melihat ke langit malam tanpa bulan dan bintang yang biasanya melengkapi keindahannya.

Ketika Bella hendak menjauh dari jendela terlihat seseorang yang sedang mengunakan jas hujan berwarna hitam berdiri di pinggir jalan dengan menatap kearah jendela kamar Bella.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status