Clarissa bangun ketika adzan subuh.
Ia merendam pakaian kotor di dalam kamar mandi untuk mencucinya nanti.
Clarissa keluar dari kamar mandi setelah berwudhu.
Clarissa melaksanakan salat subuh. Ia menangis dan bersimpuh di depan sang pencipta. Cukup lama dia berdo’a. Begitu banyak yang dicurahkan di dalam do’anya. Dengan menagis sejadi-jadinya, mulutnya tetap berdoa. Seakan dia sedang berbicara kepada seseorang teman yang begitu setia mendengarkannya. Tanpa mau menyalahkan. "Ya Allah, hamba tidak akan menyalahkan takdir yang engkau berikan untuk hamba. Hamba ikhlas menjalani cobaan yang engkau berikan. Meskipun hampa merasa tidak sanggup," Clarissa menagis sejadi-jadinya. Ketika ia mencurahkan semua kepedihannya. "Ya Allah, berikan hamba kekuatan untuk menjalin ini semua. Clarissa menyudahi Doanya setelah ia mencurahkan seluruh perasaannya.
Clarissa mulai merapikan sajadah dan mukenanya. Clarissa berharap libur selama 2 hari ini bisa mengatur perasaannya. Clarissa merasa belum sanggup untuk melihat ruangan di mana dia diperkosa. Bayangan di malam pemerkosaan itu begitu segar dalam ingatannya. Dalam tidur sekalipun, bayangan itu tidak pernah mau menepi.
Setelah selesai sholat, Clarissa melanjutkan pekerjaan rumah. Ia harus menyelesaikan semua pekerjaan rumah sebelum Sinta datang. Ini untuk pertama kalinya Clarissa akan jalan-jalan. Clarissa tidak sabar untuk bisa secepatnya menyelesaikan pekerjaannya.
Clarissa mencuci baju yang cukup banyak karena ia hanya sempat mencuci baju satu kali dalam seminggu. Setelah selesai mencuci baju, Clarissa menjemur pakaian di belakang rumah. kemudian membersihkan rumah, mengepel dan mencuci piring-piring yang kotor.
Clarissa memasak nasi dengan Periuk, karena memang dirinya tidak memiliki magic com. Clarissa kemudian menggoreng telur mata sapi untuk menu sarapan paginya.
Clarissa sengaja menyibukkan dirinya dengan berbagai macam pekerjaan rumahnya agar dirinya tidak mengingat peristiwa itu kembali. Ia sarapan nasi dan telur mata sapi ditambah dengan teh hangat. Menu seperti ini terasa begitu sangat nikmat untuknya.
Setelah perutnya terisi dan merasa kenyang. Carissa kembali melamun dan memikirkan segala macam permasalahan yang dihadapinya.
Sendiri berada di rumah yang dalam keadaan seperti ini membuat Clarissa begitu sangat merindukan suasana di panti asuhan. Di sana selalu ramai dengan Adek-adeknya. "Bunda Risa rindu," ucap Clarissa yang begitu sangat merindukan bunda Linda. Bunda yang begitu sangat baik dan tulus menyayangi ku.
"Ibu, akhirnya Risa sadar dan paham sekarang Bu. Ibu sengaja meninggalkan Risa di panti. Ibu tidak ingin Risa hadir dan merusak kebahagiaan ibu. Risa terlalu menyayangi ibu, namun ibu tidak sayang Risa. Selama ini Risa seperti orang bodoh yang selalu berharap ibu datang untuk menjemput Risa. Bila ibu tidak bisa menjemput Risa, setidaknya ibu mau mengunjungi Risa di panti. Sekedar untuk memastikan Risa masih hidup atau sudah mati. Namun itu tidak pernah ibu lakukan. Seharusnya Risa sadar bahwa ibu tidak sayang Risa sehingga Risa tidak perlu datang ke sini, hanya untuk sekedar mencari ibu. Bila Risa tidak datang ke sini, semua ini tidak mungkin Risa alami Bu. Risa sudah sangat hancur. Bahkan hancur berkeping-keping. Namun Risa tidak ingin menjadi anak yang durhaka. Risa tidak akan pernah menyalakan ibu. Ini semua takdir Risa Bu. Risa cukup menyadari ini semua. Maaf bila Risa terlalu sayang ibu dan berharap bisa hidup bersama dengan ibu seperti dulu. Walaupun hanya makan nasi tanpa lauk, namun semua itu terasa enak saat ibu yang menyuapinya," ucap Clarrissa sambil menangis tersedu-sedu.
Clarissa berbaring di atas kasur tipis yang selalu di pakainya untuk berbaring dan tidur. Clarissa memegang ponselnya. "Risa sangat merindukan Bunda. Bila waktu itu Risa mendengarkan kata bunda, untuk tidak datang ke sini, semua ini tidak mungkin terjadi," Ucap Clarissa penuh sesal.
"Bunda maafin Risa yang tidak mau nurut sama Bunda," Ucap Clarissa memandang foto kecil yang berukuran 5R yang di beri bingkai foto berwarna hitam. Di foto itu, Clarissa tersenyum sambil memeluk Bunda Linda.
"Risa benar-benar nyesal bun," ucap Clarissa.
Aku menghubungi nomor ponsel ibu panti yang selalu di panggilnya Bunda.
"Hallo, Assalammu'alaikum."
Clarissa diam saat mendengar suara yang begitu sangat di rindukannya. Suara yang sangat lembut dan bersahaja.
"Wa’alaikumsalam Bunda,” ucap Clarissa menjawabnya.
"Bagaimana kabar di sana,” ucap Bunda linda yang menanyakan kabar Clarissa.
"Risa baik Bun, kabar bunda bagaimana?"
"Alhamdulillah, bunda baik sayang," jawab bunda Linda dari seberang sana.
Tangis Clarissa serasa ingin pecah saat ini. Clarissa seakan tidak mampu menahan rasa sesak di dadanya.
"Risa kenapa nak?" ucap bunda saat mendengar Clarissa menangis.
"Risa rindu bunda," ucap Clarrissa yang menangis dan terisak. "Risa ingin memeluk bunda."
"Apa Risa mau pulang sayang?" ucap bunda.
Clarissa mengelengkan kepalannya. "Risa sudah gajian bunda. Nanti Risa kirimkan bunda uang via kantor pos ya. Tapi Risa belum bisa kirim banyak. Soalnya Risa mau bayar sewa rumah dan beli sepatu juga. Sepatu Risa sudah rusak," ucap Clarissa menjelaskan.
"Risa masih butuh banyak uang di sana. Risa pegang aja dulu," ucap bunda Linda menasehati.
"Risa sudah janji sama Adek-adek di pantai bunda. Kalau Risa bakal kirimkan mereka uang, bila Risa sudah gajian. Uang yang Risa sisakan, cukup sampai akhir bulan," ucap Clarissa menjelaskan.
"Kalau memang seperti itu, ya sudah, tidak apa-apa. Risa jangan lupa jaga kesehatan ya nak. Disana Risa sendiri. Bila sakit, siapa yang akan urus," ucap bunda yang begitu sangat menghawatirkan anak asuh yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri.
“Iya bunda. Hari ini Risa akan jalan-jalan sama teman Risa bunda. Selama di sini, Risa belum pernah coba jalan-jalan," ucap Clarissa yang mengusap air matanya.
"Iya nak, tapi hati-hati ya," ucap bunda Linda.
"Iya bunda," jawab Carissa.
"Bun, sudah ya, paket telpon Risa habis," ucap Clarissa setelah cukup lama bercerita dengan bunda.
"Iya nak, assalamu'alaikum," ucap bunda.
"Wa’alaikumsalam bunda," jawab Clarissa yang menutup panggilan telepon. Setelah menghubungi Bunda Linda Clarissa merasakan hatinya merasa sedikit lebih tenang.
Clarissa memandang jam yang menempel di dinding kamarnya. Clarissa sudah tidak sabar menunggu Sinta datang menjemputnya. Clarissa membaca pesan yang masuk di ponselnya. Carissa tersenyum ketika membaca pesan yang dikirim cinta yang mengatakan bahwa dirinya akan datang ke rumah Clarissa.
***
i"Iya tunggu sebentar," saut Clarissa yang mendengar Sinta mengetuk pintu dari luar. Clarissa berjalan mendekati pintu dan membukanya."Apa kamu sudah nungguin aku?" Sinta bertanya dengan yang tersenyum lebar saat memandang temannya tersebut."Ya, nungguin siap lagi. Kamu tau sendiri mau nungguin pacar, tapi gak punya," jawab Clarissa yang tersenyum."Apa masuk dulu?" Clarissa menawarkan."Iya dong. Aku capek habis berdiri di atas busway. Terus jalan kaki masuk ke sini," ucap Sinta yang masuk ke dalam rumah yang begitu sangat sederhana. Sinta duduk di lantai yang beralas dengan karpet."Berhubung kita baru siap gajian aku ada beli gula dan juga teh. Kamu mau aku buatin minum gak?" tanya Clarissa yang berdiri di dekat pintu."Boleh," jawab Sinta.Clarissa sedikit menutup pintu rumahnya. "Tunggu sebentar," ucapnya yang berjalan menuju
Carissa dan juga Sinta berdiri sambil memegang besi di atas kepala mereka."Akhirnya aku coba juga naik busway," kata Clarissa yang begitu sangat senang. Matanya memandang ke luar jendela.Sinta tersenyum memandangnya. "Naik busway walaupun berdiri tapi pakai AC," ucapnya."Iya, jadi tetap adem," jawab Clarissa yang tersenyum."Lokasi ke tanah Abang lumayan jauh dari tempat tinggal kamu jadi kita naik busway dua kali," Sinta berucap saat busway itu berhenti di halte terakhir."Apa kita harus menyambung lagi naik busway yang satu lagi, untuk menuju jurusan tanah Abang?" tanya Clarissa. mereka berdiri di halte busway."Iya,” jawab Sinta, “kamu gak pusingkan naik busway?""Enggak apa-apa aku pengen jalan-jalan." Clarissa tersenyum."Itu buswaynya ayo cepat," a
Fathir meremas-remas rambutnya dengan sangat kasar. "Apa yang telah aku lakukan,” ucapnya saat dia sadar dan memandang sekeliling ruangannya yang berantakan.Wajah pria itu memucat saat menyadari apa yang dilakukannya. Walaupun kondisinya dalam keadaan mabuk, namun pria itu masih bisa mengetahui apa yang diperbuatnya. Ia memejamkan matanya saat mengingat gadis cleaning service yang masuk ke dalam ruangannya. Baju-baju yang berserakan di lantai di kutip nya satu persatu dan memakainya. Matanya memandang lantai. "Apa yang telah kulakukan?" ucapnya yang melihat bercak darah yang menempel di lantai yang ada di ruangannya.Fathir membersihkan lantai itu dengan memakai tisu. Ia duduk di kursi sambil mengusap-ngusap wajahnya dan memijat-mijat pelipis keningnya. Berulang kali pria itu mengutuk perbuatannya. "Aku sudah menghancurkan masa depan seorang gadis," ucapnya.Fathir meminum a
“Perusahaan aku bisa bangkrut bila aku memberikan kamu kartu itu,” ucap Fathir.“Mas tahukan berapa pengeluaran yang harus aku keluarkan setiap hari setiap minggu dan setiap bulan," ungkap Farah.“Kamu sibuk dengan dunia kamu, kamu sibuk jalan-jalan dengan teman-teman mu, sedangkan kamu tidak memikirkan bagaimana aku dan juga anak kamu, anak kita itu masih kecil dia masih butuh kasih sayang ibu. Namun kamu lebih mengutamakan teman-teman mu. Satu minggu pergi dan kamu baru pulang sekarang, begitu kamu pulang kamu minta uang.” Fathir berkata dengan begitu sangat kesal memandang wajah istrinya.“Aku pergi aku bilang ya Mas.” Farah membela dirinya.“Kamu bilang iya, memang kamu bilang dengan saya, kamu pergi,” ucap Fathir.“Salah aku apa,” tanya Farah.“Kamu tanya salah
Fathir duduk di kursi kerjanya. Tangannya tidak ada henti-hentinya memijat pelipis keningnya. Kepalanya serasa akan pecah saat memikirkan masalah yang dihadapinya. Masalah keluarganya belum selesai. Sekarang datang masalah baru. Ingin rasanya ia memecat semua karyawan yang ada di perusahaannya saat ini. Kalau bukan karena ulah karyawannya, kesalahan seperti ini tidak mungkin dilakukannya.Berulang kali pria itu memukul mejanya sebagai tempat pelampiasan kemarahannya.Pada saat itu Ia sengaja ingin menenangkan dirinya. Ruangan tempat kerjanya merupakan tempat yang mungkin paling nyaman yang dirasakannya. Fathir memilih minum dengan harapn bisa sedikit melupakan masalahnya. Ia meminum-minuman itu setelah jam kantor berakhir. Fathir yakin sudah tidak akan ada lagi karyawan yang tersisa. Ia tidak menyangka bahwa masih ada karyawannya yang masih bekerja di malam hari.Fathir
"Aku nggak ngerti kenapa semua cleaning service diberhentikan dan sekarang masuk cleaning service yang baru." Clarissa memandang rombongan cleaning service yang baru datang. Shinta hanya menggelengkan kepalanya dan mengangkat bahunya. "Apa semuanya ada hubungan dengan kita?” tanyanya. "Maksudnya?” Clarissa bertanya dengan membesarkan matanya. “Kita diberi uang lembur, itu artinya perusahaan mungkin tahu kalau kita kerja di sini melebihi dari jam yang seharusnya." Melihat kejanggalan yang terjadi Shinta mengambil kesimpulan. “Apa karena itu mereka jadi benci sama kita?” tanya Carissa. “Aku rasa seperti itu,” ucap Sinta yang membesarkan matanya. Clarissa mengangkat telepon yang berbunyi di ruang pantry tersebut. “Halo ruang pantri di sini. Saya Clarissa. Apa ada yang bisa saya bantu," sapa Clarissa saat mengangkat panggilan tele
Sinta memandang Clarissa yang masuk ke ruang pantri. "Ada apa?" tanyanya memandang temannya tersebut. Sinta memperhatikan wajah teman yang terlihat berbeda. Matanya tampak sembab seperti habis menangis. "Apa kamu dipecat?" tanya Sinta yang begitu sangat menghawatirkan temannya.Carissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Clarissa tersenyum lebar hingga matanya terlihat begitu sangat kecil. "aku dikasi libur tiga hari." Clarissa mengangkat tiga jarinya. Clarissa berusaha menutupi masalahnya agar temannya tidak curiga.“Kenapa,” tanya Sinta.“Sewaktu aku mengantar kopi Aku pusing, jadi cangkir kopinya jatuh, makanya kata pak direktur aku libur aja dulu selama tiga hari." Clarissa berkata dengan raut wajah yang terlihat begitu sangat senang.“Aku merasa kamu sepertinya tidak sehat, ternyata pak direktur itu baik ya,” puji Sinta memandang temannya.
Clarissa diam dan menelan air ludahnya ketika mendengar ucapan bosnya tersebut.“Kemarin saya tidak berani untuk melanjutkan pembicaraan karena kondisi kamu masih sangat takut dengan saya. Saya tahu setelah peristiwa itu, kamu pasti sangat trauma dan benci sama saya. Namun percayalah saya benar-benar tidak pernah berniat melakukan itu,” Fathir berkata dengan memandang gadis yang hanya menundukkan kepala didepannya. “Saya sangat tidak tenang sebelum masalah ini bisa selesai,” jelas pria itu.Clarissa hanya diam saat mendengar ucapan bosnya, dia tidak tahu harus berbicara apa saat ini.“Kamu tahu bahwa saya pria yang sudah beristri,” ungkap Fathir.Clarissa menganggukkan kepalanya."Saya sudah memiliki dua orang anak."Clarissa hanya diam saat mendengar penjelasan pria tersebut.Fathir diam cukup la