Share

8. Kirim uang

i

"Iya tunggu sebentar," saut Clarissa yang mendengar Sinta mengetuk pintu dari  luar. Clarissa berjalan mendekati pintu dan membukanya.

"Apa kamu sudah nungguin aku?"  Sinta bertanya dengan yang tersenyum lebar saat memandang temannya tersebut.

"Ya, nungguin siap lagi. Kamu tau sendiri mau nungguin pacar, tapi gak punya," jawab Clarissa yang tersenyum.

"Apa masuk dulu?" Clarissa menawarkan.

"Iya dong. Aku capek habis berdiri di atas busway. Terus jalan kaki masuk ke sini," ucap Sinta yang masuk ke dalam rumah yang begitu sangat sederhana. Sinta duduk di lantai yang beralas dengan karpet.

"Berhubung kita baru siap gajian aku  ada beli gula dan juga teh. Kamu mau aku buatin minum gak?" tanya Clarissa yang berdiri di dekat pintu.

"Boleh," jawab Sinta.

Clarissa sedikit menutup pintu rumahnya. "Tunggu sebentar," ucapnya yang berjalan menuju ke dapur.

Clarissa datang dengan membawa segelas teh ditangannya. Carissa tersenyum memandang Sinta.

"Apa kamu nggak takut tinggal di sini sendiri?" ucap Sinta yang memandang rumah tersebut.

"Awal-awalnya takut tapi kalau sekarang tidak. Lagian mau ngajak orang tinggal sama dengan Aku, aku  nggak ada yang kenal," kata Clarissa menjelaskan.  Ia duduk di depan temannya.

“Aku nggak bisa tinggal di sini, soalnya aku di sini tinggal sama Tante dan om aku,” jawab Sinta.

“Iya aku tahu,” jawab Clarissa.

“Tapi kondisi rumah ini terlihat sangat rawan,” ungkap Sinta yang memandang rumah yang ditempati Clarissa.

"Gak bakalan ada yang niat rampok di sini," ucap Clarissa sambil tertawa. "Apa coba yang mau diambil? Barang-barang aku aja gak punya," ucap Carissa.

"Gak semua orang niat rampok,  banyak juga yang niat untuk memperkosa," ucap Sinta yang memandang pintu rumah yang terlihat sangat tidak kokoh.

Keringat bercucuran dikening Clarisa saat mendengar ucapan temannya. Wajahnya memucat seketika.

"Maafin aku, aku nggak niat nakutin kamu," ucap Sinta yang merasa bersalah.

Clarissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Aku sering mikir seperti itu juga, hanya saja kalau malam aku selalu periksa pintu dan tidur di kamar dengan kondisi pintu yang terkunci," jelas Clarissa.

"Kamu disini tinggal sendiri, jadi harus hati-hati. Apalagi bila malam-malam, lampu padam karena elcibi kilometer yang membalik."

"Kenapa?" Tanya Clarissa.

"Kamu sebaiknya jangan keluar untuk menaikkan elcibi lampu," ucap Sinta yang berbicara dengan wajah yang terlihat sangat serius.

"Kenapa gak boleh? Bila gak aku naikkan, aku bakal tidur gelap-gelapan tanpa lampu," tolak Clarissa.

"Iya, tidak apa kamu tidur gelap-gelapan sampai pagi.  Sudah banyak kejadian, elcibi yang sengaja di turunkan orang dari luar. Gitu lihat korbannya keluar, orang itu akan masuk  dan memukul tengkuk sehingga korban pingsan. Orang itu kemudian memperkosa korbannya. Di sini tindakan kejahatan sangat tinggi. Kita wajib hati-hati dan waspada," ucap Sinta menasehati.

Tubuh Clarissa bergetar saat mendengar apa yang disampaikan oleh temannya. Bayangan pemerkosaan itu kembali melintas di dalam ingatannya.

“Aku mau ganti baju sebentar,” ucap Carissa.

Sinta menganggukkan kepalanya. Sinta masih sangat menikmati teh hangat yang diminumnya.

Clarissa masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu kamar. Air matanya kembali menetes saat mengingat apa yang terjadi dengan dirinya. Clarissa berusaha meredam tangisnya agar tidak terdengar oleh temannya.

Setelah puas menangis Carissa mengganti pakaiannya. Ia memakai bedak bayi dan juga lip berwarna pink di bibirnya. 

"Aku sudah siap,” ucap Clarissa yang berdiri di depan kamarnya.

“Ya udah, ayo berangkat,” ucap Sinta.

"Tapi kita ke kantor pos dulu ya,” pinta Clarissa.

"Apa mau kirim paket?"  tanya Sinta yang memandang Clarissa.

Clarissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Aku mau kirimin uang untuk bunda di panti," jelas Clarissa.

Sinta mengerti maksud temannya ia kemudian menganggukkan kepalanya.

"Kantor pos tidak jauh dari sini. Apa kita jalan kaki aja," usul Clarissa.

"Boleh, uang bayar ongkos angkot bisa kita beliin teh dingin," Sinta berucap dengan tersenyum.

"Iya benar Kita harus irit," ucap Carissa yang mengunci pintu rumahnya. Mereka berjalan ke Simpang dan menuju ke kantor pos.

"Aku sudah kerja di sini, jadi Aku ingin setiap bulan bisa menyisihkan uang untuk dikirimkan ke panti. Bila tidak di bulan Ramadhan, adik-adik di pantai sangat kesulitan untuk makan. Karena sangat jarang donatur datang ke panti kami untuk menyumbang. Kami begitu sangat senang bila bulan romadhon datang. Perut kami terasa sangat kenyang. Makan kami sangat banyak dan juga enak-enak. Begitu banyak yang memberikan kami sumbangan baik berbentuk makanan, sembako, pakaian dan uang. Kalau udah dekat lebaran Kami sering dapat pemberian baju-baju bekas yang layak pakai. Bila baju-baju itu ada, maka kami akan berebut untuk memilih pakaian kami masing-masing. Baju yang aku pakai ini dari sumbangan- sumbangan yang diberikan oleh donator ataupun warga yang ingin menyumbang. Namun ada juga yang memberikan kami baju baru yang memiliki warna yang sama semua.  Ini untuk pertama kalinya aku akan mencoba membeli baju sendiri,"   Clarisa bercerita panjang lebar. Clarissa begitu sangat merindukan suasana di panti asuhannya.

Sinta begitu sangat asyik mendengarkan Sinta bercerita. Gadis bertubuh mungil dan berwajah manis itu hanya tersenyum saat mendengar. "Kehidupan di panti walaupun sangat sederhana,  serba kekurangan namun pasti sangat menyenangkan ya?" Tanya Sinta.

Clarissa menganggukkan kepalanya. "Di sana sangat ramai. Adek-adek begitu banyak. Walaupun sangat ribut dengan suara yang menagis, menjerit, ketawa dan yang lari-larian. Namun kami bahagia dan gembira," ucap Clarissa yang menahan rasa sesak didadanya.

Clarissa dan Sinta sampai di kantor pos dia mengirimkan uang  untuk ibu pantinya.

"Sudah?" Ucap Sinta yang duduk di kursi tunggu.

Clarissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Ayo kita jalan-jalan," ucap Sinta yang kemudian berdiri.

"Ayo," ucap Clarissa.

"kita mau ke mana?" Tanya Clarissa saat mereka berjalan menuju halte busway.

"Untuk beli baju, sepatu dan sandal, enaknya di tanah Abang,” jawab Sinta.

"Akhirnya aku coba juga naik busway," ucap Clarissa yang begitu sangat senang dan memegang besi di atas kepala mereka.

Sinta tersenyum memandangnya. "Naik busway walaupun berdiri tapi pakai AC," ucapnya. 

"Iya, jadi tetap adem," imbuh Clarissa yang tersenyum.

"Lokasi ke tanah Abang lumayan jauh dari tempat tinggal kamu jadi kita naik busway dua kali," Sinta menjelaskan saat busway itu berhenti di halte terakhir. 

"Apa kita harus menyambung lagi naik busway yang satu lagi, untuk menuju jurusan tanah Abang?" ucap Clarissa saat mereka berdiri di halte busway.

"Iya,” jawab Sinta, “kamu gak pusingkan naik busway?"

"Enggak apa-apa aku pengen jalan-jalan," Clarissa berkata dengan penuh semangat.

"Itu busway ayo cepat," ajak Sinta yang menarik tangan temannya .

"Iya," jawab Clarissa yang berusaha mempercepat langkah kakinya.

Mereka naik busway dan berdiri kembali seperti yang tadi, berhubung busway yang dinaikinya sudah penuh.

"Kalau begini aku berharap di depan dan juga di belakang bukan laki-laki genit dan badannya nggak bau," ucap Shinta yang tersenyum memandang Carissa. Mereka berdiri saling berhadap-hadapan.

"Iya aku kesel sama cowok yang dibelakang megang-megang aku pura-pura goyang-goyang," Clarissa berkata kesal dengan bibir yang maju ke depan.

"Sikut aja," usul Sinta.

"Aku nggak berani," ucap Clarissa.

"Kita ganti posisi," Sinta memberi saran.

Clarisa menganggukkan kepalanya ia kemudian mengambil posisi tempat Sinta berdiri dan Shinta berdiri di depan pria yang yang cukup berumur dengan kulit berwarna hitam dan perut buncit.

Pria Itu sengaja seperti sedang ingin terjatuh agar bisa menyenggol gadis di depannya. Pria itu meringis kesakitan saat Sinta menyikutkan perutnya dengan sikunya cukup keras. 

"Tolong jangan genit ya Om," ucap Sinta dengan sangat lantang.

"Siapa yang genit," ucap pria tersebut yang seakan tidak terima saat mendengar perkataan Sinta.

"Jangan pura-pura nggak sengaja ya Om," Shinta berkata dengan sangat berani.

Clarissa memandang temannya itu. Ia tidak menyangka bahwa ternyata Sinta begitu sangat berani orangnya.

Pria itu seakan tidak ingin menambah masalah. Pria itu memutuskan untuk meminta busway itu menepi agar ia bisa turun secepatnya.

Pria itu sangat malu Saat penumpang yang ada di busway itu menyorakinya saat turun dari busway.  

"Aku gak nyangka, kalau kamu seberani itu," ucap Clarissa yang memandang kagum temannya. 

"Kita harus berani, biar tidak diinjak-injak," Sinta berkata tegas. 

Clarissa tersenyum memandangnya. "Kamu hebat, keren," puji Clarissa. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status