Share

Bab 5 Euan Daffin Adelard

Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat

Happy reading

***

Harus kita mulai dengan apa cerita ini? Kebar-baran Aluna kah? Atau ingin membahas sitampan Daffin? Ah agaknya lebih seru kalau membahas sitampan, karena pasti kaum hawa suka dengan kaum Adam yang tampan, dingin, dan jangan lupa dompet tebal penjamin masa depan.

“Kesepakatan ini sangat penting untuk negara kita.”

Seperti biasa suara berat Daffin selalu sukses membuat gendang telinga orang yang lewat di sampingnya merinding suka.

“Jelas sangat penting karena bisa membuka era baru dalam hubungan ekonomi antara Canada dan Australia,” lagi Daffin bersuara.

“Hah… hah… hah…”

Kalimat yang setelahnya dilanjutkan dengan nafas terengah-engah, udara sejuk dipagi hari sangat bagus bukan dilengkapi dengan lari pagi seperti yang Daffin lakukan sekarang. Dengan setelah traning hitam, kaus oblong hitam, dan pelengkap topi hitam. Sudah seperti malaikat maut saja pria satu ini, iya malaikat maut tampan.

“Saya akan ke kantor hari ini, kita bahas tuntas semuanya,” ujar Daffin, menunduk menatap jam pada pergelangan tangan.

“Pukul 09.45 saya sudah di kan-“

“PAGII!!!!”

Hap.

“Shit!”

Bersabarlah untuk Daffin karena pagi indahnya sudah digangu oleh kembaran anabelle.

“Ih gak boleh memaki Daffin, mulut kamu mending cium aku dari pada ngeluarin kata-kata kasar,” suara cempreng Aluna langsung menusuk kasar telinga Daffin. Pria itu langsung memejamkan kedua matanya erat.

“Akan saya hubungi lagi nanti.”

Bip.

“Lepas!” jelas ada nada tidak suka dalam kalimat Daffin.

“Kamu lari pagi kan? Ya udah aku ikut.” Senyum Aluna merekah, gadis ini memang tidak kenal kata pantang menyerah walau sudah jelas Daffin tidak menyukainya.

“Lebih seru berdua tahu dari pada sendiri, kan aku bisa menemani bicara. Yuk!”

Tap.

Ya maaf-maaf saja Aluna, pria di dekat kamu tidak semudah itu untuk ditaklukkan. Daffin dengan rasa tidak sukanya sudah terlanjur menguar jelas padamu.

“Kamu bisa tidak mencari kesibukan lain? Jangan menganggu saya.” Daffin enggan menatap gadis di sampingnya, dia lebih focus pada jam tangan miliknya.

Melipat kedua tangan di depan dada, Aluna menatap Daffin dari atas setelahnya menggelengkan kepala sebagai tanda penolakan.

“Tidak salah memang incaran aku, sudah sempurna dalam semua aspek,” bisik Aluna, tapi bukan bisikan namanya kalau Daffin saja sampai menoleh.

“Aku ada sih pekerjaan lain, tapi kamu itu tidak boleh dilewatkan. Jadi ayo aku temani, kita mau lari kemana?”

Kalau sudah terucap kata demikian dari mulut Aluna maka tidak ada kata menyerah dalam perjuangannya. Adik Adnan ini terlalu suka mencari masalah, bodo amat orang yang dia dekati akan merasa terganggu.

“Yah malah menolak,” kalimat kecewa jelas terucap jelas dari bibir Aluna setelah melihat Daffin berlari menjauh, tapi jangan salah kalau Aluna akan menyerah begitu saja, oh bukan gayanya.

“Memang pria dingin itu ti…”

Tap.

“Mau kemana? Katanya mau menemani belanja.”

Hembusan napas kecewa harus keluar dari hidung Aluna, baru saja kakinya mau melangkah menyusul Daffin, tangan kakak iparnya malah menahan.

“Kakak tidak mau belanja sendiri saja?” Aluna menatap memelas wajah Alisia, sungguh kaki Aluna masih sangat ingin menyusul Daffin yang sudah jauh di depan sana.

“Kenapa? Bukannya tadi kamu yang memaksa ingin ikut? Jadi sekarang, ayo!”

Oke, sepertinya rencana Aluna gagal karena Alisia sudah menarik tangannya untuk melangkah ke arah berbeda dari posisi Daffin saat ini. Aluna memang tadi saat di rumah mamaksa ikut dengan Alisia pergi ke swalayan dekat komplek. Ingin mengenal sekitar tempat tinggal kakaknya, tapi siapa sangka akan bertemu Daffin yang tengah berolahraga disertai kucuran keringat, errr menambah kesan wow untuk pria itu. Tapi lupakan, Aluna harus menelan rasa pahit karena keinginannya menamani Alisia.

Tap.

Langkah kaki Daffin terhenti, memutar tubuh ke arah belakang, menatap Aluna yang saat ini berjalan berlainan arah dengannya. Daffin sangat bersyukur karena ada wanita lain yang menghalang Aluna untuk mengganggu dirinya. Sangat jelas Daffin mengenal siapa wanita yang menarik Aluna pergi, siapa lagi kalau bukan istri sesama rekan kerjanya menjadi Duta Besar.

“Gadis gila,” satu kata dari Daffin untuk Aluna.

Kembali melanjutkan lari paginya, Daffin tidak mau sibuk berpikir tentang kehadiran Aluna. Dia hanya ingin gadis itu tidak datang menganggu lagi, dan semoga Tuhan mengabulkan doanya.

***

“Jadi bagaimana?”

“Duta besar Canada masih belum memastikan akan memperpanjang kerja sama atau tidak.”

Kepala Daffin mengangguk mendengar ucapan sang asisten, disinilah perannya sebagai Duta Besar akan bekerja. Berdiskusi untuk perpanjangan kontrak dengan negara yang bekerja sama dengan negaranya atau berhenti sesuai kesepakatan. Tergantung apa keuntungan yang akan diperoleh.

“Hubungkan saya dengan dengan sekretaris perdana menteri,” pinta Daffin.

Tentu saja sebagai utusan Australia, Daffin tidak akan mengecewakan negaranya. Tetap mempertahankan perekonomian negaranya adalah salah satu tugas Daffin sebagai Duta Besar, jika gagal namanya juga akan tercoreng buruk dimata pemerintah Australia.

“Ini mister,” sang sekretaris memberikan telpon ganggam pada Daffin.

“Hallo, selamat pagi Mister Smith.”

Langkah Daffin menuju jendela besar ruangan miliknya yang langsung menghadap jalanan Canada. Tatapan tajam miliknya sudah menjadi ciri khas Daffin dan tidak akan pernah berubah. Postur wajah pria ini terlalu tegas untuk sekedar murah senyum pada orang di sekitarnya.

“Maaf saya menganggu pekerjaan anda, tapi bisakah saya masuk dalam list jadwal bertemu dengan perdana Menteri hari ini?”

Jika kalian bertanya kenapa Daffin tidak bertemu saja dengan Presiden Canada? Just informasi untuk kalian. Canada memang sebuah negara, tapi negara monarki konstitusional, dengan pemerintahan yang berbentuk demokrasi parlementer federal. Ratu Elizabeth II menjadi kepala negara. Sudah jelas bukan, jika Canada adalah negara persemakmuran Inggris. Jadi yang memimpim bukan lagi Presiden melainkan perdana Menteri sebagai utusan Ratu Elizabeth II.

“Saya ingin membahas kerja sama dibidang export dan import antara Canada dengan Asutralia,” to the point adalah ciri khas Daffin. Setelah mendapat balasan selamat pagi dari sekretari Perdana Menteri Canada jelas Daffin langsung mengutarakan tujuannya.

Menganggukkan kepala, Daffin mengangkat sedikit sudut bibirnya, hanya sedikit sekedar membentuk kilasan senyum datar.

“Terima kasih, saya akan datang tepat waktu.”

Bip.

Telpon dimatikan, tubuh Daffin memutar. Berjalan ke arah sang sekretaris lantas memberikan ponsel.

“Atur ulang jadwal saya,” pinta Daffin, menatap sang sekretaris.

“Baik mister, kalau begitu saya permisi.”

Cklek.

Daffin kembali duduk di kursi kerjanya, terdiam sejenak. Menatap beberapa file berkas di depannya. Sudah menjadi makanan sehari-hari melihat tumpukan kertas diatas meja, pekerjaan yang harus cepat ia selesaikan.

“Setidaknya mereka tetap menguntungkan.”

See, pria ini memang seperti itu. Mau sebanyak apa pun pekerjaannya dia tidak peduli, selama itu nyaman dan menguntungkan untuknya kenapa tidak dikerjakan.

Daffin memang tipe pria seperti itu, hard working. Pagi siang sore dan malam, itu saja yang dia lakukan, mengurus urusan negaranya dengan Canada. Jika sudah selesai ya pulang ke rumah. Itu saja rutinitas Daffin setiap harinya, membosankan? Memang tapi untuk kita yang melihat, berbeda dengan Daffin yang menjalankan dengan senang hati. Liburan? Ya sudah di hari minggu saja, itu pun hanya berdiam diri di rumah.

Yah, seperti itu perkenalan kita dengan si pria incaran Aluna. Pria pekerja keras, perfeksionis, dan mungkin agak sedikit membosankan. Ingin terus lanjut dengan cerita ini? Jika iya, ayo kita simak bersama sejauh mana akan mengenal Daffin dan kehidupan pria itu.

.

To be continued

***

Terbit : 09/01/22

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status