Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat
Happy reading
***
“Good morning semua!!!” Seperti biasa, jika Aluna ada maka tidak akan pernah sunyi.
Tap.
“Selamat pagi juga,” balas Alisia dengan senyum lebar. Istri Adnan meletakkan sarapan mereka di atas meja makan, memberi kode pada Aluna untuk duduk didekatnya.
Tapi bukannya menurut Aluna malah memilih duduk di samping Adnan yang tengah fokus pada ipadnya. Menopang dagu dengan tatapan aneh pada sang kakak, Aluna menggerakkan jari mengetok-ngetok meja.
“Suami lihat adik kamu sebentar,” pinta Alisia, dia mengerti dengan sikap adik iparnya membuat Alisa langsung merebut ipad Adnan. Dia tahu kalau Aluna sudah memasang tampang aneh dengan senyum misterius pasti ada maunya dan kalau tidak dituruti pasti akan panjang masalah.
“Jadi kapan kakak mau menemani aku?”
Seperti dugaan Alisia, tanpa banyak kata Aluna langsung to the point, meminta sang kakak memenuhi keinginannya untuk ditemani. Ditemani apa? Ya tunggu saja Aluna menyebutkan apa keinginannya.
“Memang sudah ada rencana mau lanjut kuliah dimana?” Adnan menatap adiknya.
Bukannya menjawab Aluna malah menatap Alisia dengan senyum penuh arti. Jelas saja sikap Aluna membuat kakak iparnya mengerut kening bingung.
“Kak kampus yang keren disini dimana? Ada saran tidak?”
Menghembuskan nafas pelan, Adnan dengan jelas mengaku bukan adiknya kalau tidak bersikap aneh. Bisa-bisanya Aluna bertanya pada Alisia dimana kampus yang keren, ini yang mau kuliah adiknya atau istrinya?
“Mana kakak tahu, memang kamu belum ada referensi?” tanya Alisia sambil menyiapkan nasi dan lauk untuk sarapan sang suami.
“Ya belum, kan aku niatnya kesini untuk ikut pindah tinggal dengan kalian, tapi suami kak Alisia minta melanjutkan kuliah. Ck! Menyebalkan.”
Tanpa ada rasa takutnya Aluna berucap sewot sambil melirik sinis Adnan yang duduk di sampingnya. Oh harus kalian tahu juga, Aluna ini selain suka bersikap aneh dia juga masuk dalam kategori malas.
“Melanjutkan jenjang Pendidikan itu penting Aluna.”
Aluna langsung menatap sebal ke arah Alisia yang tersenyum karena Adnan jelas akan mengeluarkan ceramahnya.
“Kamu sudah menyelesaikan studi sarjana dalam waktu tiga tahun, sekarang dari pada menganggur lebih baik lanjut kuliah, tidak ada kerjaan juga,” saran Adnan, ya bukan saran juga sih lebih ke permintaan dari seorang kakak untuk adiknya.
Mamutar mata malas, ini kalau Aluna biarkan bisa-bisa telinganya pengang oleh ceramah sang kakak.
“Bukan tidak ada kerjaan kak, tapi belum niat saja mencari kerja,” jawab Aluna, jelas dia akan membela dirinya sendiri.
Well, kategori malas Aluna adalah lulus dalam waktu tiga tahun dijurusan politics, philosophy, dan economics di universitas terbaik Luxembourg. Jadi jangan salah kira kalau Aluna malas itu sama seperti kita, yang masih hobi makan, main game, dan rebahan, hiks. Malasnya Aluna ada ditingkat yang berbeda.
“Makanya lebih baik melanjutkan kuliah, kalau kamu masih bingung memilih universitas mana, hari ini ikut pergi dengan Kakak sehabis sarapan dan tidak ada penolakan.” Adnan ketok palu dengan apa yang dia ucapkan.
Berdecak kesal, Aluna menatap kakak iparanya meminta bantuan. Bukannya mendapat pembelaan Alisia malah memberi hendikan bahu yang jelas membuat Aluna semakin kesal. Oke, niatnya ingin bersantai ria agaknya sedikit berubah jadwal karena kakaknya benar-benar cerewet kalau tidak di turuti.
***
Menghembuskan nafas kesal adalah hal yang Aluna lakukan sejak tiga menit lalu, menatap jengah ruangan putih tempatnya sekarang. Sudah dua jam dia duduk seperti patung, hanya menatap Adnan yang terus berkutat dengan berkas dan laptop miliknya.
“Kak aku minta ditemani mencari kampus untuk melanjutkan kuliah, bukan malah duduk seperti orang bodoh melihat kakak bekerja,” cetus Aluna, dia tidak bisa lagi menahan bibirnya untuk berkomentar. Ya kalian bayangkan saja, dia tidak mengerjakan apa pun hanya melihat ruangan kakaknya, paling selingan melihat ponsel.
Sial! Aluna semakin dibuat kesal karena Adnan dengan sengaja mengabaikan ucapannya. Kakaknya lebih memilih untuk fokus pada berkas kedutaan yang sungguh ingin membuat Aluna memaki tajam.
Tap.
“Aku mau mencari angin segar, sumpek!”
Tanpa ada banyak kata Aluna langsung membawa tubuhnya keluar dari ruangan Adnan, menutup pintu dengan pelan. Bodo amat kalau kakaknya nanti akan pusing mencari, toh juga ada namanya teknologi telpon. Aluna juga bukan anak kecil lagi bukan? So tidak ada yang perlu Adnan khawatirkan semisal adik nakalnya hilang.
***
Tap.
Agaknya sekarang kita perlu curiga, kenapa? Ada yang aneh dari Aluna. Dengan langkah kaki yang terhenti, senyum lebar gadis ini mengembang saat matanya melihat satu obyek.
“See, Tuhan memang tau kalau kita berjodoh.” Aluna berbisik pelan, matanya sudah seperti menatap berlian terlangka di dunia. Berbinar-binar.
Tap. Tap.
Melangkah dengan rasa penuh percaya diri dan…
Hap.
“Selamat pagi!!”
Percayalah, Aluna adalah definisi emansipasi wanita yang sebenarnya, dengan berani melakukan apa pun tanpa ada rasa takut. Ya kalian lihat saja, gadis ini pagi-pagi sudah main menggandeng lengan pria yang baru saja dia lihat.
“Sedang apa kamu? Dan tolong lepaskan tangan saya.” Yap, Daffin adalah pria yang Aluna gandeng dengan tiba-tiba.
“Ih galak! Gak suka deh, harusnya kan kamu tanya, Aluna sudah sarapan? Begitu.”
Mencebikkan bibir dengan wajah pura-pura merajuk, Aluna sukses membuat Daffin mengehembuskan nafas menahan sabar. Andai saja ini bukan kantor tempat orang bekerja, sudah Daffin pastikan gadis di sampingnya ini jatuh terduduk diatas lantai. Sadis? Biarkan, karena Daffin memang sangat muak dengan Aluna, sangat!
“Saya sedang bekerja, jadi tolong lepas. Kamu bisa mengganggu yang lain.” Tangan Daffin berusaha melepas gandengan Aluna dengan pelan karena ada sekretarisnya yang melihat.
Oh, Daffin tidak sebodoh itu merusak namanya hanya karena Aluna. Ingin melepas kasar genggaman tangan yang bergelayut pada lengannya, walau ya sangat sulit sekali.
“Kamu bekerja disini?” tanya Aluna riang.
Maaf-maaf saja ya Daffin, kamu itu sudah masuk ke dalam list jadi jangan harap Aluna akan menurut begitu saja.
“Waah! Kakak aku juga bekerja disini tahu, kebetulan yang tidak disengaja bukan?”
Kebetulan jidatmu! Ada saja kalimat yang keluar dari bibir Aluna membuat kita terpukau dengan ke bar-baran gadis ini.
“Mau kenalan tidak dengan kakak aku?”
“Tanpa kamu kenali saya sudah mengenal semua yang bekerja di kantor ini, jadi tolong sekarang minggir.” Daffin masih berusaha bersikap sopan selayaknya pria pada perempuan. Ah tunggu, Aluna bukan perempuan melainkan makhluk jejadian.
“Maaf Pak, anda harus menghadiri rapat lima menit lagi dengan Duta Besar Luxemburg.”
“Ck!”
Kurang minus apa akhlak Aluna ini, dengan beraninya berdecak di depan sekretaris Daffin yang mengingatkan jadwal meeting. Sungguh, Adnan sepertinya perlu menyewakan guru khusus tata krama untuk Aluna.
Tap.
“Hah… mengganggu sekali,” desis Aluna dengan bibir maju ke depan. Aluna benar-benar kesal melihat Daffin berlalu begitu saja setelah menghempas pelan tangganya. Dengan penuh rasa kesal, Aluna memutar tubuh, kembali ke ruangan kakaknya adalah pilihan terbaik setelah mood jeblok.
***
“Sejauh ini tidak ada kendala untuk warga Australia yang ingin memperpanjang kontrak kerja mereka,”
Daffin menganggukkan kepala mendengar penjelasan sekretarisnya, sambil terus melangkahkan kaki pria ini menatap fokus layar ipad miliknya. Siapa yang akan berani melarang Daffin berjalan sambil melihat layar persegi itu, ya dia sudah seperti pemilik gedung tempat kakinya berpijak. Ya walau pun Daffin bukan bekerja di gedung ini tapi setidaknya kedudukan sebagai duta besar layak kan.
“Bagaimana hubungan dengan kerjasama politik?” tanya Daffin.
“Hanya akan ada kunjungan Presiden Australia bulan depan, selebihnya seperti biasa.”
Kepala Daffin mengangguk, dia mengerti hanya dengan dua kata terakhir dari kalimat sekretarisnya. Seperti biasa, artinya pekerjaan Daffin tidak akan memberatkan selama beberapa minggu kedepan.
“Kak please, aku tidak mau disana, tidak keren.”
Shap.
Sontak Daffin menoleh ke arah sumber suara, dengan jelas dia melihat gadis yang tadi menganggunya sekarang tengah bergelayut manja pada pria lain. Sangat jelas Daffin mengenal pria itu, duta besar Luxembourg untuk Canada yang baru saja dia temui.
“Hah… gadis itu,” menghembuskan napas pelan, Daffin tidak percaya saja dalam hidupnya akan bertemu dengan modelan gadis seperti…
“Aluna.”
Hahaha… siapkan dirimu saja Daff, karena Aluna akan menjadi gula atau bahkan kopi dalam hidup mu.
.
To be continued
***
Terbit : 09/01/22
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej