Share

Bab 4 Ulah Tengil Aluna

Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat

Happy reading 

***

“Good morning semua!!!” Seperti biasa, jika Aluna ada maka tidak akan pernah sunyi.

Tap.

“Selamat pagi juga,” balas Alisia dengan senyum lebar. Istri Adnan meletakkan sarapan mereka di atas meja makan, memberi kode pada Aluna untuk duduk didekatnya.

Tapi bukannya menurut Aluna malah memilih duduk di samping Adnan yang tengah fokus pada ipadnya. Menopang dagu dengan tatapan aneh pada sang kakak, Aluna menggerakkan jari mengetok-ngetok meja.

“Suami lihat adik kamu sebentar,” pinta Alisia, dia mengerti dengan sikap adik iparnya membuat Alisa langsung merebut ipad Adnan. Dia tahu kalau Aluna sudah memasang tampang aneh dengan senyum misterius pasti ada maunya dan kalau tidak dituruti pasti akan panjang masalah.

“Jadi kapan kakak mau menemani aku?”

Seperti dugaan Alisia, tanpa banyak kata Aluna langsung to the point, meminta sang kakak memenuhi keinginannya untuk ditemani. Ditemani apa? Ya tunggu saja Aluna menyebutkan apa keinginannya.

“Memang sudah ada rencana mau lanjut kuliah dimana?” Adnan menatap adiknya.

Bukannya menjawab Aluna malah menatap Alisia dengan senyum penuh arti. Jelas saja sikap Aluna membuat kakak iparnya mengerut kening bingung.

“Kak kampus yang keren disini dimana? Ada saran tidak?”

Menghembuskan nafas pelan, Adnan dengan jelas mengaku bukan adiknya kalau tidak bersikap aneh. Bisa-bisanya Aluna bertanya pada Alisia dimana kampus yang keren, ini yang mau kuliah adiknya atau istrinya?

“Mana kakak tahu, memang kamu belum ada referensi?” tanya Alisia sambil menyiapkan nasi dan lauk untuk sarapan sang suami.

“Ya belum, kan aku niatnya kesini untuk ikut pindah tinggal dengan kalian, tapi suami kak Alisia minta melanjutkan kuliah. Ck! Menyebalkan.”

Tanpa ada rasa takutnya Aluna berucap sewot sambil melirik sinis Adnan yang duduk di sampingnya. Oh harus kalian tahu juga, Aluna ini selain suka bersikap aneh dia juga masuk dalam kategori malas.

“Melanjutkan jenjang Pendidikan itu penting Aluna.”

Aluna langsung menatap sebal ke arah Alisia yang tersenyum karena Adnan jelas akan mengeluarkan ceramahnya.

“Kamu sudah menyelesaikan studi sarjana dalam waktu tiga tahun, sekarang dari pada menganggur lebih baik lanjut kuliah, tidak ada kerjaan juga,” saran Adnan, ya bukan saran juga sih lebih ke permintaan dari seorang kakak untuk adiknya.

Mamutar mata malas, ini kalau Aluna biarkan bisa-bisa telinganya pengang oleh ceramah sang kakak.

“Bukan tidak ada kerjaan kak, tapi belum niat saja mencari kerja,” jawab Aluna, jelas dia akan membela dirinya sendiri.  

Well, kategori malas Aluna adalah lulus dalam waktu tiga tahun dijurusan politics, philosophy, dan economics di universitas terbaik Luxembourg. Jadi jangan salah kira kalau Aluna malas itu sama seperti kita, yang masih hobi makan, main game, dan rebahan, hiks. Malasnya Aluna ada ditingkat yang berbeda.

“Makanya lebih baik melanjutkan kuliah, kalau kamu masih bingung memilih universitas mana, hari ini ikut pergi dengan Kakak sehabis sarapan dan tidak ada penolakan.” Adnan ketok palu dengan apa yang dia ucapkan.

Berdecak kesal, Aluna menatap kakak iparanya meminta bantuan. Bukannya mendapat pembelaan Alisia malah memberi hendikan bahu yang jelas membuat Aluna semakin kesal. Oke, niatnya ingin bersantai ria agaknya sedikit berubah jadwal karena kakaknya benar-benar cerewet kalau tidak di turuti.

***

Menghembuskan nafas kesal adalah hal yang Aluna lakukan sejak tiga menit lalu, menatap jengah ruangan putih tempatnya sekarang. Sudah dua jam dia duduk seperti patung, hanya menatap Adnan yang terus berkutat dengan berkas dan laptop miliknya.

“Kak aku minta ditemani mencari kampus untuk melanjutkan kuliah, bukan malah duduk seperti orang bodoh melihat kakak bekerja,” cetus Aluna, dia tidak bisa lagi menahan bibirnya untuk berkomentar. Ya kalian bayangkan saja, dia tidak mengerjakan apa pun hanya melihat ruangan kakaknya, paling selingan melihat ponsel.

Sial! Aluna semakin dibuat kesal karena Adnan dengan sengaja mengabaikan ucapannya. Kakaknya lebih memilih untuk fokus pada berkas kedutaan yang sungguh ingin membuat Aluna memaki tajam.

Tap.

“Aku  mau mencari angin segar, sumpek!”

Tanpa ada banyak kata Aluna langsung membawa tubuhnya keluar dari ruangan Adnan, menutup pintu dengan pelan. Bodo amat kalau kakaknya nanti akan pusing mencari, toh juga ada namanya teknologi telpon. Aluna juga bukan anak kecil lagi bukan? So tidak ada yang perlu Adnan khawatirkan semisal adik nakalnya hilang.

***

Tap.

Agaknya sekarang kita perlu curiga, kenapa? Ada yang aneh dari Aluna. Dengan langkah kaki yang terhenti, senyum lebar gadis ini mengembang saat matanya melihat satu obyek.

“See, Tuhan memang tau kalau kita berjodoh.” Aluna berbisik pelan, matanya sudah seperti menatap berlian terlangka di dunia. Berbinar-binar.

Tap. Tap.

Melangkah dengan rasa penuh percaya diri dan…

Hap.

“Selamat pagi!!”

Percayalah, Aluna adalah definisi emansipasi wanita yang sebenarnya, dengan berani melakukan apa pun tanpa ada rasa takut. Ya kalian lihat saja, gadis ini pagi-pagi sudah main menggandeng lengan pria yang baru saja dia lihat.

“Sedang apa kamu? Dan tolong lepaskan tangan saya.” Yap, Daffin adalah pria yang Aluna gandeng dengan tiba-tiba.

“Ih galak! Gak suka deh, harusnya kan kamu tanya, Aluna sudah sarapan? Begitu.”

Mencebikkan bibir dengan wajah pura-pura merajuk, Aluna sukses membuat Daffin mengehembuskan nafas menahan sabar. Andai saja ini  bukan kantor tempat orang bekerja, sudah Daffin pastikan gadis di sampingnya ini jatuh terduduk diatas lantai. Sadis? Biarkan, karena Daffin memang sangat muak dengan Aluna, sangat!

“Saya sedang bekerja, jadi tolong lepas. Kamu bisa mengganggu yang lain.” Tangan Daffin berusaha melepas gandengan Aluna dengan pelan karena ada sekretarisnya yang melihat.

Oh, Daffin tidak sebodoh itu merusak namanya hanya karena Aluna. Ingin melepas kasar genggaman tangan yang bergelayut pada lengannya, walau ya sangat sulit sekali.

“Kamu bekerja disini?” tanya Aluna riang.

Maaf-maaf saja ya Daffin, kamu itu sudah masuk ke dalam list jadi jangan harap Aluna akan menurut begitu saja.

“Waah! Kakak aku juga bekerja disini tahu, kebetulan yang tidak disengaja bukan?”

Kebetulan jidatmu! Ada saja kalimat yang keluar dari bibir Aluna membuat kita terpukau dengan ke bar-baran gadis ini.

“Mau kenalan tidak dengan kakak aku?”

“Tanpa kamu kenali saya sudah mengenal semua yang bekerja di kantor ini, jadi tolong sekarang minggir.” Daffin masih berusaha bersikap sopan selayaknya pria pada perempuan. Ah tunggu, Aluna bukan perempuan melainkan makhluk jejadian.

“Maaf Pak, anda harus menghadiri rapat lima menit lagi dengan Duta Besar Luxemburg.”

“Ck!”

Kurang minus apa akhlak Aluna ini, dengan beraninya berdecak di depan sekretaris Daffin yang mengingatkan jadwal meeting. Sungguh, Adnan sepertinya perlu menyewakan guru khusus tata krama untuk Aluna.

Tap.

“Hah… mengganggu sekali,” desis Aluna dengan bibir maju ke depan. Aluna benar-benar kesal melihat Daffin berlalu begitu saja setelah menghempas pelan tangganya. Dengan penuh rasa kesal, Aluna memutar tubuh, kembali ke ruangan kakaknya adalah pilihan terbaik setelah mood jeblok.

***

“Sejauh ini tidak ada kendala untuk warga Australia yang ingin memperpanjang kontrak kerja mereka,”

Daffin menganggukkan kepala mendengar penjelasan sekretarisnya, sambil terus melangkahkan kaki pria ini menatap fokus layar ipad miliknya. Siapa yang akan berani melarang Daffin berjalan sambil melihat layar persegi itu, ya dia sudah seperti pemilik gedung tempat kakinya berpijak. Ya walau pun Daffin bukan bekerja di gedung ini tapi setidaknya kedudukan sebagai duta besar layak kan.

“Bagaimana hubungan dengan kerjasama politik?” tanya Daffin.

“Hanya akan ada kunjungan Presiden Australia bulan depan, selebihnya seperti biasa.”

Kepala Daffin mengangguk, dia mengerti hanya dengan dua kata terakhir dari kalimat sekretarisnya. Seperti biasa, artinya pekerjaan Daffin tidak akan memberatkan selama beberapa minggu kedepan.

“Kak please, aku tidak mau disana, tidak keren.”

Shap.

Sontak Daffin menoleh ke arah sumber suara, dengan jelas dia melihat gadis yang tadi menganggunya sekarang tengah bergelayut manja pada pria lain. Sangat jelas Daffin mengenal pria itu, duta besar Luxembourg untuk Canada yang baru saja dia temui.

“Hah… gadis itu,” menghembuskan napas pelan, Daffin tidak percaya saja dalam hidupnya akan bertemu dengan modelan gadis seperti…

“Aluna.”

Hahaha… siapkan dirimu saja Daff, karena Aluna akan menjadi gula atau bahkan kopi dalam hidup mu.

.

To be continued

***

Terbit : 09/01/22

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status