🌸🌸🌸
"Woi, keluar!" Salsa mengetuk jendela mobilku dengan emosi.
Aku keluar dengan anggunly dan senyuman lebar, mereka kaget melihatku. Aku pastikan mereka belum tahu mobil baru kami ini karena kami baru membelinya lima hari yang lalu.
"Teh, Lisa. Kok, bisa?!” ujar Salsa.
"Bisa dong, memang kamu aja yang bisa nyopir mobil? Ngomong-ngomong mobil kamu bagus Sa, baru?" tanyaku menyelidik.
"Eh, i—ya, Teh, ini mo—bil pacarku," jawabnya terbata-bata.
Kupindai mobil yang dipakai Salsa. Honda HR-v, tiga ratus juta pasti habis untuk membeli mobil ini. Ibu terlihat salah tingkah sejak tadi pasalnya beliau jika di rumah berpenampilan tidak seperti ini, hanya pakai daster dan dandan seadanya, berbeda sekali dengan hari ini. Ibu sudah bak sosialita kelas atas.
"Eghem, kenapa lihatin Ibu begitu, Sa?" tanya ibu makin salah tingkah.
"Ibu, hari ini cantik banget, aku suka," jawabku berbohong. Benar saja ibu tampak puas dengan pujianku.
"Sa, pacarmu kaya raya, ya, bisa belikan kamu mobil?" sindirku.
"Em, bukan dibelikan Teh, aku dibolehin pakai saja, dia banyak mobil, jadi aku bebas mau pakai yang mana," jawabnya gugup. Tentu saja aku tidak percaya. Pasti ini mobil dibeli pakai uang hasil dari usaha kami karena setahuku pacar Salsa di kampung anak petani dan masih kuliah juga.
"Ya, sudah Teteh, duluan ya masih banyak urusan,” pamitku. Aku muak bertemu mereka.
"Tunggu dulu, Sa! Kamu pakai mobil siapa?" tanya ibu penasaran.
"Mobilku dong, Bu, masa mobil orang," jawabku ketus. Ibu tampak kaget dengan ucapanku karena aku tidak biasanya ketus pada orang tua.
"Ya, sudah Bu, aku permisi masih banyak kerjaan." Kutinggalkan mereka yang tampak kesal.
"Baru menghidupkan mesin, terlintas ide untuk mengikuti mereka, aku yakin sekali Mas Eko memakai uang usaha untuk membelikan adiknya mobil.
Segera kuhampiri ojek pangkalan untuk mengikuti mobil Salsa. Aku sengaja tidak memakai mobil agar mereka tidak curiga. Beruntung mobil yang dikendarai Salsa tidak ngebut, jadi tidak kehilangan jejak.
Aku tertegun, ternyata mereka memasuki perumahan elit di kota kecil kami. "Kuda Cluster Residence” duit dari mana mereka bisa beli rumah di sini, perumahan di sini harganya paling murah lima ratus juta rupiah. Mobil Salsa berhenti di depan rumah tak jauh dari pos satpam. Aku turun dan menyuruh Pak ojek untuk menunggu sebentar.
Mereka di sambut Mas Eko dan Rara. Kur4ng 4j*r! Darahku mendidih ingin rasanya aku melabrak mereka. Kuketuk pintu dengan anggun, berharap mereka semua tidak pingsan setelah melihatku nanti.
"Siapa sih, enggak ngerti orang repot apa bertamu siang bolong!" gerutu ibu mertuaku.
'Klek! Begitu pintu terbuka ibu syok seperti melihat hantu di siang bolong.
"Lisa!" Wajah ibu langsung pucat.
Aku langsung nyelonong masuk ke dalam. Wow, bagus sekali! Di ruang tengah aku melihat pemandangan yang luar biasa. Mas Eko sedang bermesraan dengan Rara, apa di kantor tadi tidak membuatnya jera? Sungguh keterlaluan!
Aku tepuk tangan dengan gemetar. Dua insan yang sedang dimabuk cinta itu pun kaget. Sama seperti ibu pucat pasi.
"Dik, kenapa bisa kamu ada di sini?" Mas Eko tampak kacau sekali, sedang ulet keket itu sama sekali tidak merasa malu bahkan membusungkan dadanya menunjukkan kemenangannya.
"Harusnya aku yang tanya Mas, kenapa kamu ada di sini bukanya kerja malah asyik-asyikkan bermesraan," jawabku sekalem mungkin, meski dada ini bergemuruh dan rasanya ingin kucabik-cabik suami tidak tahu diri ini.
"Mas, tadi mengantar Rara pulang dan ini baru juga mau berangkat lagi," jawab Mas Eko. Dia mendekatiku mencoba bernegosiasi.
"Pulang? Rumah ulet keket ini kan, bersebelahan dengan rumah kita, bukan di sini," sahutku telak.
"Maksudnya Rara minta anter ke sini, dia ingin bertemu Ibu," ucap Mas Eko lagi.
"Ibu? Oh, jadi ini rumah Ibu? Bagus banget ya, Mas, dapat duit dari mana untuk membelikan rumah ini?"
"Kamu, itu pasti memata-matai kami iya, kan? Kamu enggak rela kan, Mas Eko punya istri lagi?" sahut ulet keket itu.
"Waktuku terlalu berharga jika aku habiskan untuk memata-matai kalian. Sejak aku tahu pernikahan kalian, rasa cemburu dan cintaku hilang begitu saja. Lagi pula barang bekas seperti Mas Eko ini cocok dipungut sama perempuan m*r*h4n seperti kamu,” jawabku. Mas Eko tampak tersinggung dia menahan amarahnya.
"Aku ini banyak teman, jadi kalian jangan heran. Itu rumah ujung adalah rumah sahabat karibku sejak SMP." ucapku lagi, tapi bohong! Jika tidak begitu mereka akan bebas di sini.
"Dik?" Panggilannya lembut, tangannya hendak menyentuhku, tapi segera aku tepis.
"Cukup Mas, tidak usah menjelaskan apa pun lagi, sekarang kembali ke kantor atau kamu aku pecat!" ucapku tegas.
"Eh, seenaknya sendiri main pecat orang!" sangkal ibu.
"Enak dong, itu kan, usaha memang milikku. Apa Ibu lupa aku dapat uang dari mana untuk memulai ini semua? Perlu aku jelaskan secara terperinci?" jawabku menohok. Ibu diam saja.
"Mas, aku tunggu kamu di rumah sekalian Ibu, dan juga Salsa kalau tidak maka tidak usah pulang selamanya!" Aku tinggalkan mereka.
Sebelum pulang tujuanku adalah kantor kami, aku akan memeriksa keuangan. Selama ini terlalu percaya dengan Mas Eko jadi tidak mau tahu urusan kantor. Usaha yang kami jalani memang aku yang merintisnya, menjadi TKI di Jepang selama enam tahun.
Dulu kami benar-benar terpuruk, suami lumpuh akibat kecelakaan dan menghabiskan banyak uang untuk pengobatannya juga meninggalkan hutang yang banyak, sampai anak kami Seno, meninggal dunia akibat sakit parah yang telat mendapatkan pertolongan.
Jika mengandalkan kerja di sini entah sampai kapan lunas dan hidup kami berubah. Mas Eko dengan keterbatasannya sedang berjuang merampungkan kuliah yang tinggal sejengkal lagi. Dengan izin orang tua dan suami aku pergi merantau ke negeri orang.
Enam tahun merantau dan pulang membawa kesuksesan kurasa cukup untuk memulai hidup baru. Menjalankan usaha travel, berkat kegigihan orang tuaku dan juga Mas Eko, travel yang dirintis sejak tahun ke tiga aku di Jepang sangat maju bahkan sekarang sudah bisa membeli dua mobil truk untuk ekspedisi hasil bumi.
Pak Ojek tampak mencuri-curi pandang padaku lewat sepion, beliau pasti heran melihatku menangis. Ya, aku menangis walau bagaimana pun aku ini wanita biasa yang pasti sakit jika mendapati pasangan hidupnya mendua, tapi aku tidak akan pernah menunjukkan tangisanku di hadapan mereka.
[Mas, mobil ada di depan Supermarket ABCD kamu ambil ya, bawa pulang.] Kukirimkan pesan WA pada Mas Eko. Terlihat dia memanggil Kuriject gegas aku mengnonatifkan HP.
🌸🌸🌸
Sampai kantor ada tiga mobil yang baru pulang dan para sopir itu sedang menyetor hasilnya pada admin.
"Mirna, biar aku saja kamu boleh istirahat." Mereka semua tampak kaget
"Baik, Bu, terima kasih."
"Mir, kalau ada perempuan yang bernama Rara ke sini lagi dan masuk ruang kerja Bapak, kamu usir saja, dia bukan bos di sini," ucapku. Mirna hanya mengangguk jelas sekali dia tampak takut pasti Mas Eko sudah mengancamnya.
Benar saja setelah aku periksa banyak kejanggalan penggunaan uang yang tidak masuk akal. Huft! Dua masalah berat harus aku hadapi jika tidak usaha ini akan bangkrut dan aku kembali terpuruk. Jika aku gagal berumah tangga setidaknya aku tidak boleh gagal dalam usaha. Aku harus sukses, aku akan membuat siapa pun yang menyakitiku menyesal.
Mas Eko, sampai titik darah penghabisan aku tidak akan pernah menyerah dan mentalmu akan aku habisi. Akan aku kembalikan kamu ke comberan!
🌸🌸🌸🌸🌸Sesampainya di rumah keluarga benalu itu sudah duduk manis, mereka sedang membicarakan mobil Salsa yang kutabrak. Salsa yang tahu kedatanganku langsung bersikap baik."Teh, kalau mobilnya enggak diperbaiki nanti tambah rusak gimana itu kan, mobil baru," ucap Salsa memelas. Aku tahu maksud Salsa. Dia pasti bermaksud meminta ganti rugi padaku. Cih, enak saja. Mulai detik ini aku tidak akan membiarkan mereka memakai uangku sepeser pun."Bukan urusan Teteh, kan, kamu sendiri yang bilang mobil itu milik pacarmu, jadi ya, tinggal kamu bilang saja pada pacarmu yang kaya raya itu untuk membawa ke bengkel," jawabku santai. Salsa tampak khawatir. Dia pasti tidak rela jika mobil barunya rusak begitu saja."Tolong Teh, sekali ini saja, pacarku bisa marah.” Salsa memohon padaku."Kalau marah ya, tinggalkan saja masih banyak laki-laki lain yang baik kok. Lagi pula kamu aneh Sa, belum jadi suami-istri sudah berani memakai barang orang atau jangan-jangan benar seperti dugaanku kalau mobil
🌸🌸🌸"Bu, kami memergoki mereka sedang berbuat mesum, kami sebelumnya sudah mengintai dan mendapati Pak Eko sering kali ke rumah Bu Rara, maka malam ini kami tidak mau kecolongan kami harus mengamankan mereka, kami tidak mau perumahan kita tercemar dan terkutuk. Bisa-bisa seperti yang di berita satu perumahan tertelan bumi gara-gara penghuninya banyak yang bermaksiat! Mereka ini berbuat mesum!" jelas Pak Sobri dengan semangat '45, beliau memang warga yang paling kepo di sini."Bapak-bapak harap tenang, biar saya yang menjelaskannya pada Bu Lisa," sela Pak RT."Eghem! Terima kasih Bapak-bapak sudah sangat baik menertibkan peraturan di kompleks kita .... " jawabku."Kami tidak berbuat mesum! Aku ini istri Mas Eko juga!" teriak Rara menyela ucapanku. Dia berbicara pada semua orang, tapi matanya selalu menatapku penuh angkuh. Nyeri itu masih ada, mendengar Rara berkata demikian, dan luka itu kembali menganga seperti tersiram air garam. Sakit sekali, meski ini memang kenyataan yang har
🌸🌸🌸"Sudah kubilang jangan pergi kamu enggak nurut ya, sama suami!" Mas Eko menarik tanganku sakit sekali. Hampir saja aku terjatuh kalau aku tidak bisa menjaga keseimbangan. Mas Eko benar-benar kasar padaku."Aku pergi bukan untuk hal-hal yang tidak baik Mas, aku pergi ke kantorku sendiri!" Lepas! Tidak cukupkah kamu menyakiti hatiku hingga mulai bermain fisik!" teriakku. Mas Eko perlahan melepaskan cengkraman tangannya. Dikiranya aku akan nurut seperti dulu? Aku bukan lagi istri yang mudah dibodohi. Aku Lisa, seorang sarjana yang sudah merantau ke negeri orang dengan pengalaman manis pahitnya kehidupan, maka jangan remehkan aku."Dik, Mas minta maaf. Mas, enggak bermaksud menyakitimu begitu," ucap Mas Eko, lalu tiba-tiba mencium pipi kananku. Andai saja dia suami baik pasti aku akan merasa tersanjung sekali. Sayangnya dia serigala berbulu domba. Hatinya busuk.Tak kupedulikan Mas Eko yang terus saja melarangku pergi. Dia membuntutiku seperti anak kecil yang tidak rela ditinggal
Siapa Dewi? Akte lahir ini jelas sekali milik Fia. Kuturuni anak tangga mencari keberadaan Mas Eko, aku akan tanyakan langsung padanya jika dia tidak mau menjawab maka aku yang akan mencari jawabannya sendiri. Aku memang bukan tipe orang yang nrimo dan pasrah dengan keadaan apa pun akan aku cari tahu dan perjuangkan."Mirna, Bapak ke mana?""Tadi ada di sini Bu, duduk di sofa tamu sedang menungguku membereskan berkas-berkas ini." Tanpa menyahut lagi ucapan Mirna, aku menyusuri halaman depan. Ternyata Mas Eko sedang menelepon seseorang."Baik segera kamu urus semuanya Ji, nanti bagianmu akan aku transfer lebih, Adikku membutuhkan untuk memperbaiki mobilnya," ucap Mas Eko pada seseorang di telepon."Kalau bisa siang ini harus sudah selesai ya, istri mudaku juga butuh untuk bayar kontrakan, ingat Ji hanya kita yang tahu, jaga rahasia kita," katanya lagi lalu menutup telepon."Iya, halo Sayang, sabarla kamu jangan uring-uringan begitu aku juga pusing. Kamu itu sama aja dengan Lisa enggak
"Eghem, bukan semena-mena, lebih tepatnya tegas, ingat pengkhianat itu harus dihukum biar jera. Mirna besok kalau punya suami terus suamimu tukang selingkuh langsung tendang saja dari rumah biar enggak tuman!" sahutku. Mas Eko lagi-lagi salah tingkah sedang Mirna hanya senyum-senyum saja."Nah, Mirna mulai hari ini kamu satu ruangan denganku, Mas Eko boleh pergi sekarang. Sudah waktunya makan siang kamu boleh istirahat dulu Mir, dan kamu Mas bersihkan ruangan bawah yang tampak kotor sekali,” titahku."Apa! Enggak mau, memang aku ini cleaning servis! Suruh saja Mirna, dia kan, pekerja di sini!" tolak Mas Eko seraya berkacak pinggang."Kalau enggak mau gampang kok, tinggal potong gaji saja, lagi pula selama ini Mas juga enggak pernah bersih-bersih di sini!" kataku tegas."Dik, otakmu di mana! Aku ini suamimu, durhaka kamu semena-mena begitu mentang-mentang kamu bisa cari uang!" teriaknya tak terima."Mas! Di mana otakmu! Saat istrimu rela hidup miskin dan bekerja di negeri orang setela
🌸🌸🌸Kurebahkan tubuh yang sangat lelah ini dan mencoba memejamkan mata berharap bisa tertidur pulas karena hanya dengan tidur aku bisa lupa semua tentang kisah pahit hidupku ini dan besok bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Jalan ini masih panjang aku tidak boleh lengah apalagi menyerah. Ini semua demi harga diriku. Perempuan apik sepertiku tidak pantas dicampakkan begini. Mereka harus membayar mahal untuk semua yang telah mereka ambil dariku.“Sayang, Mas rindu.” Kurasakan nafas berat di tengkuk leherku. Mas Eko memelukku dari belakang dan tangannya mulai meraba-raba tubuhku. Kurang ajar! Berani sekali laki-laki pengkhianat ini menjamah tubuhku. Tidak akan pernah aku biarkan. Memang berdosa menolak kemauan suami, tapi kali ini aku harus tegas. Aku tidak sudi lagi tidur dengan laki-laki yang sudah berbagi ranjang dengan perempuan sundal seperti Rara.Plak!Aku balik badan dan segera kutampar pipinya.“Jangan sentuh aku, Mas! Aku sudah tidak sudi lagi melayani kamu! Bahkan luk
Sebelumnya bantu follow akunku ya Dear, subs semua cerbungku, like, coment, and share biar makin banyak yang baca.#Ambil baiknya jika ada, buang buruknya. Happy reading ❤️🌸🌸🌸Klek!Ibu terjatuh saat aku kubuka pintu karena beliau menyandar di daun pintu.“Menantu kurang ajar!” pekiknya.Aku puas sekali melihat ibu jatuh begitu. Badanya yang gempal membuatnya susah untuk bangun.Aku hanya berkacak pinggang saja melihat ibu dan anak di depanku kesakitan.“Bu!” Lirih Mas Eko memanggil sambil memegangi selakangannya.“Kamu apakan anak kesayanganku, Lisa!”“Hanya aku tendang saja selakangannya, Bu. Eh, kena tuh, si burung puyung yang masih berdiri,” jawabku santai seraya cekikikan.“Dasar istri gemblung! Dosa kamu sama suami begitu. Terlaknat kamu!” sahut ibu lagi. Beliau berusaha meraih dinding kamar untuk berdiri.“Menyesal Ibu sudah membiarkan kamu untuk kembali. Harusnya kamu itu memang tidak usah balik ke sini. Mending jadi babu aja di luar negeri. Toh, Eko ada yang ngurusin. Rar
“Halah, kalau sudah mulai kan, nanti lupa. Kamu saja yang terlalu dramatis. Rasanya sama saja, kok! Perempuan itu nerimo tidak usah banyak protes!”“Oh, rupanya Ibu mendukung sekali ya, perbuatan Mas Eko. Sudah tahu anak salah masih saja dibela. Sudah sana pergi dari sini aku mau tidur!” Usirku.“Kamu itu ya, kalau orang tua ngomong didengarin bukan malah bantah terus! Sudah kebagusan benar tingkahmu itu!” bentak ibu. Duh, kupingku makin penging saja.“Aku sudah dengar kok, Bu. Ya, sudah ya, sana Ibu pergi bawa sekalian laki-laki tak berguna ini!” kataku kesal seraya kutunjuk wajah mereka berdua.“Apa kamu bilang, Dik? Tega ya, kamu ngomong begitu padahal aku ini masih sah suami kamu,” jawab Mas Eko dengan raut wajah memelas.“Enggak usah menyek-menyek gitu, Ko. Perempuan seperti dia masih banyak di luaran sana. Kamu ganteng dan kaya punya istri 4 yang jauh lebih cantik dan muda dari si Lisa,” sahut ibu.“Kaya? Dilihat dari manany, Bu? Kaya nebeng iya, juga! Ingat ya, ini semua aku ya