Share

BAB 2. Kejutan untuk mereka.

🌸🌸🌸

"Woi, keluar!" Salsa mengetuk jendela mobilku dengan emosi.

Aku keluar dengan anggunly dan senyuman lebar, mereka kaget melihatku. Aku pastikan mereka belum tahu mobil baru kami ini karena kami baru membelinya lima hari yang lalu.

"Teh, Lisa. Kok, bisa?!” ujar Salsa.

"Bisa dong, memang kamu aja  yang bisa nyopir mobil? Ngomong-ngomong mobil kamu bagus Sa, baru?" tanyaku menyelidik.

"Eh, i—ya, Teh, ini mo—bil pacarku," jawabnya terbata-bata.

Kupindai mobil yang dipakai Salsa. Honda HR-v, tiga ratus juta pasti habis untuk membeli mobil ini. Ibu terlihat salah tingkah sejak tadi pasalnya beliau jika di rumah berpenampilan tidak seperti ini, hanya pakai daster dan dandan seadanya, berbeda sekali dengan hari ini. Ibu sudah bak sosialita kelas atas.

"Eghem, kenapa lihatin Ibu begitu, Sa?" tanya ibu makin salah tingkah.

"Ibu, hari ini cantik banget, aku suka," jawabku berbohong. Benar saja ibu tampak puas dengan pujianku.

"Sa, pacarmu kaya raya, ya, bisa belikan kamu mobil?" sindirku.

"Em, bukan dibelikan Teh, aku dibolehin pakai saja, dia banyak mobil, jadi aku bebas mau pakai yang mana," jawabnya gugup. Tentu saja aku tidak percaya. Pasti ini mobil dibeli pakai uang hasil dari usaha kami karena setahuku pacar Salsa di kampung anak petani dan masih kuliah juga.

"Ya, sudah Teteh, duluan ya masih banyak urusan,” pamitku. Aku muak bertemu mereka.

"Tunggu dulu, Sa! Kamu pakai mobil siapa?" tanya ibu penasaran.

"Mobilku dong, Bu, masa mobil orang," jawabku ketus. Ibu tampak kaget dengan ucapanku karena aku tidak biasanya ketus pada orang tua.

 "Ya, sudah Bu, aku permisi masih banyak kerjaan." Kutinggalkan mereka yang tampak kesal.

"Baru menghidupkan mesin, terlintas ide untuk mengikuti mereka, aku yakin sekali Mas Eko memakai uang usaha untuk membelikan adiknya mobil.

Segera kuhampiri ojek pangkalan untuk mengikuti mobil Salsa. Aku sengaja tidak memakai mobil agar mereka tidak curiga. Beruntung mobil yang dikendarai Salsa tidak ngebut, jadi tidak kehilangan jejak.

Aku tertegun, ternyata mereka memasuki perumahan elit di kota kecil kami. "Kuda Cluster Residence” duit dari mana mereka bisa beli rumah di sini, perumahan di sini harganya paling murah lima ratus juta rupiah. Mobil Salsa berhenti di depan rumah tak jauh dari pos satpam. Aku turun dan menyuruh Pak ojek untuk menunggu sebentar.

Mereka di sambut Mas Eko dan Rara. Kur4ng 4j*r! Darahku mendidih ingin rasanya aku melabrak mereka. Kuketuk pintu dengan anggun, berharap mereka semua tidak pingsan setelah melihatku nanti.

"Siapa sih, enggak ngerti orang repot apa bertamu siang bolong!" gerutu ibu mertuaku.

'Klek! Begitu pintu terbuka ibu syok seperti melihat hantu di siang bolong.

 "Lisa!" Wajah ibu langsung pucat.

Aku langsung nyelonong masuk ke dalam. Wow, bagus sekali! Di ruang tengah aku melihat pemandangan yang luar biasa. Mas Eko sedang bermesraan dengan Rara, apa di kantor tadi tidak membuatnya jera? Sungguh keterlaluan!

Aku tepuk tangan dengan gemetar. Dua insan yang sedang dimabuk cinta itu pun kaget. Sama seperti  ibu pucat pasi.

"Dik, kenapa bisa kamu ada di sini?" Mas Eko tampak kacau sekali, sedang ulet keket itu sama sekali tidak merasa malu bahkan membusungkan dadanya menunjukkan kemenangannya.

"Harusnya aku yang tanya Mas, kenapa kamu ada di sini bukanya kerja malah asyik-asyikkan bermesraan," jawabku sekalem mungkin, meski dada ini bergemuruh dan rasanya ingin kucabik-cabik suami tidak tahu diri ini.

"Mas, tadi mengantar Rara pulang dan ini baru juga mau berangkat lagi," jawab Mas Eko. Dia mendekatiku mencoba bernegosiasi.

"Pulang? Rumah ulet keket ini kan, bersebelahan dengan rumah kita, bukan di sini," sahutku telak.

"Maksudnya Rara minta anter ke sini, dia ingin bertemu Ibu," ucap Mas Eko lagi.

"Ibu? Oh, jadi ini rumah Ibu? Bagus banget ya, Mas, dapat duit dari mana untuk membelikan rumah ini?"

"Kamu, itu pasti memata-matai kami iya, kan? Kamu enggak rela kan, Mas Eko punya istri lagi?" sahut ulet keket itu.

"Waktuku terlalu berharga jika aku habiskan untuk memata-matai kalian. Sejak aku tahu pernikahan kalian, rasa cemburu dan cintaku hilang begitu saja. Lagi  pula barang bekas seperti Mas Eko ini cocok dipungut sama perempuan m*r*h4n seperti kamu,” jawabku. Mas Eko tampak tersinggung dia menahan amarahnya.

"Aku ini banyak teman, jadi kalian jangan heran. Itu rumah ujung adalah rumah  sahabat karibku sejak SMP." ucapku lagi, tapi bohong! Jika tidak begitu mereka akan bebas di sini.

"Dik?" Panggilannya lembut, tangannya hendak menyentuhku, tapi segera aku tepis.

"Cukup Mas, tidak usah menjelaskan apa pun lagi, sekarang kembali ke kantor atau kamu aku pecat!" ucapku tegas.

"Eh, seenaknya sendiri main pecat orang!" sangkal ibu.

"Enak dong, itu kan, usaha memang milikku. Apa Ibu lupa aku dapat uang dari mana untuk memulai ini semua? Perlu aku jelaskan secara terperinci?" jawabku menohok. Ibu diam saja.

"Mas, aku tunggu kamu di rumah sekalian Ibu, dan juga Salsa kalau tidak maka tidak usah pulang selamanya!" Aku tinggalkan mereka.

Sebelum pulang tujuanku adalah kantor kami, aku akan memeriksa keuangan. Selama ini terlalu percaya dengan Mas Eko jadi tidak mau tahu urusan kantor. Usaha yang kami jalani memang aku yang merintisnya, menjadi TKI di Jepang selama enam tahun.

 Dulu kami benar-benar terpuruk, suami lumpuh akibat kecelakaan dan menghabiskan banyak uang untuk pengobatannya juga meninggalkan hutang yang banyak, sampai anak kami Seno, meninggal dunia akibat sakit parah yang telat mendapatkan pertolongan.

 Jika mengandalkan kerja di sini entah sampai kapan lunas dan hidup kami berubah. Mas Eko dengan keterbatasannya sedang berjuang merampungkan kuliah yang tinggal sejengkal lagi. Dengan izin orang tua dan suami aku pergi merantau ke negeri orang.

Enam tahun merantau dan pulang membawa kesuksesan kurasa cukup untuk memulai hidup baru. Menjalankan usaha travel, berkat kegigihan orang tuaku dan juga Mas Eko, travel yang dirintis sejak  tahun ke tiga aku di Jepang sangat maju bahkan sekarang sudah bisa membeli dua mobil truk untuk ekspedisi hasil bumi.

Pak Ojek tampak mencuri-curi pandang padaku lewat sepion, beliau pasti heran melihatku menangis. Ya, aku menangis walau bagaimana pun aku ini wanita biasa yang pasti sakit jika mendapati pasangan hidupnya mendua, tapi aku tidak akan pernah menunjukkan tangisanku di hadapan mereka.

[Mas, mobil ada di depan Supermarket ABCD kamu ambil ya, bawa pulang.] Kukirimkan pesan WA pada Mas Eko. Terlihat dia memanggil Kuriject gegas aku mengnonatifkan HP.

🌸🌸🌸

Sampai kantor ada tiga mobil yang baru pulang dan para sopir itu sedang menyetor hasilnya pada admin.

"Mirna, biar aku saja kamu boleh istirahat." Mereka semua tampak kaget

"Baik, Bu, terima kasih."

"Mir, kalau ada perempuan yang bernama Rara ke sini lagi dan masuk ruang kerja Bapak, kamu usir saja, dia bukan bos di sini," ucapku. Mirna hanya mengangguk jelas sekali dia tampak takut pasti Mas Eko sudah mengancamnya.

Benar saja setelah aku periksa banyak kejanggalan penggunaan uang yang tidak masuk akal. Huft! Dua masalah berat harus aku hadapi jika tidak usaha ini akan bangkrut dan aku kembali terpuruk. Jika aku gagal berumah tangga setidaknya aku tidak boleh gagal dalam usaha. Aku harus sukses, aku akan membuat siapa pun yang menyakitiku menyesal.

Mas Eko, sampai titik darah penghabisan aku tidak akan pernah menyerah dan mentalmu akan aku habisi. Akan aku kembalikan kamu ke comberan!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status