🌸🌸🌸🌸🌸
Sesampainya di rumah keluarga benalu itu sudah duduk manis, mereka sedang membicarakan mobil Salsa yang kutabrak. Salsa yang tahu kedatanganku langsung bersikap baik.
"Teh, kalau mobilnya enggak diperbaiki nanti tambah rusak gimana itu kan, mobil baru," ucap Salsa memelas. Aku tahu maksud Salsa. Dia pasti bermaksud meminta ganti rugi padaku. Cih, enak saja. Mulai detik ini aku tidak akan membiarkan mereka memakai uangku sepeser pun.
"Bukan urusan Teteh, kan, kamu sendiri yang bilang mobil itu milik pacarmu, jadi ya, tinggal kamu bilang saja pada pacarmu yang kaya raya itu untuk membawa ke bengkel," jawabku santai. Salsa tampak khawatir. Dia pasti tidak rela jika mobil barunya rusak begitu saja.
"Tolong Teh, sekali ini saja, pacarku bisa marah.” Salsa memohon padaku.
"Kalau marah ya, tinggalkan saja masih banyak laki-laki lain yang baik kok. Lagi pula kamu aneh Sa, belum jadi suami-istri sudah berani memakai barang orang atau jangan-jangan benar seperti dugaanku kalau mobil itu sebenarnya adalah mobil kalian yang dibeli pakai uangku?" Ibu dan juga Mas Eko tampak kaget sedang Salsa menunduk tidak berani menatapku. Dia memilin-milin ujung bajunya. Kalau sudah begini aku yakin sekali mereka semua berbohong padaku dan prasangkaku benar.
“Mas, ternyata selain kamu itu pengkhianat, kelakuan kamu jahat, ya? Memakai uang istri untuk foya-foya. Ini sudah masuk penggelapan uang loh, Mas, kamu bisa kumasukkan ke penjara,” kataku lagi. Mas Eko pun diam saja. Laki cacingan begini kok, berani main istri. Apa yang bisa dibanggakan dari dia. Sungguh bodoh perempuan yang mau dijadikan istri ke duanya.
"Lisa! Lancang kamu! Uang kamu itu uang suamimu, jadi jangan semena-mena pada suami. Kualat nanti baru tahu rasa!" teriak ibu sambil menunjuk-nunjuk wajahku.
Beginilah kalau maling ketahuan pasti dia akan menyangkal mencari berbagai alasan untuk membenarkan tindakannya.
Ibu mertuaku bukannya melarang perbuatan bejat anaknya ini malah mendukung. Apa beliau tidak puas punya menantu seperti aku? Padahal di luar sana orang selalu memujiku cantik dan pekerja keras. Sungguh mereka tidak pandai bersyukur. Jika, dibandingkan dengan Rara tentu saja dia kalah jauh. Menang bodi bahenol saja. Apa semua laki-laki begitu? Hanya mencari kepuasan ranjang? Selama ini aku pun sudah berusaha menjadi istri yang baik untuk Mas Eko. Baik di kasur maupun di dapur.
"Uang istri uang suami? Itu teori dari mana, Bu? Selama ini yang bekerja pun aku. Mas Eko tinggal ongkang-ongkang kaki doang! Bukan aku yang semena-mena, tapi kalian. Kalau tidak suka dengan ucapanku kalian pergi saja dari sini dari pada aku masukin ke penjara!" Ancamku tak kalah emosi, ibu kira aku bakalan takut dan tunduk seperti menantu-menantu di luaran sana.
Kutinggalkan mereka dan mengambil Fia dari gendongan Mbok dan membawa ke kamar. Ini baru permulaan aku akan buat kalian lebih menderita lagi. Kalian pasti akan bingung dengan tingkah lakuku setelah ini.
Salsa kesal dia membanting vas bunga sambil berteriak-teriak tak jelas. Dia juga sudah dewasa bukannya bekerja malah bisanya ngeretin kakaknya saja dasar benalu!
"Sa, kalau mau teriak-teriak ke hutan sana, ini rumahku. Kamu harus ikut aturanku. Oh, iya, ganti vas bunga itu awas kalau enggak! Itu vas bunga dapat beli dari Jogja. Enggak mahal kok cuma dua ratus ribu rupiah," seruku, lalu menutup pintu kamar.
Salsa kembali berteriak dan mengumpat menggunakan bahasa Sunda, aku yang tidak mengerti artinya lebih memilih masa bodo.
🌸🌸🌸🌸🌸
Malam ini Mas Eko masuk kamar lalu memelukku dari belakang nafasnya memburu, aku pura-pura tidur tidak sudi rasanya melayani lagi setelah tahu pengkhianatannya, biarkan saja nanti juga dia mendatangi istri mudanya. Aku sama sekali tidak merespon hatiku kesal mana mungkin aku bisa ikhlas melayani kebutuhan biologisnya sedangkan dia sebelum ada aku selalu melampiaskan pada perempuan lain. Mati-matian aku setia, tapi yang aku dapatkan hanyalah sakit hati semata.
Mas Eko beringsut ke luar kamar. Aku pastikan dia akan pergi ke rumah tetanggaku itu. Kuikuti langkahnya sampai ruang tamu lalu aku menghidupkan lampu. Mas Eko kelabakan lalu duduk di sofa sambil memegang HP.
"Mau ke mana Mas malam-malam begini?" tanyaku pura-pura tidak tahu.
"Eh, anu pingin beli nasi goreng Dik, Mas lapar belum makan malam," jawabnya kikuk.
"Masak aja Mas, sayang duitnya. Kita harus berhemat tadi aku cek keuangan kita ternyata banyak biaya tak terduga yang harus dikeluarkan."
"Ah, masa sih, Dik, perasaan Mas enggak loh," elaknya. Dasar tidak tahu diri!
"Makanya Mas, kalau kerja yang bener dong, aku bisa rugi kalau terus-terusan begini, dikira gampang apa cari uang," jawabku kesal.
"Kamu itu Dik, suami lapar malah ngomong ke mana-mana!" bentak Mas Eko.
"Yang ngomong ke mana-mana siapa? Aku di sini aja kok dari tadi," kataku santai. Mas Eko kesal dia dia membanting HP-nya ke sofa.
"Salsa, ngapain kamu ngintip-ngintip! Sini kamu!" teriakku. Salsa takut-takut menghampiriku.
"Salsa haus Teh, terus dengar ribut-ribut jadi Salsa lihat ke sini rupanya Teteh sama Aa'."
"Nah, kebetulan kamu mau ke dapur kan, tuh Mas Eko lapar mau makan nasi goreng, buatin sana! Enggak usah nolak atau jatah jajan kamu Teteh pangkas habis!"
"Kamu enggak boleh ke mana-mana Mas, apalagi nyamperin ulat keket itu, kalau sampai ke sana anumu aku sambelin!"
Mas Eko tampak pasrah dia mengekori Salsa ke dapur.
"Rasain! Semua gara-gara Aa' kan, aku sudah bilang hati-hati tapi Aa' ngeyel." Aku yang belum masuk kamar jelas mendengar omelan Salsa.
"Ini kan, semua sudah kita rencanakan matang-matang Sa, kenapa kamu hanya menyalahkan Aa," jawab Mas Eko pelan-pelan.
"Iya, tapi kalau Aa' enggak gegabah pasti enggak begini pokoknya aku enggak mau tahu, besok mobilku harus sudah dibenerin. Malu dong, aku A' masa mobilku penyok begitu."
"Sabar, Aa' juga masih cari cara agar bisa pegang uang lagi." Setelahnya hening hanya terdengar suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Darahku mendidih ternyata mereka sudah merencanakannya dan dengan sadar melakukan ini semua.
Aku sangat lelah dan harus istirahat, aku perlu energi ekstra untuk melawan mereka semua.
Baru saja mata ini terlelap terdengar ribut-ribut dari luar, samar terdengar suara Mas Eko dan juga ibu. Gegas aku keluar untuk melihat apa yang terjadi.
Ternyata warga yang sedang ronda bersama hansip mengarak Mas Eko dan Rara. Ckck sudah aku bilang jangan ke sana masih saja ngeyel. Mas Eko babak belur dan hanya memakai kolor, duh kasihan dan memalukan sekali, sedang Rara menangis pilu, tapi matanya menatapku sinis, drama atau?
POV Lisa. ***“Ibu, aku ada di mana? Di mana Via da Bapak?” tanyaku pada ibu yang sedang mengaji di sampingkuAku pindai ruangan ini dan sekarang aku paham aku ada di mana seingatku memang aku pingsan rupanya aku dirawat di sini.“Alhamdulillah ... Nak, kamu sudah sadar. Bapak ada di luar. Via juga ada di luar sama Mbok. Alhamdulillah sadar, Ibu senang sekali. Kamu pingsan terlalu lama Lisa, sampai membuat Ibu khawatir. Jangan tinggalkan Ibu, ya, Nak, kita hadapi ini sama-sama kalau kamu sakit begini Ibu juga ikut sakit. Kalau kamu lemah, Ibu lemah tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kalau kamu kuat menghadapi, Ibu akan jauh lebih kuat lagi. Lisa, maafkan Ibu. Sungguh maafkan Ibu selama ini tidak jadi orang tua yang perhatian padamu sampai-sampai masalah seperti ini harus kamu telan sendiri. Ayo, Sayang, bangkit anak Ibu yang cantik anak ibu yang kuat. Tetaplah bersama Ibu, tetaplah menjadi kebanggaan Ibu yang tidak pernah takut apa pun di luar sana. Ibu akan selalu ada di sampingmu sam
POV Lisa. ***“Ibu, nggak usah kebiasaan memotong pembicaraan orang lain. Kalaupun orang tuanya teh Ocha mau mengatakan sesuatu ya, biarkan saja dulu berbicara setelah selesai berbicara baru Ibu menyangkalnya tidak begini. Namanya nggak sopan,” kataku.“Mungkin ini akan terdengar aneh, tapi kami harus mengungkapkan kebenarannya. Neng Lisa maafkan Ibu selama ini menyembunyikan padahal sebenarnya awal dari kedatangan kami ke sini ingin memberitahukan kebenaran ini pada Neng Lisa, tapi yang ada banyak sekali kendala-kendalanya dan mungkin hari ini adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepada kami untuk mengatakan sejujurnya. Perlu Neng Lisa dan keluarga tahu bahwa Ocha benar-benar istrinya ke dua Eko. Sedangkan Rara istri ketiganya Eko jelas,” bapaknya Teh Ocha.Ibuku jangan ditanya beliau langsung ambruk jatuh ke lantai,meski tidak pingsan, tapi aku yakin hatinya hancur mendengar kejujuran ini semua.“Kenapa begini? Kenapa rumah tangga anakku jadi begini sakit sekali aku mendengarnya. A
POV Lisa. *** “Lapor sana, lapor cepetan aku tidak akan pernah takut! Asal kamu tahu saja ya, perempuan murahan, pezina macam kamu bisa dipenjara. Perselingkuhan yang kamu lakukan dengan Eko bisa kena pasal dan kamu akan membusuk di penjara bersama Eko! Paham kamu?!” teriak ibuku tepat di depan wajahnya Rara sampai dia mundur matanya dan wajahnya merah aku tahu Rara ketakutan. “Jangan sok tahu Ibu tua. Aku dan A Eko itu melakukannya atas dasar suka dan sama suka, jadi tidak ada yang bisa memisahkan kami dan begitu dengan kamu tidak akan pernah bisa memenjarakan kami,” jawab Rara. “Dasar perempuan bodoh! Selain bodoh kamu juga norak. Perselingkuhan zaman sekarang bisa dipenjarakan. Oh, ya, aku baru tahu kalau ternyata seleranya Eko rendahan begini. Lihat besan selingkuhannya Eko bahkan tidak lebih baik daripada Lisa. Udik sudah seperti jemuran jalan nggak jelas begitu. Pokoknya aku mau Eko dan Lisa pisah,” ucap ibuku. “Terserah kamu saja Besan yang penting aku juga tetap pada pendi
POV Lisa. **** “Bahkan perempuan yang duduk di seberang Ibu yang diperkenalkan sebagai saudara itu adalah maduku,” kataku lagi. Perih sekali aku harus mengatakan jujur kepada kedua orang tuaku, tapi di sisi lain aku plong karena merasa berhasil mengeluarkan racun yang ada di dalam dadaku. “Apa!” teriak ibuku. “Be—san ... ini masuknya gimana, ya, tolong jelaskan pada kami!” bentak bapak. “Tidak ... ini pasti Lisa dan Besan sedang ngeprank kan, bentar lagi kan Ibu mau ulang tahun jadi pasti kalian bikin surprise kan?” kata ibuku sepertinya beliau memang belum bisa menerima kenyataan ini, tapi air mata sudah membasahi pipinya. “Tenang dulu Bu, kita minta penjelasan mengenai ini dari Besan dan juga Lisa,” sahut Bapak seraya mengusap bahu ibu. “Bapak, tahu ‘kan kalau mereka biasanya memang suka bikin kejutan begini. Bikin hati orang tua cemas ujung-ujungnya nge-prank seperti yang sering kita lihat di YouTube itu loh, Pak dan ujung-ujungnya kita dapat hadiah. Iya, kan, Lisa?” kata i
POV Lisa.****“Iya, Besan memang aku yang melarang Lisa untuk memberitahukannya pada kalian karena kami pikir bisa menyelesaikannya. Kasihan kalian juga kan, kalau terbebani dengan masalah anakku. Sudah kukatakan tadi bahwa anakku di sini posisinya bersalah Aku malu jika harus memberitahukan padamu. Aku juga yang mewanti-wanti Lisa agar tidak memberitahukan bukan kami tidak menghargai Besan, tapi sebenarnya malu," jawab ibu mertua aku beliau pasang muka sesedih mungkin.Bapak menatapku meminta penjelasan. Aku mengangguk saja karena memang aku tidak perlu menjelaskan apa-apa. Biarkan saja Ibu mendramatisir apa yang terjadi itu tidak akan pernah merubah keputusanku nantinya jadi aku bebaskan saja Ibu mengarang cerita.“Tapi, ya, enggak boleh gitu juga lah besan. Kita ini kan, keluarga jadi mau sekecil apa pun permasalahan kita harus berdiskusi apalagi ini sampai di penjara loh, si Eko dan sampai dihajar bahkan kritis begitu. Kita bisa menuntut yang menghajar Eko jangan mau kita diinjak
POV Lisa. ***“Ibu sama Bapak cuma berdua aja si Via nggak nangis kan, Bu," tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku muak mendengar ucapan manis mertuaku yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.“Eggak ... tadi sih, sama Mbok lagi mainan boneka. Happy kok, Ibu sama Bapak ke sini juga nggak sendiri sama saudara besan loh, tadi ketemu di depan rumah si Lisa. karena mereka kaget Eko ada di rumah sakit ya, sudah akhirnya kami ajak ke sini," jawab ibuku. Sementara Salsa dan mertuaku terlihat kaget aku pun sebenarnya iya, tapi mencoba bersikap biasa saja. Saudara yang dimaksud orang tuaku pasti itu Teh Ocha dan kedua orang tuanya kalau begitu moment ini sungguh sangat istimewa. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Saatnya aku membongkar kebusukan mertua dan suamiku di depan orang tuaku.“Saudara yang mana besan? “tanya mertuaku sok tidak tahu. Padahal dari matanya jelas terbaca beliau sangat panik.“Si Ocha sama orang tuanya tapi tadi lagi izin ke toilet katanya kebelet. Oh, ya, Eko sakit apa
POV Lisa. ***Aku benar-benar tidak menduga bahwa dia otaknya konslet bahkan lebih konslet dari Teh ocha. Ya, Tuhan beginikah selera suamiku? Selera seorang berpendidikan tinggi sungguh turun derajat sekali karena sewaktu dulu kuliah Mas Eko itu termasuk lelaki yang benar-benar pemilih kualitas perempuan giliran selingkuh kok, sama remahan rengginang begini. Astagfirullah dan itu menjadi sainganku kalau diladenin mungkin sampai lebaran monyet tidak akan berhenti. Ya, lebih baik aku diam saja malas ngeladenin orang-orang yang otaknya lebih konslet daripada Teh Ocha.“Diamkan kamu nggak usah balas ucapanku. Makanya kalau mau ngomong itu ngaca dulu kamu itu siapa? Ih ... malas banget meskipun kata Eko kamu adalah wanita yang paling berjasa dalam hidupnya, tapi kalau soal yang lain contohnya soal ranjang A Eko selalu memujiku bawa aku adalah yang terbaik,” kata Rara seraya mengibaskan rambut pirangnya.Astaghfirullahaladzim aku mimpi apa ya, bisa berhadapan dengan pelakor model begini. S
POV Lisa. ***“Puas kamu, Lisa, udah buat anak Ibu begini. Pokoknya kamu harus mempertanggungjawabkan semuanya. Lihatlah sekarang Eko kritis. Ibu benar-benar kecewa sama kamu," ucap mertuaku begitu melihat kedatanganku. Untung saja Via tidak aku ajak karena situasi di sini sangat tidak kondusif. Mertuaku bahkan berusaha menyerangku.“Puas banget tuh, aku kira datang ke sini Mas Eko tinggal nama ternyata masih ada orangnya, ya, meskipun dalam keadaan kritis," jawabku pasti mereka semua tidak akan pernah menyangka bahwa aku akan menjawab seperti itu bahkan orang-orang sampai melongo.“Apa kamu bilang, dasar ya, kamu itu istri nggak tahu diri suami sekarat malah Alhamdulillah, benar-benar ya kamu kurang seons otaknya pantas aja dia pergi ninggalin kamu lihatlah, Bu, menantu yang Ibu bangga-banggakan ternyata begitu kan? Licik dan jahat. Bahkan dia mendoakan suaminya meninggal," sahut Rara. Aku hanya tertawa saja mendengarkan ocehannya. Terserah mau ngomong apa aku tak peduli.“Teteh kay
POV Lisa. *** “Ya, mau bagaimana lagi Ibu juga khawatir, tapi kalau kita pergi malam ini lebih mengkhawatirkan keselamatan kita. Duh, tiba-tiba kepala Inu jadi pusing begini memikirkan sesuatu yang terjadi semuanya secara tiba-tiba,” keluh mertuaku. “Ayo, Mbok kita pergi dari sini aku nggak mau lagi mendengarkan perdebatan mereka!" ajakku pada Mbok, lalu kumatikan lampu agar mereka benar-benar pulang. “Tuh, kan, lampunya mati lagi, Bu. Sudahlah Ayo, kita pulang!" teriak Salsa. Sampai kamar aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan. Sejujurnya aku sedikit khawatir pada Mas Eko. Pasti sakit maag-nya kambuh lagi sampai dia dibawa ke rumah sakit begitu. Mas Eko itu orangnya milih-milih soal makanan sedangkan di penjara pasti makan seadanya dan Mas Eko nggak mau makan itu sebabnya dia sakit. “Apakah besok Ibu akan jenguk pak Eko?" tanya Mbok Wati. Aku menggeleng saja belum tahu apa yang akan aku lakukan besok. “Mbok, jadi curiga jangan-jangan Bapak dipenjara digebukin sama na