Murka.
🌸🌸🌸
"Bisa jelaskan ini semua apa maksudnya, Mas?" Mas Eko tampak kelabakan memungut semua foto yang baru saja aku lemparkan tepat di wajahnya. Foto pernikahannya dengan Rara tetangga samping rumahku.
"Kamu dapat dari mana semua ini, Dik? Ini bukan Mas, ini editan!" elak Mas Eko.
"Aku bukan orang bod*h yang tidak bisa membedakan mana asli dan mana editan Mas!" bantahku, dikira dia aku ini perempuan tol*l karena mantan babu.
"Kamu lebih percaya foto-foto ini dari pada suamimu sendiri, Dik?" tanyanya mencoba mengecohku, Kusunggingkan senyuman sinis padanya.
"Sayang, aku datang bawain makan siang kesukaanmu!" teriak seseorang saat membuka pintu ruang kerja suamiku.
Wajah Mas Eko pucat pasi, Rara menjatuhkan rantang makanan yang dia bawa, mungkin dia kaget melihatku ada di sini. Pucuk dicinta ulam pun tiba tanpa aku bersusah payah dia datang sendiri ke sini menunjukkan kebusukannya.
"Kamu tahu kan Mas, apa konsekuensinya bagi pengkhianat. Pergi dari rumah tanpa membawa apa pun!" Mas Eko hendak membela diri, tapi aku lebih dulu memberinya hadiah bogeman mentah tepat di perutnya. "Makan siang ini aja Mas, gimana lezat, kan?" ejekku. Mas Eko meringis menahan sakit. Tatapannya mengharap belas kasihku. Sementara dadaku begitu bergemuruh ingin rasanya melahap dua manusia di depanku ini.
Kudekati ulat bulu itu lalu kutarik kalung emas yang menghiasi leher jenjangnya. Ini adalah kalung emas yang aku pesan ke sahabatku dulu untuk kuhadiahkan pada ibuku. Pantas saja ibu mengaku tidak tahu menahu soal kalung emas. Kukira temanku yang tidak amanah ternyata suamiku sendiri yang mengambilnya.
“Enak saja kamu pakai kalung emasku! Kalau mau barang bagus dan mahal itu kerja, jangan jadi lacur untuk suami orang!" bentakku.
“Aku bukan lacur, tapi Mas Ekolah yang memberikannya padaku!” bantah Rara.
“Masa? Situ tahu kan, kalau Mas Eko sudah beristri lalu kenapa situ mau dekat-dekat apalagi sampai tidur berdua dan berbagi peluh. Kalau bukan lacur apa lagi sebutan yang pas untuk kamu?” kataku lagi. Aku benar-benar tidak bisa mengerem ucapanku. Aku marah dan juga sakit hati pada mereka berdua.
“Dik, stop! Jangan bicara kasar begitu. Istighfar, Dik ....” sahut Mas Eko. Cih, rupanya dia tidak terima jika gundiknya ini aku maki-maki. So sweet banget dia, kurang ajar membuat hatiku makin panas saja.
Bugh!
Bugh!
Kembali kutendang perut Mas Eko tanpa menyahut ucapannya sepatah kata pun.
Segera kuturuni anak tangga dan pergi dari ruangan terlaknat ini tak kupedulikan teriakan Mas Eko yang memanggil-manggilku.
Jujur saja, meski aku mencoba untuk tegar di hadapan Mas Eko, tapi hatiku rapuh. Perempuan mana yang bisa setegar karang menghadapi pengkhianatan orang yang teramat dicintainya. Walau bagaimana pun juga aku wanita biasa yang lemah.
Huh! Kubuang napas dengan kasar mencoba membuang rasa sesak di dada. Berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis. Aku malu jika menangis di sini karena ada beberapa pekerjaku.
Sampai di parkiran kurogoh tasku mencari benda mungil kunci duplikat mobil kami. Aku belum begitu lihai mengendarai mobil, tapi dari pada mobil ini dipakai Mas Eko bersama dengan Rara lebih baik aku bawa pulang.
Aku sudah tidak peduli mobil ini mau rusak atau tidak ketika mundur tadi menabrak tembok pembatas. Mobil bisa dibeli lagi, tapi harga diriku tidak rela diinjak-injak oleh mereka.
Rara, dia tetangga baru yang hanya berjarak dua rumah dari rumahku. Dia begitu manis perangainya dan sering memberiku makanan. Bod*hnya aku tidak curiga sama sekali padanya padahal aku tahu di gang kami hanya aku yang sering dikirimi masakannya.
Mereka begitu rapat menyembunyikan hubungan gelapnya. Aku tidak tahu dari kapan mereka berhubungan karena selama ini Mas Eko selalu bersikap manis dan romantis padaku. Hingga malam itu tetangga sekaligus sepupu jauh Mas Eko datang membawa beberapa bukti foto pernikahan Mas Eko dan Rara. Dia mengaku kebetulan datang berkunjung ke rumah mertuaku dan tak disangka di sana sedang ada pesta kecil-kecilan yang tak lain adalah pernikahan Mas Eko dengan Rara, tetanggaku.
Di sini tidak hanya Mas Eko yang berkhianat padaku, mertuaku dan ipar-iparku pun ikut andil di dalamnya, menjadi duri dalam rumah tanggaku. Aku akan balas mereka semua. Rupanya mereka berani menantangku. Mereka tidak ingat bisa hidup enak karena kerja kerasku hingga kami bisa memiliki usaha travel yang sangat maju dan berhasil memiliki dua rumah, perkebunan dan sawah yang luas di kampung orang tuaku.
Kami dulu menikah saat masih sama-sama kuliah tingkat akhir, berbekal restu dari orang tua kami nekat mengarungi rumah tangga. Meskipun, terseok-seok karena harus bekerja part time dan bergantian menjaga anak kami yang masih kecil. Sungguh aku ikhlas mendampingi suamiku apa pun keadaan kami. Hingga suamiku kecelakaan dan sempat tidak sadarkan diri selama dua hari, setelah sadar Mas Eko dinyatakan lumpuh padahal waktu itu Mas Eko hendak sidang skripsi. Baik mertua dan orang tuaku sudah mengupayakan berbagai cara untuk kesembuhan suamiku, tanah ladang dan sapi milik mertua terjual untuk biaya rumah sakit dan therapi Mas Eko.
Karena Mas Eko sakit, aku jadi lebih dulu lulus kuliah sedang Mas Eko harus menunggu keadaan membaik dan yang sibuk mengurus semua administrasi Mas Eko di kampus pun aku. Semuanya kuhandle sendiri tanpa meminta bantuan siapa pun selain orang tuaku.
Setelah lulus kuliah aku memutuskan untuk kerja di luar negeri. Aku bertekat mengubah nasib di negeri matahari terbit itu demi keluarga kecilku dan juga orang tuaku. Aku harus bersusah payah menghemat demi cita-cita dan cinta kami, meski gajiku besar, tapi tetap saja jika ingin membeli sesuatu rasanya sayang karena aku menganggap itu menghamburkan uang.
Tin!
Brugk!
Mobil yang kukendarai menabrak mobil di depanku yang sedang parkir. Aku terlalu asyik melamun dan meratapi nasib. Sudah aku pastikan mobil yang kutabrak dan juga mobilku penyok. Mobil ini mobil terbaru kami dan satu-satunya mobil yang dibeli masih baru dan kontan. Pajero sport sesuai keinginan suamiku.
Tak lama seorang wanita paruh baya dan satunya masih muda ke luar dari mobil yang kutabrak. Mataku membulat sempurna ternyata mereka adalah ibu mertuaku dan juga Salsha adik iparku. Dari mana mereka, kenapa bisa keluar dari mobil bagus. Bukankah mereka selama ini ada di kampung. Mobil itu pasti dibeli memakai uangku.
Lihat saja Mas, kalian akan aku balas. Mulai detik ini aku tidak akan pernah lagi menangisi pengkhianatanmu. Kalian akan bertekuk lutut memohon belas kasih padaku.
Kalian harus merasakan sakit sepertiku. Dendam ini akan aku bawa sampai mati.
🌸🌸🌸"Woi, keluar!" Salsa mengetuk jendela mobilku dengan emosi.Aku keluar dengan anggunly dan senyuman lebar, mereka kaget melihatku. Aku pastikan mereka belum tahu mobil baru kami ini karena kami baru membelinya lima hari yang lalu."Teh, Lisa. Kok, bisa?!” ujar Salsa."Bisa dong, memang kamu aja yang bisa nyopir mobil? Ngomong-ngomong mobil kamu bagus Sa, baru?" tanyaku menyelidik."Eh, i—ya, Teh, ini mo—bil pacarku," jawabnya terbata-bata.Kupindai mobil yang dipakai Salsa. Honda HR-v, tiga ratus juta pasti habis untuk membeli mobil ini. Ibu terlihat salah tingkah sejak tadi pasalnya beliau jika di rumah berpenampilan tidak seperti ini, hanya pakai daster dan dandan seadanya, berbeda sekali dengan hari ini. Ibu sudah bak sosialita kelas atas."Eghem, kenapa lihatin Ibu begitu, Sa?" tanya ibu makin salah tingkah."Ibu, hari ini cantik banget, aku suka," jawabku berbohong. Benar saja ibu tampak puas dengan pujianku."Sa, pacarmu kaya raya, ya, bisa belikan kamu mobil?" sindirku.
🌸🌸🌸🌸🌸Sesampainya di rumah keluarga benalu itu sudah duduk manis, mereka sedang membicarakan mobil Salsa yang kutabrak. Salsa yang tahu kedatanganku langsung bersikap baik."Teh, kalau mobilnya enggak diperbaiki nanti tambah rusak gimana itu kan, mobil baru," ucap Salsa memelas. Aku tahu maksud Salsa. Dia pasti bermaksud meminta ganti rugi padaku. Cih, enak saja. Mulai detik ini aku tidak akan membiarkan mereka memakai uangku sepeser pun."Bukan urusan Teteh, kan, kamu sendiri yang bilang mobil itu milik pacarmu, jadi ya, tinggal kamu bilang saja pada pacarmu yang kaya raya itu untuk membawa ke bengkel," jawabku santai. Salsa tampak khawatir. Dia pasti tidak rela jika mobil barunya rusak begitu saja."Tolong Teh, sekali ini saja, pacarku bisa marah.” Salsa memohon padaku."Kalau marah ya, tinggalkan saja masih banyak laki-laki lain yang baik kok. Lagi pula kamu aneh Sa, belum jadi suami-istri sudah berani memakai barang orang atau jangan-jangan benar seperti dugaanku kalau mobil
🌸🌸🌸"Bu, kami memergoki mereka sedang berbuat mesum, kami sebelumnya sudah mengintai dan mendapati Pak Eko sering kali ke rumah Bu Rara, maka malam ini kami tidak mau kecolongan kami harus mengamankan mereka, kami tidak mau perumahan kita tercemar dan terkutuk. Bisa-bisa seperti yang di berita satu perumahan tertelan bumi gara-gara penghuninya banyak yang bermaksiat! Mereka ini berbuat mesum!" jelas Pak Sobri dengan semangat '45, beliau memang warga yang paling kepo di sini."Bapak-bapak harap tenang, biar saya yang menjelaskannya pada Bu Lisa," sela Pak RT."Eghem! Terima kasih Bapak-bapak sudah sangat baik menertibkan peraturan di kompleks kita .... " jawabku."Kami tidak berbuat mesum! Aku ini istri Mas Eko juga!" teriak Rara menyela ucapanku. Dia berbicara pada semua orang, tapi matanya selalu menatapku penuh angkuh. Nyeri itu masih ada, mendengar Rara berkata demikian, dan luka itu kembali menganga seperti tersiram air garam. Sakit sekali, meski ini memang kenyataan yang har
🌸🌸🌸"Sudah kubilang jangan pergi kamu enggak nurut ya, sama suami!" Mas Eko menarik tanganku sakit sekali. Hampir saja aku terjatuh kalau aku tidak bisa menjaga keseimbangan. Mas Eko benar-benar kasar padaku."Aku pergi bukan untuk hal-hal yang tidak baik Mas, aku pergi ke kantorku sendiri!" Lepas! Tidak cukupkah kamu menyakiti hatiku hingga mulai bermain fisik!" teriakku. Mas Eko perlahan melepaskan cengkraman tangannya. Dikiranya aku akan nurut seperti dulu? Aku bukan lagi istri yang mudah dibodohi. Aku Lisa, seorang sarjana yang sudah merantau ke negeri orang dengan pengalaman manis pahitnya kehidupan, maka jangan remehkan aku."Dik, Mas minta maaf. Mas, enggak bermaksud menyakitimu begitu," ucap Mas Eko, lalu tiba-tiba mencium pipi kananku. Andai saja dia suami baik pasti aku akan merasa tersanjung sekali. Sayangnya dia serigala berbulu domba. Hatinya busuk.Tak kupedulikan Mas Eko yang terus saja melarangku pergi. Dia membuntutiku seperti anak kecil yang tidak rela ditinggal
Siapa Dewi? Akte lahir ini jelas sekali milik Fia. Kuturuni anak tangga mencari keberadaan Mas Eko, aku akan tanyakan langsung padanya jika dia tidak mau menjawab maka aku yang akan mencari jawabannya sendiri. Aku memang bukan tipe orang yang nrimo dan pasrah dengan keadaan apa pun akan aku cari tahu dan perjuangkan."Mirna, Bapak ke mana?""Tadi ada di sini Bu, duduk di sofa tamu sedang menungguku membereskan berkas-berkas ini." Tanpa menyahut lagi ucapan Mirna, aku menyusuri halaman depan. Ternyata Mas Eko sedang menelepon seseorang."Baik segera kamu urus semuanya Ji, nanti bagianmu akan aku transfer lebih, Adikku membutuhkan untuk memperbaiki mobilnya," ucap Mas Eko pada seseorang di telepon."Kalau bisa siang ini harus sudah selesai ya, istri mudaku juga butuh untuk bayar kontrakan, ingat Ji hanya kita yang tahu, jaga rahasia kita," katanya lagi lalu menutup telepon."Iya, halo Sayang, sabarla kamu jangan uring-uringan begitu aku juga pusing. Kamu itu sama aja dengan Lisa enggak
"Eghem, bukan semena-mena, lebih tepatnya tegas, ingat pengkhianat itu harus dihukum biar jera. Mirna besok kalau punya suami terus suamimu tukang selingkuh langsung tendang saja dari rumah biar enggak tuman!" sahutku. Mas Eko lagi-lagi salah tingkah sedang Mirna hanya senyum-senyum saja."Nah, Mirna mulai hari ini kamu satu ruangan denganku, Mas Eko boleh pergi sekarang. Sudah waktunya makan siang kamu boleh istirahat dulu Mir, dan kamu Mas bersihkan ruangan bawah yang tampak kotor sekali,” titahku."Apa! Enggak mau, memang aku ini cleaning servis! Suruh saja Mirna, dia kan, pekerja di sini!" tolak Mas Eko seraya berkacak pinggang."Kalau enggak mau gampang kok, tinggal potong gaji saja, lagi pula selama ini Mas juga enggak pernah bersih-bersih di sini!" kataku tegas."Dik, otakmu di mana! Aku ini suamimu, durhaka kamu semena-mena begitu mentang-mentang kamu bisa cari uang!" teriaknya tak terima."Mas! Di mana otakmu! Saat istrimu rela hidup miskin dan bekerja di negeri orang setela
🌸🌸🌸Kurebahkan tubuh yang sangat lelah ini dan mencoba memejamkan mata berharap bisa tertidur pulas karena hanya dengan tidur aku bisa lupa semua tentang kisah pahit hidupku ini dan besok bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Jalan ini masih panjang aku tidak boleh lengah apalagi menyerah. Ini semua demi harga diriku. Perempuan apik sepertiku tidak pantas dicampakkan begini. Mereka harus membayar mahal untuk semua yang telah mereka ambil dariku.“Sayang, Mas rindu.” Kurasakan nafas berat di tengkuk leherku. Mas Eko memelukku dari belakang dan tangannya mulai meraba-raba tubuhku. Kurang ajar! Berani sekali laki-laki pengkhianat ini menjamah tubuhku. Tidak akan pernah aku biarkan. Memang berdosa menolak kemauan suami, tapi kali ini aku harus tegas. Aku tidak sudi lagi tidur dengan laki-laki yang sudah berbagi ranjang dengan perempuan sundal seperti Rara.Plak!Aku balik badan dan segera kutampar pipinya.“Jangan sentuh aku, Mas! Aku sudah tidak sudi lagi melayani kamu! Bahkan luk
Sebelumnya bantu follow akunku ya Dear, subs semua cerbungku, like, coment, and share biar makin banyak yang baca.#Ambil baiknya jika ada, buang buruknya. Happy reading ❤️🌸🌸🌸Klek!Ibu terjatuh saat aku kubuka pintu karena beliau menyandar di daun pintu.“Menantu kurang ajar!” pekiknya.Aku puas sekali melihat ibu jatuh begitu. Badanya yang gempal membuatnya susah untuk bangun.Aku hanya berkacak pinggang saja melihat ibu dan anak di depanku kesakitan.“Bu!” Lirih Mas Eko memanggil sambil memegangi selakangannya.“Kamu apakan anak kesayanganku, Lisa!”“Hanya aku tendang saja selakangannya, Bu. Eh, kena tuh, si burung puyung yang masih berdiri,” jawabku santai seraya cekikikan.“Dasar istri gemblung! Dosa kamu sama suami begitu. Terlaknat kamu!” sahut ibu lagi. Beliau berusaha meraih dinding kamar untuk berdiri.“Menyesal Ibu sudah membiarkan kamu untuk kembali. Harusnya kamu itu memang tidak usah balik ke sini. Mending jadi babu aja di luar negeri. Toh, Eko ada yang ngurusin. Rar