Share

Aku Mbabu, Kau Hadirkan Madu
Aku Mbabu, Kau Hadirkan Madu
Author: Kencana Ungu

BAB 1. Murka

Murka.

🌸🌸🌸

"Bisa jelaskan ini semua apa maksudnya, Mas?" Mas Eko tampak kelabakan memungut semua foto yang baru saja aku lemparkan tepat di wajahnya. Foto pernikahannya dengan Rara tetangga samping rumahku.

"Kamu dapat dari mana semua ini, Dik? Ini bukan Mas, ini editan!" elak Mas Eko.

"Aku bukan orang bod*h yang tidak bisa membedakan mana asli dan mana editan Mas!" bantahku, dikira dia aku ini perempuan tol*l karena mantan babu.

"Kamu lebih percaya foto-foto ini dari pada suamimu sendiri, Dik?" tanyanya mencoba mengecohku, Kusunggingkan senyuman sinis padanya.

"Sayang, aku datang bawain makan siang kesukaanmu!" teriak seseorang saat membuka pintu ruang kerja suamiku.

Wajah Mas Eko pucat pasi, Rara menjatuhkan rantang makanan yang dia bawa, mungkin dia kaget melihatku ada di sini. Pucuk dicinta ulam pun tiba tanpa aku bersusah payah dia datang sendiri ke sini menunjukkan kebusukannya.

"Kamu tahu kan Mas, apa konsekuensinya bagi pengkhianat. Pergi dari rumah tanpa membawa apa pun!" Mas Eko hendak membela diri, tapi aku lebih dulu memberinya hadiah bogeman mentah tepat di perutnya. "Makan siang ini aja Mas, gimana lezat, kan?" ejekku. Mas Eko meringis menahan sakit. Tatapannya mengharap belas kasihku. Sementara dadaku begitu bergemuruh ingin rasanya melahap dua manusia di depanku ini.

Kudekati ulat bulu itu lalu kutarik kalung emas yang menghiasi leher jenjangnya. Ini adalah kalung emas yang aku pesan ke sahabatku dulu untuk kuhadiahkan pada ibuku. Pantas saja ibu mengaku tidak tahu menahu soal kalung emas. Kukira temanku yang tidak amanah ternyata suamiku sendiri yang mengambilnya.

“Enak saja kamu pakai kalung emasku! Kalau mau barang bagus dan mahal itu kerja, jangan jadi lacur untuk suami orang!" bentakku.

“Aku bukan lacur, tapi Mas Ekolah yang memberikannya padaku!” bantah Rara.

“Masa? Situ tahu kan, kalau Mas Eko sudah beristri lalu kenapa situ mau dekat-dekat apalagi sampai tidur berdua dan berbagi peluh. Kalau bukan lacur apa lagi sebutan yang pas untuk kamu?” kataku lagi. Aku benar-benar tidak bisa mengerem ucapanku. Aku marah dan juga sakit hati pada mereka berdua.

“Dik, stop! Jangan bicara kasar begitu. Istighfar, Dik ....” sahut Mas Eko. Cih, rupanya dia tidak terima jika gundiknya ini aku maki-maki. So sweet banget dia, kurang ajar membuat hatiku makin panas saja.

Bugh!

Bugh!

Kembali kutendang perut Mas Eko tanpa menyahut ucapannya sepatah kata pun.

Segera kuturuni anak tangga dan pergi dari ruangan terlaknat ini tak kupedulikan teriakan Mas Eko yang memanggil-manggilku.

Jujur saja, meski aku mencoba untuk tegar di hadapan Mas Eko, tapi hatiku rapuh. Perempuan mana yang bisa setegar karang menghadapi pengkhianatan orang yang teramat dicintainya. Walau bagaimana pun juga aku wanita biasa yang lemah.

 Huh! Kubuang napas dengan kasar mencoba membuang rasa sesak di dada. Berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis. Aku malu jika menangis di sini karena ada beberapa pekerjaku.

Sampai di parkiran kurogoh tasku mencari benda mungil kunci duplikat mobil kami. Aku belum begitu lihai mengendarai mobil, tapi dari pada mobil ini dipakai Mas Eko bersama dengan Rara lebih baik aku bawa pulang.

 Aku sudah tidak peduli mobil ini mau rusak atau tidak ketika mundur tadi menabrak tembok pembatas. Mobil bisa dibeli lagi, tapi harga diriku tidak rela diinjak-injak oleh mereka.

Rara, dia tetangga baru yang hanya berjarak dua rumah dari rumahku. Dia begitu manis perangainya dan sering memberiku makanan. Bod*hnya aku tidak curiga sama sekali padanya padahal aku tahu di gang kami hanya aku yang sering dikirimi masakannya.

Mereka begitu rapat menyembunyikan hubungan gelapnya. Aku tidak tahu dari kapan mereka berhubungan karena selama ini Mas Eko selalu bersikap manis dan romantis padaku. Hingga malam itu tetangga sekaligus sepupu jauh Mas Eko datang membawa beberapa bukti foto pernikahan Mas Eko dan Rara. Dia mengaku kebetulan datang berkunjung ke rumah mertuaku dan tak disangka di sana sedang ada pesta kecil-kecilan yang tak lain adalah pernikahan Mas Eko dengan Rara, tetanggaku.

Di sini tidak hanya Mas Eko yang berkhianat padaku, mertuaku dan ipar-iparku pun ikut andil di dalamnya, menjadi duri dalam rumah tanggaku. Aku akan balas mereka semua. Rupanya mereka berani menantangku. Mereka tidak ingat bisa hidup enak karena kerja kerasku hingga kami bisa memiliki usaha travel yang sangat maju dan berhasil memiliki dua rumah, perkebunan dan sawah yang luas di kampung orang tuaku.

Kami dulu menikah saat masih sama-sama kuliah tingkat akhir, berbekal restu dari orang tua kami nekat mengarungi rumah tangga. Meskipun, terseok-seok karena harus bekerja part time dan bergantian menjaga anak kami yang masih kecil. Sungguh aku ikhlas mendampingi suamiku apa pun keadaan kami. Hingga suamiku kecelakaan dan sempat tidak sadarkan diri selama dua hari, setelah sadar Mas Eko dinyatakan lumpuh padahal waktu itu Mas Eko hendak sidang skripsi. Baik mertua dan orang tuaku sudah mengupayakan berbagai cara untuk kesembuhan suamiku, tanah ladang dan sapi milik mertua terjual untuk biaya rumah sakit dan therapi Mas Eko.

Karena Mas Eko sakit, aku jadi lebih dulu lulus kuliah sedang Mas Eko harus menunggu keadaan membaik dan yang sibuk mengurus semua administrasi Mas Eko di kampus pun aku. Semuanya kuhandle sendiri tanpa meminta bantuan siapa pun selain orang tuaku.

Setelah lulus kuliah aku memutuskan untuk kerja di luar negeri. Aku bertekat mengubah nasib di negeri matahari terbit itu demi keluarga kecilku dan juga orang tuaku. Aku harus bersusah payah menghemat demi cita-cita dan cinta kami, meski gajiku besar, tapi tetap saja jika ingin membeli sesuatu rasanya sayang karena aku menganggap itu  menghamburkan uang.

Tin!

 Brugk!

Mobil yang kukendarai menabrak mobil di depanku yang sedang parkir. Aku terlalu asyik melamun dan meratapi nasib. Sudah aku pastikan mobil yang kutabrak dan juga mobilku penyok. Mobil ini mobil terbaru kami dan satu-satunya mobil yang dibeli masih baru dan kontan. Pajero sport sesuai keinginan suamiku.

 Tak lama seorang wanita paruh baya dan satunya masih muda ke luar dari mobil yang kutabrak. Mataku membulat sempurna ternyata mereka adalah ibu mertuaku dan juga Salsha adik iparku. Dari mana mereka, kenapa bisa keluar dari mobil bagus. Bukankah mereka selama ini ada di kampung. Mobil itu pasti dibeli memakai uangku.

Lihat saja Mas, kalian akan aku balas. Mulai detik ini aku tidak akan pernah lagi menangisi pengkhianatanmu. Kalian akan bertekuk lutut memohon belas kasih padaku.

Kalian harus merasakan sakit sepertiku. Dendam ini akan aku bawa sampai mati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status