Share

Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga
Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga
Penulis: BumiMars

01 | Nyeri Tak Kasat Mata

Aninda Ghea.

Tolong yakinkan saja raguku. Sepenggal lirik lagu milik Fiersa Besari, membuatku menoleh singkat pada cowok ganteng di sebelahku. Cowok yang hari ini memakai Sunglasses Polarized Cloval itu tampak asik bersenandung sambil menyetir, seolah-olah memang hidupnya sudah lepas dari beban sejak lahir. Dia pacarku, kata orang dia ganteng, murah senyum, ramah dan bla bla bla masih banyak lagi pujian untuk dirinya yang membuatku ingin muntah ketika mendengarnya.

Tapi tetap saja, walaupun aku ingin muntah ketika mendengar banyak orang yang memujinya. Aku tetap bersyukur karena dia masih mempertahankan aku untuk jadi kekasihnya.

Beautiful, aku pengen bikin tato ah, gambar buaya. Keren enggak?” aku mengucap istighfar dalam hati ketika mendengar kalimatnya barusan, sedangkan cowok di sebelahku itu malah tertawa melihat ekspresiku.

“Gambar kadal lebih keren padahal.” aku tahu, dia hanya bergurau, ucapannya tidak pernah seserius wajahnya. Apa tadi dia bilang? Tato? Merokok saja dia batuk, ini malah mau bikin tato!

“Kamu lagi mikirin apa sih, Beautiful? Murung terus dari tadi.” Aku melirik dia sebentar, lalu mendesah berlebihan karena sadar pacarku itu tidak akan mengerti meskipun sudah aku jelaskan dengan bahasa yang paling mudah untuk dipahami.

“Kemarin Lambang ngasih kejutan lagi buat Tissa.” Aku memberitahunya secara singkat, padat dan jelas banget. Kuharap dia mengerti kali ini.

“Oh, itu.” Dia tersenyum geli, dan pada akhirnya bungkam kembali.

Aku menghela napas begitu tahu respon pacarku seperti ini lagi. Oh itu, yaelah gitu doang, banyak duit dia ngasih kejutan mulu. Selalu kata-kata itu yang dia ucapkan untuk merespon ceritaku tentang Lhambang dan Tisa.

“Bentar, ya.” Dia menepikan mobilnya di pinggir jalan. Lalu keluar dari mobil dan berlari menyebrangi jalan, aku tidak tahu dia kemana. Gerakan cowok itu terlalu gesit untuk aku ikuti. Jadilah aku memilih duduk tenang sambil memperhatikan keadaan sekitar.

Lima belas menit setelahnya Syailendra masuk lagi ke dalam mobil, satu tangannya membawa bunga... Angelica kalau tidak salah itu namanya. Lalu salah satu tangannya lagi menenteng plastik putih. Dia memberikan bunga itu padaku dan berkata, “Ayok foto, terus upload deh.” Aku memicingkan mata menatapnya, lalu memperhatikan bunga yang Syailendra berikan.

“Bunga yang kamu pandangi itu punya perlambangan dari niat yang tulus dan murni. Aninda Ghea, walaupun aku gak bisa kasih kejutan-kejutan romantis kayak Lambang, aku tetep pasangan kamu, yang akan menghormati kamu sebagai perempuanku dan yang akan memberikan perhatian yang sangat besar meskipun aku gak romantis.”

Senyumku mengembang ketika Syailendra menyodorkan plastik putih itu padaku. Isinya hanya jajan ringan dari mini market, juga ada es krim, dan beberapa minuman.

“Perhatianku besar banget kan? Kamu laper aja, aku tahu padahal kamu gak bilang.” Aku terkekeh mendengar kalimatnya, Syailendra sendiri sudah melajukan mobilnya lagi.

Handsome,” panggilku padanya menggunakan panggilan sayang yang Syailendra ciptakan untuk hubungan kami. “I love you, ya!” kulihat senyumnya mengembang ketika aku mengatakan kalimat ajaib itu.

I know, Beautiful. And i love you too.” Dengan gerakan cepat, dia mengecup pipiku.

“Aku gak akan pamer di sosial media kayak Lambang dan Tissa. Manisnya kamu cukup aku aja yang tahu, kalau semua pada tau, repot aku!” telingaku mendengar nada suaranya. Spontan bibirku tersenyum ketika mendengar suara tawa miliknya.

“Lebih berfaedah aku kan ngasihnya? Apa itu si Lambang, ngasih bunga banyak banget ke ceweknya. Halah, sia-sia kan ujungnya itu bunga gak bisa dimakan. Mendingan aku, ngasih bunga yang bermakna dan makanan yang berguna.” Jelasnya menyombongkan diri. Aku bahkan sampai geleng-geleng kepala mendengar kata-katanya.

“Syailendra, kamu tuh bisa jadi pacar yang baik juga ya ternyata.”

Syailendra Akbar Gibran.

“Syailendra, kamu tuh bisa jadi pacar yang baik juga ya ternyata.” Jadi dari kemarin-kemarin aku ini belum masuk kategori pacar yang baik untuknya? Kalau iya, sungguh terlalu sekali dia ini. Padahal, aku ini sudah melabeli diri sebagai satpamnya seorang Aninda Ghea yang 24 jam selalu ada untuknya. Tapi tetap saja, baginya aku bukan 'pacar yang baik'.

“Sekali-kali nyenengin pacar gak ada salahnya, 'kan? Hehehe.” Lalu aku tertawa bodoh. Menertawakan diriku yang masih belum bisa juga menjadi pacar yang baik versinya.

“Makannya, kamu berubah dong, Handsome. Jadi kayak Lambang, dia keren, selain pintar buat nyaman dia juga penuh perhatian. Ajaibnya, dia itu setia banget.” Katanya, yang mampu membuat aku meringis kecil. Padahal apa sih, si Lambang itu cuma cowok lemah yang suka pamer menurutku. Dikit-dikit kasih kejutan buat pacarnya terus posting, mesra-mesran dikit sama pacarnya posting lagi. Norak kan dia? Tapi anehnya, pacarku yang cantik jelita ini malah mengaguminya setengah mampus. Selalu berandai-andai jika aku bisa punya sifat seperti Lambang. Sialan, 'kan?

Tapi sesialan apapun dirinya, aku tetap akan menyayanginya. Asalkan dia tidak meninggalkan aku, apapun akan aku lakukan untuknya. Kecuali jika dia menyuruhku untuk durhaka kepada kedua orangtuaku dan juga Masku yang panutan itu—Bumi. Maka aku yang akan meninggalkannya nanti tidak peduli sesayang apapun aku padanya. Jangan bilang aku anak yang baik, aku hanya tidak ingin berubah bentuk menjadi batu saja.

Ketika memilihnya menjadi pacarku, aku sudah siap dengan semua konsukensi yang akan aku dapatkan karena telah membuatnya berada di sisiku. Ghea, yang selalu aku panggil Beautiful itu memang cantik. Dia sudah lama naksir Lambang memang, dan siapa sih Lambang? Lambang itu teman satu kantornya Ghea. Cowok lemah itu yang selalu diagung-agungkan Ghea dibelakang Tisa sahabatnya yang bersatus pacar dari seorang Lambang Bharat.

Harga diriku sudah lama hilang ketika Ghea selalu membanggakan, membandingkan bahkan sampai mengagumi Lambang secara terang-terangan saat bersamaku. Thanks To Allah, karena sudah membuatkan hatiku dengan semen tiga roda yang sudah terpercaya tidak akan retak meski ditabrak ribuan kali oleh kambing. Jadilah aku bisa sesabar ini menghadapi Aninda Ghea, pacarku yang unyu.

“Kamu mau?” Ghea menjulurkan tangan berisi roti isi selai cokelat kepadaku. Kugigit kecil roti itu, karena jika terlalu banyak sakit hatiku akan teralihkan.

Beautiful, menurut kamu bulan ini aku bisa nyelsaiin berapa kasus? Aku gak yakin banyak sih, soalnya klienku bulan ini buaya-buaya semua.”

“Kamu selalu gitu, selalu pesimis. Coba sekali-kali kamu sedikit optimis kalau kamu bisa gitu. Kayak Lambang, dia tuh, apa-apa yakin bisa dan hasilnya selalu oke.” Aku tersenyum simpul mendengar jawaban dari Ghea. Lagi-lagi dia membanding-bandingkan aku dengan cowok lemah itu.

“Iya, ya, kalau dipikir-pikir aku memang selalu pesimis, ya?” merendahkan harga diri di depan seseorang yang kamu sayangi tidak akan membuatmu mati. Jadi, rendahkan saja agar dia senang dan hubunganmu aman.

“Nah, sadar sendiri, 'kan?” iya ndoro iya, aku mah apa atuh, makan nasi pakai sendok aja masih salah menurut kamu.

“Oke, deh, Beautiful. Aku akan berusaha keras supaya bisa jadi seperti Lambang, si cowok lemah itu.”

“Enak aja! Dia gak lemah ya!” iya dia gak lemah, aku yang lemah aku. Hadeh.

Untuk sebagain besar cewek, membanding-bandingkan pasangan menurut mereka itu hal yang biasa. Tapi sayang, sama seperti saat kamu nyeri hati ketika pacar kamu bilang kalau masakan mantannya lebih enak daripada masakan kamu, itu sama sakitnya ketika kalian bilang kalau cowok yang kalian taksir lebih keren daripada pasanganmu saat ini.

“Iya... dia gak lemah. Aku yang lemah.” Mengalah saja lagi, daripada diperpanjang. Ribet nanti urusan.

.

.

.

.

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status