Home / Romansa / Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga / 05 | Senyum Milik Mantan

Share

05 | Senyum Milik Mantan

Author: BumiMars
last update Huling Na-update: 2021-08-23 21:59:32

SYAILENDRA.

"Nungguin Ghea, Ndra?" Sebuah suara membuat pandanganku teralihkan, aku menoleh, lalu memutar bola mata saat mengetahui siapa yang menyapaku tadi.

"Iya nih, lo liat Ghea, Lham?"

"Kalian gak berangkat bareng memang?" Lhambang berjalan mendekat, lalu ikut bersandar pada badan mobilku.

"Kebetulan lagi gak bareng, sih." Males banget aku kalau bilang kami udah putus ke dia, hiiiy nggak kebayang aku gimana reaksinya. Karena ekspresi wajah Lhambang tuh susah banget buat ditebak kayak kakakku—Bumi, jadi aku rada-rada nggak bisa menilai, gimana sebenarnya Lhambang melihat Ghea. Apa dia benar-benar tidak tertarik, atau hanya sekedar pura-pura tidak tertarik saja padanya.

"Lo udah hubungi? Atau emang lo lagi berencana mau ngasih dia kejutan?"

"Gue gak sekurang kerjaan lo juga kali, ngasih kejutan tiap hari ke pacar." Sarkasku. Dan alis Lhambang langsung bertaut, mungkin dia heran dengan kata-kataku yang tidak selow dengannya hari ini. Wajar lah, dia kan, salah satu penyebab Ghea memilih pisah dariku.

"Kenapa lo?" Tanyanya setelah terkekeh. "Lagi mens? Sensi bener kayaknya." Dia membenarkan letak tas kantornya sebentar, kemudian tersenyum dan melambai pada seorang wanita yang berjalan melewati kami. Itu Tissa, dia nampak terburu-buru sehingga hanya mampu menyapa kami lewat senyuman saja.

"Iya, lagi puyeng pala gue. Sono buru masuk, daripada kena semprot gue terus lo!" Aku mendorong tubuhnya agar menjauh dariku, males banget aku lama-lama berdekatan dengan cowok sok keren macem dia.

"Yaelah... santai aja kali, kenapa sih lo?" Aku mendengus, dan memutar bola mata malas. Kepo amat sih nih cowok!

"Gak apa-apa, udah sana masuk! Hus... sana pergi." Usirku, dia terkekeh tapi tak lama dia pergi juga setelah menepuk pundakku.

Baguslah, pergi juga itu monyet satu.

Aku mengamati kepergiannya dengan hembusan napas lelah. Cowok itu, cowok yang paca—ah mantan pacarku lebih tepatnya, sukai. Cowok itu, cowok yang digilai mati-matian sama mantan pacarku. Yang selalu dia banding-bandingan dengan aku dan yang selalu dia tatap dengan tatapan memuja oleh mantan pacarku.

Yah, perkara jodoh memang tidak bisa kita atur, pada akhirnya benar memang kita akan mengerti dengan sendirinya. Bahwa, jodoh bukan tentang yang terbaik, tetapi yang menerima kita dengan baik.

"Ndra? Ngapain?" Terlalu menghayati kepergian Lhambang, aku sampai tidak fokus dengan kedatangan Ghea yang tau-tau sudah berada dihadapanku.

"Aku? Nungguin kamu."

"Ngapain nungguin aku? Kan aku gak minta kamu tungguin?" Pengen banget aku pukul itu mulutnya Ghea dengan bibirku. Jujur banget dia, heran. Yah meskipun gak nungguin basa-basi dikit sama mantan yang baru beberapa jam putus gak apa-apa, 'kan?

"Nih, sarapan."

"Wuidihhh, kamu bawain aku bekal?" Dia, menerima paper bag yang aku sodorkan padanya, melongok sebentar untuk melihat isinya, aku sempat menangkap senyum kecil yang tercetak jelas pada wajahnya.

"Iya, itu aku masak sendiri, lhoo."

"Kamu? Masak? Serius? Udah gak takut sama kompor kamu sekarang?" Cieee dia masih hafal dong kalau aku takut sama kompor. Senangnya... eh, tapi jangan terlalu senang juga lah. Bahaya, Ghea senang PHP soalnya. Satu menit buat senang dan satu menit kemudian buat sedih. Kayak kemarin aja contohnya, gak ada angin gak ada hujan, tau-tau minta putus.

"Semenjak kamu putusin aku, aku jadi gak takut sama apapun termasuk kompor." Kataku, berceloteh tidak jelas.

"Apa hubungannya?" Dia bertanya.

"Karena kalimat yang bikin nyawa aku hampir ilang aja bisa aku lewatin dan aku tahan sakitnya, masa kena api dari kompor aja aku gak bisa tahan sakitnya." Dia memandangku heran, tapi tak lama setelah dia berpikir agak lama dia terkekeh juga. Entah itu terkekeh mengerti, entah juga terkekeh karena tidak mengerti dengan kata-kataku.

"Kalimat apa emangnya yang bikin nyawa kamu hampir hilang?"

"Aku mau putus, Ndra. Kalimat itu, kalimat dari kamu kemarin, buat aku." Katanya hal yang cepat berubah didunia ini adalah hati manusia, tapi kenapa rasa dihatiku untuk perempuan dihadapanku tidak cepat berubah? Aku masih sayang dia, masih menyukai dia, masih sangat sangat sangat ingin menjadikannya istriku. Tuhan, kapan kau ubah rasaku untuknya? Kalau bisa jangan lama-lama Tuhan. Aku takut tidak bisa merelakannya.

Ghea tidak menjawab, dia menunduk seraya tersenyum canggung.

Ghea itu jarang tersenyum canggung seperti ini, sekalipun itu kepada Lhambang—orang yang dia sukai, dia jarang tersenyum seperti itu. Jenis-jenis senyum canggung inilah yang membuat aku ingin selalu mempertahkannya. Ghea itu istimewa, manusia favoritku yang selalu membuat aku merasa bersyukur sekali bisa memilikinya.

"Kamu udah sarapan?" Ghea mengangkat wajah, menatapku.

"Udah kok." Aku tersenyum lebar, dia memalingkan wajah tapi tak lama memandangku lagi.

"Aku masuk duluan kalau gitu, makasih buat makanannya ya, Ndra." Dia sudah bersiap untuk pergi, namun aku menahan pergelangan tangannya, membuat dia berbalik badan menatapku lagi dan berkata apa padaku.

"Pulangnya mau aku jemput? Kamu, gak bawa mobil kan?" Setelahnya, adalah penolakan yang aku terima darinya. Gelengan kepalanya saat menolak tawaranku, serta senyum manisnya saat pamit meninggalkan aku adalah patah hati pertamaku pagi hari ini. Tuhan, putus cinta itu nggak enak ya ternyata rasanya?

Ck.

.

.

.

.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   56 | Pedih

    GHEAAku dibawa ke rumah sakit oleh Tissa dan juga Syailendra, apa yang mereka pikirkan saat menolongku aku tidak tahu. Yang aku tahu adalah Tissa yang menangis saat dia melihatku di dalam kamar dalam kondisi yang tidak mau aku jelaskan, lalu dia pun menangis sepanjang jalan menuju rumah sakit. Dia terus mengusap punggungku tanpa mengatakan apapun, karena mungkin memang hanya itulah yang bisa dia lakukan, mengusap punggungku dan kemudian menangis. Syailendra tidak berbicara apapun padaku, sampai saat ini sampai kami tiba di rumah sakit dia tidak berbicara apapun padaku. Di UGD ini, aku hanya di temani Tissa, Syailendra sedang berada di luar ruangan menunggu Ibuku datang.Padahal aku sudah mengatakan kepadanya kalau dia tidak usah memberitahu kan Ibuku soal kondisiku saat ini, dan memang benar dia tidak memberitahukannya kepada Ibuku tapi dia malah memberitahu kakakku, jadilah sekarang Ibuku mengetahui bagaimana kondisi anak bungsunya saat ini. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hi

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   55 | Perasaan Tidak Nyaman

    TISSAAku berkali-kali mendapati Syailendra bergerak gelisah saat mengemudi. Berkali-kali pun jawabannya saat menanggapi obrolannya denganku tampak tidak nyambung, singkatnya. Syailendra sedang tidak fokus saat ini dan sialnya aku tahu kenapa dia jadi tidak fokus seperti itu. Berkali-kali aku memikirkannya, berkali-kali itu juga aku jadi kesal dibuatnya.Aku tidak bertanya kenapa kakaknya Ghea menelpon dan mengirimnya pesan, telponnya memang tidak dia angkat tetapi pesannya dia baca sehingga hal itulah yang membuat aku jadi kesal sendiri sebab setelahnya Syailendra terlihat sekali tidak fokus saat ini. Untungnya, hanya aku yang ikut di mobil Syailendra kalau betulan Mamaku juga ikut disini, bisa dipastikan suasana akan berubah menjadi canggung.Sejujurnya, aku penasaran sekali tentang apa isi pesan kakaknya Ghea kepada Syailendra sehingga pesan itu bisa membuat Syailendra menjadi seperti ini. Tapi, disatu sisi pun aku merasa bahwa aku tidak berhak bertanya sebab aku bukan siapa-siapa

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   54 | Panggilan Mendadak

    SYAILENDRAPagi hujan, siang cerah. Kondisi cuaca Jakarta memang tidak bisa dipresiksi semaksimal mungkin, aku hampir saja merutuki cuaca karena mereka hari ini aku terpaksa datang dengan salah konstum. Kalau tahu siang hari ini tidak akan turun hujan juga seperti pagi hari tadi, mana mau aku datang ke kedai kopi kakaku dengan swetter panas begini.Yah, tapi apa mau dikata deh. Sudah kejadian, lagipula mau datang pakai baju apapun aku, aku yakin aku masih dan akan sangat terlihat tampan.Hahaha ...Kok aku geli sendiri ya mendengarnya? Biarlah, aku kan jomlo, tidak ada yang memuji aku ganteng lagi sekarang jadi biarkan saja aku memuji diriku sendiri saat ini."Kenapa sih?""Hah? Apa? Apa yang kenapa?""Kamu kenapa?""Aku?" aku menunjuk diriku sendiri saat Tissa bertanya aku kenapa, aku kamu dengan Tissa memang hal yang baru tapi entah kenapa aku nyaman dengan kata ganti Lo-Gue diantara kami ini. "Aku kenapa?""Kayak orang bingung." Tissa menggaruk kecil hidungnya, kemudian melemparkan

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   53 | Hujan Hari Minggu

    GHEAMalam minggu kemarin, aku tidak pulang ke rumah Ibuku. Aku juga tidak masuk lembur, padahal hari sabtu kemarin adalah hari dimana aku seharusnya bekerja lembur tapi aku tidak melakukannya sebab Lhambang tidak memperbolehkan aku untuk pergi ke kantor. Jadi, dari pada wajahku kena tampar lagi olehnya lebih baik aku menurut saja dan mengatakan kepada pihak kantor kalau aku sedang sakit.Yah, walaupun aku tidak menjamin alasan itu akan diterima oleh atasanku mengingat lembur kemarin adalah aku yang meminta sendiri dan aku juga yang membatalkan senaknya. Aku meminta lembur karena aku butuh uang lebih diakhir bulan nanti, tentu saja untuk mengganti uang yang aku pinjam untuk Lhambang, aku berjanji untuk menggantinya meskipun aku meminjam uang tersebut kepada kakakku."Ghe?" Itu suara Lhambang, yang baru saja terbangun dari tidurnya.Dengan langkah cepat aku menghampiri Lhambang di dalam kamar, aku tidak mau kena omel lagi hanya karena aku terlalu lama menghampirinya padahal katanya jar

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   52 | Efek Jatuh Cinta

    TISSASelimut yang masih menyelimuti tubuhku, pendingin ruangan yang masih menyala serta hujan yang mengguyur bumi menjadi saksi bahwa hari mingguku kali ini benar-benar sangat nyaman. Masih menscroll media sosial, dari satu aplikasi lalu ke aplikasi berikutnya jam sembilan pagi ini aku masih betah tidur-tiduran diatas kasurku.Tumben sekali, biasanya Ibuku akan masuk kamar lalu menyuruhku untuk bangun. Setidaknya untuk membantunya membereskan rumah yang sebenarnya selalu rapih ini atau sekedar olahraga bersama keliling komplek dan berakhir singgah di pasar untuk membeli kebutuhan rumah. Tapi hari minggu kali ini agak berbeda, sedikit lebih tenang dan sedikit lebih membahagiakan karena ketika aku bangun ada satu pesan yang selalu aku mimpikan untuk masuk ke dalam ponselku ketika pagi tiba. Yap! Chat dari Syailendra yang berhasil membuat pagiku yang sedang mendung ini menjadi lebih berwarna.Pesannya memang bukan sebuah pesan yang romantis, dipesan itu Syailendra hanya membalas pesanku

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   52 | Tak Sengaja

    SYAILENDRAHari ini aku berjanji untuk berkunjung ke rumah Tissa, tapi sebelum berkunjung aku sudah menyempatkan diri datang ke tukang martabak pinggir jalan. Bukan abang-abang yang sedang berdagang di pinggir jalan melainkan di sebuah toko yang letaknya kebetulan berada di pinggir jalan, katanya ayahnya Tissa sangat suka martabak telur di tempat ini sebab itulah aku membelikannya martabak telur saja sebagai bawaanku malam ini. Karena aku bingung, apa yang harus aku bawa ke sana. Niatku hanya ingin bertamu karena Ibunya Tissa mengundangku untuk makan malam, jadilah aku ke sana malam hari ini selepas pulang bekerja. Ini pun aku datang agak telat, biasanya memang aku pulang sore tetapi tadi ada sedikit pekerjaan yang harus aku selesaikan hari ini juga makanya aku datang agak terlambat sedikit."Ndra!" Seseorang memanggil namaku dari arah belakang, ketika aku menoleh. Aku sudah menemukan seseorang yang sangat aku kenali sekali.Karena itulah, sembari tersenyum aku melangkah mendekatinya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status