Share

11 | Aku Cemburu?

Tissa

"Yaaahhh, ketemu lo lagi ketemu lo lagi gue." Aku yang sedang mengetikan pesan untuk Lhambang mendadak menjadi tersenyum lebar dan mengunci layar ponselku dengan segera, bodo amat deh dengan Lhambang. Manusia dihadapanku ini lebih menarik soalnya.

"Hahaha .... iya nih, bosen nggak lo ketemu gue terus?" Dia menjawab sembari memasukan kedua tangan pada saku celannya, senyumnya lebar dan ganteng abis.

Kadang kalau lagi punya pikiran begini aku suka istighfar dalam hati, yaiyalah aku istighfar orang yang lagi aku puji-puji dan kagumi ini adalah pacar orang lain. 'Kan, kalau begini kedengarannya aku seperti cewek gatel yang nggak punya kerjaan lain selain gangguin cowok orang. Tapi mau bagaimana lagi, katanya 'kan, selama janur kuning belum melengkung ya hajar saja terus. Lagi pula Ghea ini juga nggak ada otak sih, udah dapat cowok yang sempurna macem Syailendra eh dia malah pilih rumput tetangga yang belum tentu bener-bener menarik seperti yang dia lihat selama ini. Jadi, kalau Ghea menyia-nyiakan Syailendra demi Lhambang aku kira sih dia beneran akan menyesal nantinya.

"Enggak lah, cuma lo mendingan pindah aja deh ke kantor gue. Dari pada pagi dan sore udah nangkring di sini, mending pindah aja ke sini sekalian."

"Hahaha, boleh juga tuh ide lo. Ntar deh coba gue pikirin, ini lo mau balik Tiss?"

"Iya, kenapa lo mau nganterin gue balik?"

Percaya diri saja dulu baru malu kemudian, basa-basi begini kan nggak ada salahnya namanya juga dia temen aku. Yah, meskipun kami nggak deket-deket banget kalau kumpul juga dia lebih sering ngebucinin Ghea dan ngobrol sama Lhambang tapi setidaknya kami sering ketemu dan pernah tertawa bersama. Itu saja sudah cukup kan untuk membuat aku mempunyai basa-basi seperti itu kepada Syailendra?

Dulu kupikir Syailendra ini kena peletnya Ghea, ya gimana enggak. Orang dia apa-apa juga nurut banget sama Ghea, sampe dikerjain sekalipun sama Ghea dia tetep setia dan nunjukin diri kalau dia memang sesayang itu sama Ghea. Gila sih, aku yang ngeliat dia begitu rasanya kasihan, kesel dan juga iri. Ya gimana enggak, orang dia di kerjain abis-abisan sama Ghea. Mulai dari dijadiin bank berjalan, disuruh ini dan itu. Syailendra yang bawain belanjaan Ghea, Gheanya malah jalan sama cowok lain. Coba, kasih tahu aku Syailendra ini bodoh atau apa?

Nih, kaya gini aja nih contohnya.

Tadi pagi aku ketemu dia di sini, dia panik nyariin Ghea yang katanya nggak bisa dihubungi. Dan sekarang, pas jam pulang kantor juga dia udah nangkring lagi di depan kantor kami. Ngapain? Ya nungguin Ghealah pastinya.

Kasihankan dia? Syailendra juga kan punya pekerjaan, nggak mungkin dong seorang pengacra macem dia kesibukannya cuma antar jemput dan mencemaskan Ghea? Dia juga pasti punya kesibukan lain yang mungkin lebih penting dari pada Ghea namun dia mengabaikan itu untuk Ghea.

Agak nggak sehat sih pacaran seperti ini, maksudku, kalau emang Ghea udah nggak mau sama Syailendra ya tegasin. Syailendra juga kadang-kadang emang nggak ada otaknya juga sih, kalau cewek udah nggak mau sama dia ya yaudah sih. Ngapain dia pertahanin tuh cewek mati-matian? Emang itu cewek peduli kalau dia bersikap kayak gini?

Dia--Syailendra, boleh mempertahankan cewek yang dia sukai asalkan itu cewek ya cewek bener. Ini dia udah tahu kalau cewek yang lagi dia coba pertahanin itu cewek nggak bener masih ada dia tutup mata dan menganggap kalau cuma dia cewek terbaik yang harus dia pertahankan mati-matian untuk tetap ada disisinya.

Kan sakit jatuhnya, aku curiga dia rada gila. Tapi aku juga sangsi kalau dia gila, masalahnya dia terlihat cukup waras untuk membuktikan diri kalau dia itu nggak gila. Dia cuma cinta mampus aja sama cewek yang salah dan dia belum sadari itu sepenuhnya.

Aku juga sih seharusnya nggak perlu mengomentari kisah percintaan mereka dalam hati seperti ini, karena yah. Belum tentu kisah percintaanku juga lebih baik dari mereka, mungkin saat ini aku hanya sedang iri saja kedapa Ghea. Karena mendapatkan Syailendra, dan aku juga saat ini sebenarnya sedang menjadi cewek yang sangat bodoh.

Kenapa? Aku bilang tadi bahwa jika Ghea sudah tidak ingin bersama Syailendra ya dia tegasin. Tapi aku apa? Aku malah tidak menegaskan diri jika aku sudah tidak ingim bersama Lhambang, padahal aku juga mungkin sedang dalam posisi yang sama seperti Ghea. Sama-sama muak dengan pasangan kami masing-masing.

Aku sih jujur tidak tahu alasan pastinya kenapa Ghea muak dengan Syailendra, karena kan hanya Ghea yang bisa menilai baik dan buruknya Syailendra. Kalau menurut dia sikap Lhambang lebih baik dari Syailendra ya itu haknya, karena dia kan saat ini hanya bisa melihat Lhambang dari luar saja begitu pun denan aku, aku saat ini hanya bisa melihat Syailendra dari luar saja makanya aku jatuh cinta kepadanya.

Kalau nanti kami--aku dan Ghea, tahu kejelekan orang yang lagi kami taksir juga kami akan menyesal nantinya. Meminta kepada Tuhan agar dia--orang yang sudah kami buang, dikembalikan kepada kami karena rupanya dialah orang yang paling baik untuk kami.

Coba saja kalau tidak percaya, katanya kan penyesalan itu datangnya belakangan. Ada orang yang nekat dan tidak takut menyesal dan ada pula orang yang nekat tapi ujungnya dia menangisi keputusannya hari itu, dan menurut kalian, aku ini termasuk ke dalam tipekal orang yang mana? Yang takut menyesal atau tidak?

"Emang lo nggak balik sama Lhambang?" Dia bertanya dengan nada ingin tahu Ghea sudah pulang apa belum.

Aku bisa tahu itu dari gelagatnya, matanya tak pernah fokus kepadaku. Dia sedari tadi meskipun tersenyum kepadaku matanya selalu melirik sana melirik sini mencari Ghea. Dia takut sekali jika Ghea tidak bisa terjangkau dengan radarnya.

Menurut kalian Syailendra itu cinta beneran atau enggak sih sama Ghea? Apa dia ini punya kelainan atau apa? Karena jujur aku pernah salah sekali dalam menilai seorang laki-laki, orang yang aku pikir dia paling manis, romantis dan penyayang nyatanya justru menjadi orang yang paling mengerikan.

Karena itu aku nggak mau salah nilai orang lagi, cukup yang kemarin saja aku jadikan pelajaran. Aku ini kan bukan keledai, yang melakukan kesalahan sampai berkali-kali dan tak pernah mau belajar dari pengalaman.

Tidak, aku tidak mau menjalani hidup seperti keledai. Karena itulah aku harus berhati-hati agar tidak salah jalan lagi.

"Enggak, gue balik sendiri hari ini." Syailendra menaikan sebelah alisnya dan menatapku, tumben dia menatapku. Biasanya yang dia selalu tatap hanya Ghea.

"Kenapa?"

"Apanya yang kenapa?" Duh, kok aku jadi lemot begini sih.

"Kenapa lo balik sendiri?"

"Karena Lhambang lagi lembur." Aku tahu dia pasti sebentar lagi akan menanyakan perihal Ghea.

"Sama Ghea?" Tuh 'kan, aku bilang juga apa. Muak bener aku denger nama Ghea, nggak tahu kenapa. Aku cemburu kali ya?

"Ya enggak dong, 'kan mereka beda divisi." Kujawab saja begitu, dan kuharap dia tidak lagi menyebut nama Ghea.

"Berarti Ghea nggak lembur 'kan?"

"Enggak tahu sih gue, coba aja lo wa dia, Ndra." Ujarku membuat Syailendra memutar bola mata.

"Justru susah banget gue buat ngehubungin dia makanya gue nangkring disini buat nungguin dia balik." Syailendra mengatakan alasannya ada di kantorku sedangkan aku menatapnya datar, tak ada raut wajah bahagia seperti tadi.

"Ghea itu udah gede, Ndra. Dia bisa balik sendiri kalau emang dia mau. Nggak usah terlalu berlebian begini, cewek juga kadang bisa risih kalau lo bersikap seperti ini." Mampus, aku paitin aja dia sekalian deh. "Udah mendingan lo balik, Ndra. Lakuin hal yang lebih penting sekarang. Bukan karena gue nggak suka lo ada di sini buat jemput Ghea, tapi yang gue nggak suka adalah lo terlalu over. Mungkin itu yang buat Ghea nggak nyaman sama lo, Ndra. Membuktikan diri kalau kita layak sama dia itu nggak harus dengan memaksa dia buat tetap tinggal, Ndra. It's something different babe."

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status