Ghea
"Lah, lo di sini, Ghe? Itu si Lendra nyariin lo juga." Aku hanya tersenyum bodoh saja waktu Lhambang datang menghampiriku yang sedang berdiri di loby dalam kantor dengan tampang bingung.
Seneng sih aku bisa melihat wajahnya pagi-pagi gini, apalagi yang barusan aku lihat itu wajahnya Lhambang yang imut abis. Saat dia menghampiriku dengan ekspresi wajah seperti itu rasanya aku ingin sekali berlari menghampirinya lalu menciumi kedua pipinya gemas, tapi aku sadar diri jika itu dosa. Itu hanya pemikiran liarku saja yang mungkin nanti akan berubah menjadi kenyataan, yah 'kan, apa salahnya kita berdoa dulu. Siapa tahu Tuhan mengabulkan doa kita dengan cepat bisa jadi kita juga 'kan yang akan bahagia nantinya? Lagi pula, siapa sih orang yang tidak akan bahagia jika keinginannya yang sudah lama ia pendam terkabul?
Semua orang di dunia ini pasti akan merasa bahagia jika keinginannya terkabul, dan bsgitu juga aku. Aku saja bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana bahagianya aku jika hari itu tiba, hari di mana Lhambang bisa menjadi milikku.
Aku ingat dulu, waktu masa-masa Tissa mengenalkan Lhambang sebagai pacarnya aku merasa nyeri hati dan mendadak jadi orang paling bodoh sedunia. Karena orang yang aku taksir nyatanya malah menjadi pacar sahabatku sendiri, tapi paling tidak nanti aku akan merasakan bahagia setelah menjadi orang bodoh saat itu.
Saat melihat mereka bersama, itu rasanya makin menyakitkan. Aku harus berpura-pura tersenyum sambil menahan hasrat cemburuku, aku juga harus kuat-kuat mental untuk menghadapi Syailendra Akbar Gibran yang statusnya saat itu adalah pacarku. Bayangkan, bagaimana repotnya aku saat itu? Bagaimana bisa aku bermanja-manja dengan Syailendra padahal dalam hatiku, aku ingin sekali mendorongnya ke dasar jurang hingga dia tidak bisa muncul di muka bumi lagi.
Kedengarannya aku ini seperti orang jahat, ya? Ya iya sih, aku juga merasa jahat sekali kepada Syailendra. Tapi mau bagaimana lagi, mau dipaksakan kayak apa juga aku tetap tidak ingin kembali padanya.
Sudah cukup waktuku selama ini untuk menemaninya, sudah cukup aku menjadi orang jahat selama ini karena memperlakukannya dengan tidak baik. Aku ingin dia memulai kehidupan yang lebih baik, dengan seorang perempuan yang mungkin bisa lebih menghargainya dari pada aku. Dengan seseorang yang mau menerima baik dan buruknya Syailendra, aku ingin dia move on. Tapi sepertinya susah sekali, dia selalu muncul disekitaranku. Selalu menjemput dan mengantarkan aku pulang padahal aku sudah bilang berkali-kali bahwa dia tidak perlu melakukan hal itu, kami sudah putus dan dia tidak perlu memperlakukan aku dengan cara yang istimewa lagi.
Syailendra itu tahu kalau aku naksir Lhambang dari jaman kami masih sama-sama muda dulu, dia juga tahu persis kenapa aku menerimanya, kenapa aku repot-repot tidak mau membuka hatiku untuknya, dia tahu itu. Bukankah itu sudah cukup membuatnya sakit hati, berpaling dan meninggalkan aku? Tapi siapa yang sangka jika dia selama ini bersungguh-sungguh denganku, padahal kukira selama ini dia hanya ingin bermain-main saja denganku. Karena Syailendra itu tidak punya tampang cowok-cowok kalem yang setia, karena itu aku selalu mengira jika dia tidak pernah seserius itu dalam menjalani cinta denganku selama ini.
Pernah satu waktu aku coba untuk membuat dia--Syailendra membenciku dengan instan, aku kerjai dia habis-habisan. Aku suruh dia melakukan hal yang tidak pernah suka dia lakukan, aku jalan dengan teman-teman cowokku setiap hari dan membuat dia jengkel dengan selalu membahas Lhambang, kebaikannya, kelembutannya dan keromantisannya. Aku sslalu membanding-bandingkan Syailendra dengan Lhambang, tapi rupanya itu tidak bisa membuat dia jengah dan membenciku. Jangankan untuk meninggalkan aku, berkata kasar kepadaku saja dia tidak pernah padahal aku tahu saat itu dia sedang kesal-kesalnya kepadaku. Tapi dia selalu bersikap baik dan seolah-olah aku ini tidak melakukan kesalahan denganku, itulah yang membuat aku jengah kepadanya.
Karena aku tidak suka dia bersikap seperti itu, makanya aku selalu menyakiti dia. Jahat ya aku?
"Kok Tissa nggak ikut masuk bareng lo, Lham?" Asli, pagi ini Lhambang kelihatan ganteng bangetttt.
Aku saja bahkan sampai melongo saat Lhambang nyengir ganteng waktu aku menanyakan hal itu, gila aku makin jatuh cinta parah kalau begini ceritanya. Kok, bisa ya Tissa nggak begitu bucin banget ke Lhambang? Padahal dalam segi apapun dia ini tidak ada kurangnya, seperti saat ini saja contohnya. Dibandingkan ikut masuk ke dalam kantor dengan Lhambang, dia malah memilih untuk tetap di luar bersama dsngan Syailendra. Apa yang mereka obrolkan aku sih tidak tahu pasti apa, hanya saja ketika Lhambang mengatakan bahwa Syailendra mencariku bisa kusimpulkan bahwa obrolan mereka di depan sana itu adalah mengenai diriku.
Apa lagi memang yang akan mereka obrolkan selain aku, bukan?
"Nggak tahu, kenapa emang? Lo mau samper mereka? Lendra nyariin lo itu." Katanya dengan senyum ramah yang selalu membuatku ingin pingsan saat melihatnya.
Yah walaupun senyum milik Syailendra lebih hot dan manis kata orang-orang, tapi tetap saja. Senyuman milik Syailendra tidak pernah bisa membuatku jatuh hati berkali-kali kepadanya.
Karena itulah saat ini aku hanya bisa mengatakan maaf dalam hati kepada Syailendra. Maaf karena mungkin aku terlalu jahat kepadanya, maaf karena aku masih sangat menginginkan Lhambang. Dan untuk Tissa aku pun meminta maaf kepada dirinya dalam hati, maaf karena aku mungkin akan menjadi sahabat yang jahat setelah ini. Aku benar-benar menginginkan Lhambang, dan aku hanya mau berhenti berharap ketika orang itu saja yang menyuruhku untuk berhenti. Lhambang maksudnya, aku akan benar-benar berhenti, mundur dan sadar diri jika itu Lhambang yang meminta. Karena itu, untuk saat ini aku akan terus berjuang. Berjuang untuk bisa dekat dengan Lhambang dan memilikinya.
"Enggak, gue mau ke atas aja. Lo mau ke atas juga, Lham? Mau bareng?"
"Hm? Oh, iya gue mau ke atas. Ya udah ayok bareng, Ghe."
*****
Tissa"Yaaahhh, ketemu lo lagi ketemu lo lagi gue." Aku yang sedang mengetikan pesan untuk Lhambang mendadak menjadi tersenyum lebar dan mengunci layar ponselku dengan segera, bodo amat deh dengan Lhambang. Manusia dihadapanku ini lebih menarik soalnya."Hahaha .... iya nih, bosen nggak lo ketemu gue terus?" Dia menjawab sembari memasukan kedua tangan pada saku celannya, senyumnya lebar dan ganteng abis.Kadang kalau lagi punya pikiran begini aku suka istighfar dalam hati, yaiyalah aku istighfar orang yang lagi aku puji-puji dan kagumi ini adalah pacar orang lain. 'Kan, kalau begini kedengarannya aku seperti cewek gatel yang nggak punya kerjaan lain selain gangguin cowok orang. Tapi mau bagaimana lagi, katanya 'kan, selama janur kuning belum melengkung ya hajar saja terus. Lagi pula Ghea ini juga nggak ada otak sih, udah dapat cowok yang sempurna macem Syaile
SYAILENDRATahu ah, gondok aku sama Tissa. Bisa-bisanya dia berbicara seperti itu, ya itu memang haknya sih. Dia mau berbicara seperti apa juga itu haknya, hanya saja seharusnya dia bisa sedikit saja lebih prihatin gitu kepadaku. Saat ini 'kan aku sedang dalam kondisi patah hati, meskipun aku nggak tahu pasti dia tahu atau tidak kondisiku saat ini tapi setidaknya mbok ya dia jangan tarlalu kejam gitulah bicaranya kepadaku. Aku saja tadi saat dia berbicara seperti itu langsung diam dan tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena jujur aku merasa tertampar saat Tissa mengatakan kalimat panjang kali lebar itu kepadaku tadi.Jadi yang tadi aku lakukan padanya hanyalah diam, balik badan dan pergi begitu saja dengan tampang bodoh bin tolol yang pernah aku punya. Padahal aku tahu, Ghea ada di dalam. Sedang memandangi kami dari balik pintu loby, aku tahu tapi aku pura-pura tidak
GheaAku baru saja tiba di kantor setelah bergulat dengan kantukku pagi-pagi buta begini. Bagaimana tidak, sudah beberapa hari ini aku berangkat dari rumah subuh buta karena menghindari Syailendra Akbar Gibran, mantan pacarku yang belum bisa move on dariku. Merepotkan? Tentu saja iya, perkara aku yang tidak mau pergi dan pulang dengannya aku jadi harus mengorbankan diriku sendiri beberapa hari ini. Bangun subuh, berangkat pagi-pagi buta dan sampai di kantor dengan keadaan kantor masih sepi begini. Aku heran dengan Syailendra, kenapa ya dia susah sekali move on padahal aku sudah jungkir balik membuat dia benci kepadaku, harus aku apakan ya dia?Aku tidak mau mempunyai hubungan buruk dengannya, biar bagaimana pun juga sebenarnya Syailendra itu orang baik. Dia memperlakukan aku dengan baik dan dia juga dari keluarga baik-baik, jadi aku sama sekali tidak ingin mempunyai hubungan
Tissa"Lah, gue nggak salah lihat ini?" Aku mengusap-usap mata beberapa kali, saking tidak percayanya dengan apa yang aku lihat saat ini. Syailendra? Di teras rumahku? Pagi-pagi ini? Dia salah alamat atau bagaimana ya?"Udah siap lo?""Udah, kenapa lo ada di sini pagi-pagi gini, Ndra?" Aku duduk di kursi sebelahnya, tempat yang tadi di duduki Ayahku untuk menemani Syailendra."Mau jemput lo, lo hari ini nggak berangkat bareng Lhambang, 'kan?" Tanyanya, Syailendra mengalihkan pandangannya ke arahku."Tumben, ada angin apa?""Angin sepoy-sepoy. Serius nih, lo berangkat barenga cowok lo nggak?" Alis Syailendra bertaut, sepenasaran itukah dia dengan jawabanku?"Enggak, dia masih
SyailendraAku tidak menyangka jika Tissa memang bisa selucu ini, kupikir dia hanya akan bersikap galak dan kalau ngomong suka nggak ngenakin aja. Tapi tadi aku sedikit mau ketawa ngakak saat melihat tingkah konyolnya, kok bisa-bisanya ya dia seambigu tadi. Orang lain mungkin akan berpikir negatif tentang kata yuk yang aku ucapkan tadi, dan Tissa salah satu dari orang lain yang berpikir negatif itu.Maksudku tadi saat mengatakan yuk padanya artinya aku mengajaknya berpamitan kepada orang rumahnya, masa iya aku datang bersalaman dengan Ayahnya dan pulang main slonong boy saja 'kan tidak sopan. Biarpun kurang iman gini aku masih tahu adat dan sopan santun kali.Tapi Tissa malah menganggap yuk ku yang tadi adalah yuk yang lain, kalau aku pacarnya saat ini mungkin yuk yang kumaksudkan a
GheaRencana PDKT? Bubar jalan.Aku sudah mempunyai niat untuk menjenguk Lhambang nanti sore selepas pulang bekerja, tadinya aku memang akan mengunjungi dia kemarin tapi kemarin aku sibuk sekali. Lembur pula, jadi aku tidak bisa menjenguk Lhambang kemarin. Dan sepertinya hari ini pun aku gagal untuk menjenguk Lhambang, kenapa? Orang yang mau aku jenguk rupanya sudah masuk saat ini. Jadi, untuk apa aku menjenguknya kalau dia saja sudah masuk. Lhambang memang masih terlihat sekali tidak enak badannya, wajahnya masih pucat dan aku masih terlalu khawatir dengan kondisinya. Kalau masih sakit begitu untuk apa juga dia masuk kerja? Lebih baik dia istirahat saja di rumah.Lhambang yang aku tahu memang gila kerja, dia anak sulung dari keluarga yang sederhana. Jadi aku mewajarkan jika dia gila kerja, dia pasti ingin memberikan khidupan yang baik
GheaAku nggak terlalu mikirin juga sih soal kata-kata Lhambang tadi pagi yang katanya nganter Ghea karena kebetulan ketemu di jalan. Tadi, saat aku kebingungan setengah mampus karena takut Lhambang marah kepadaku karena aku menjelek-jelekan Tissa secara langsung. Aku malah dibuat terkesima kepadanya karena dia malah bilang Tissa kadang emang suka ngelengkelin sih, Ghe. Wajar kalau sekarang lo marah karena Tissa bersikap begini sementara lo tahu gue lagi sakit. Gila, aku pikir tadinya Lhambang malah akan marah dan memakiku, tapi dia malah bilang begitu dan lalu berkata nggak apa-apa, nggak usah dipikirin. Gue nggak marah, santai aja.Tadinya kami memang akan langsung makan dikantin bersama, tapi sebuah mobil yang sangat aku kenali berhenti di lobi. Aku dan Lhambang sempat berhenti karena terkejut salah satu orang yang turun dari mobil itu adalah Tissa, orang
SYAILENDRAEntah aku harus bersyukur atau pura-pura mati saja saat ini, kantorku sedang kedatangan tamu penting sore hari ini. Coba tebak siapa? Yap, Ghea. Nggak angin nggak ada hujan, tau-tau mantan pacarku yang paling nyebelin ini muncul gitu aja di kantorku. Ini pertama kalinya dia datang ke sini dengan status sebagai teman bukan klien.Dulu, kami pertama kali bertemu memang disini. Di kantorku, bedanya dia datang bersama dengan kakaknya yang menjadi korban kekerasan pacarnya sendiri. Karena pacarnya itu anak orang kaya yang nggak mungkin banget dihukum apalagi sampai masuk penjara, Ghea dan kakaknya datang ke sini untuk memintaku membelanya. Hari itulah aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya.Kasusnya selesai, kami berpacaran. Sesingkat itulah pdkt kami karena memang dari awal pun aku tahu kalau Ghea hany