Share

14 | Jumat Berkah

Tissa

"Lah, gue nggak salah lihat ini?" Aku mengusap-usap mata beberapa kali, saking tidak percayanya dengan apa yang aku lihat saat ini. Syailendra? Di teras rumahku? Pagi-pagi ini? Dia salah alamat atau bagaimana ya?

"Udah siap lo?"

"Udah, kenapa lo ada di sini pagi-pagi gini, Ndra?" Aku duduk di kursi sebelahnya, tempat yang tadi di duduki Ayahku untuk menemani Syailendra.

"Mau jemput lo, lo hari ini nggak berangkat bareng Lhambang, 'kan?" Tanyanya, Syailendra mengalihkan pandangannya ke arahku.

"Tumben, ada angin apa?"

"Angin sepoy-sepoy. Serius nih, lo berangkat barenga cowok lo nggak?" Alis Syailendra bertaut, sepenasaran itukah dia dengan jawabanku?

"Enggak, dia masih sakit." Yah untung sajalah Lhambang masih sakit, jadi aku bisa berangkat dengan Syailendra pagi hari ini. Ngomong-ngomong ini hari apa ya kok kayaknya aku bakalan dapat hoki hari ini.

"Oh dia sakit? Sakit apaan tuh anak?" Dia bertanya dengan nada khawatir, sepertinya dia tidak tahu kalau Lhambang sedang sakit.

"Kecapean, kebanyakan lembur sih dia. Jadi begitu tuh sakit." Aku menjawab seadaanya enggan memberitahukan hal yang lebih dari ini karena malas.

Kulihat Syailendra menarik napas panjang kemudian mengangguk ringan. Sejujurnya aku bingung kenapa dia ada di rumahku pagi-pagi begini, apa mungkin dia sengaja menjemputku hari ini? Kalau memang sengaja kenapa pula waktunya bisa pas sekali. Syailendra pasti tahu kalau setiap harinya aku berangkat kerja dan pulang kerja bersama dengan Lhambang, jadi kenapa hari ini dia bisa nangkring ganteng di teras rumahku tanpa memberitahukan terlebih dahulu perihal kedatangannya kepadaku. Tidak takut kah dia bertemu dengan Lhambang? Maksudku takut rencana dia yang akan mengantarkan aku berangkat bekerja gagal karena aku berangkat dengan Lhambang, begitu lho maksudku.

Sebenernya, apa sih tujuan dia datang ke sini? Kalau untuk menemui Ghea aku rasa dia salah alamat. Ini bukan rumah Ghea kalau-kalau dia lupa, dan juga Ghea tidak mungkin ada di sini. Paling-paling dia saat ini sedang bersembunyi di loby kantor seperti kemarin saat aku melihatnya melamun di sana.

"Ngapin lo ke sini?" Mungkin nada tanyaku saat ini terdengar kasar, tapi ya mau bagaimana lagi aku sudah terlanjur kepo.

"Jemput lo, lah." Dia menjawab dengan cengiran gantengnya.

"Lo nyari Ghea, 'kan?"

"Enggak, gue emang beneran mau jemput lo." Aku ingin ketawa saat melihat Syailendra mengatakan kalimat barusan dengan muka innocentnya, memang benar ya orang ganteng mau diapain juga mukanya akan tetap terlihat ganteng.

"Yaaa itu dia yang bikin gue bingung, ada angin apaan lo mau jemput gue?"

"Biar gue ada temennya aja sih buat jalan ke kantor, temen ngobrol di mobil." Makin nggak nyambung ini alesannya dia.

"Kan kantor kita nggak searah?"

"Ya udahlah dibuat jadi searah aja kenapa lo pusing amat sih, Tiss?" Ya jelas aku pusing lah, kalau tahu dia akan mengajakku ke kantor bersama hari ini aku pasti akan berdandan dulu. Nggak keluar dengan muka tanpa make up begini, kali aja 'kan di mobil aku bisa sekalian pdktan dengan dia. Dia kan jomblo, aku juga calon jomblo jadi nggak apa-apalah nyari cadangan dulu sebelum sah jadi jomblo.

"Gue cuma heran aja sih, nggak pusing." Kataku berbohong.

"Ya udah yuk, mau jalan sekarang?" Dia bertanya dengan senyum manisnya, nada suaranya saat bertanya pun halus sekali. Aku jadi dag dig dug serr begini deh.

"Ya udah ayok, udah siang juga ini. Bentar ya gue pamitan dulu sama orang rumah." Kataku bergegas berdiri.

"Eh, Tiss. Di rumah ada siapa aja?" Dia bertanya masih sambil duduk, membuat aku sedikit menundukan pandanganku agar bisa melihat wajahnya.

Kalau aku lihat-lihat sih sepertinya mood syailendra sedang dalam kondisi baik, dia tidak terlihat berantakan seperti kemarin-kemarin saat masih sibuk nangkring di depan loby kantorku untuk menunggu Ghea. Aku tidak tahu apa yang dia sedang rencanakan hanya saja jika memang ini perihal Ghea aku pasti akan meladeninya, aku akan menjawab hal yang akan dia tanyakan perihal Ghea tapi aku juga akan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya mengenai hubungannya dengan Ghea. Apa sebenarnya yang membuat dia cinta mati kepada Ghea, kenapa sesulit itu melepaskan Ghea dan apa dia tidak lelah terus bersikap bodoh seperti ini?

"Ada nyokap, bokap, sama abang gue. Kenapa?" Aku bertanya sambil mengalungkan tasku pada lengan.

Aku melihatnya heran sambil terus berpikir, Syailendra berdiri dari duduknya lalu merapihkan pakaiannya dan juga rambutnya. Sudah ganteng aku ingin mengatakan hal itu pada Syailendra namun aku malu, asli lah kenapa aku jadi alay begini ya?

Yuk, dia bilang. Tapi aku tidak bergerak dari tempatku berdiri tadi sehingga membuat Syailendra menatapku heran, kenapa jadi dia yang menatapku heran harusnya juga aku yang menatapnya heran bukan? Yuk yang dia katakan entah mengatapa terdengar sangat ambigu di telingaku. Apa maksudnya yuk itu, yuk berpacaran atau yuk kita ke kantor. Aku kan jadi bingung harus bagaimana meresponnya, seandainya kata yuk itu berarti yuk berpacran maka aku akan menolak kepadanya. Bukan apa aku ini masih punya orang lain, aku mungkin naksir dia tapi aku tidak akan menjadikannya selingan. Dia harus menjadi yang utama karena itu aku harus menyelsaikan kisah cintaku terlebih dahulu.

"Kenapa sih lo? Aneh bener pagi ini?" Syailendra terkekeh geli menatapku sementara aku malah menatapnya dengan kesal.

"Ya elo abisan, bikin gue bingung aja!" Syailendra tersenyum lebar membuat aku mendengus kesal.

"Apa lo bingung kenapa?" Ya aku juga bingung sebenarnya aku ini kenapa sih? Salah tingkah?

"Tadi lo bilang yuk itu yuk ngapain?"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status