Share

Sebuah Lamaran

"Apa kamu tidak keberatan jika tetap memanggil ku dengan nama kecilku" ucapnya dengan nada lirih sambil menatapku. Aku mematung dan masih tidak mengerti apa yang terjadi. aku memang sedikit menghindari alur tapi apa putra mahkota memang memiliki sikap yang kekanak-kanakan seperti ini.

'Uhuk' Aku terkejut, dengan darah yang keluar dari mulutnya.

"Yang mulia? anda baik-baik saja" panikku sampai aku tidak menyadari bahwa pria didepanku tidak baik-baik saja.

"Hahaha, aku baik. bisa panggilkan Marquess" Aku keluar dari kereta kuda sesuai permintaannya, aku tidak tau apa yang terjadi sampai dia muntah darah tiba-tiba.

"Tuan Marquess!" spontanku begitu menemukannya didekat para kesatria.

"Faellyn?" balasnya yang seakan terkejut dengan aku yang berlari kearahnya.

"Ah maaf , yang mulia putra mahkota mencari anda" bisikku pada marquess, seakan sudah menyadari situasinya ia hanya mengangguk dan berjalan kerah kereta kuda setelah mengelus kepalaku.

"Faellyn tunggulah disini sebentar" aku hanya mengangguk mendengar perkataan marquess, aku ingin tau apa yang terjadi tapi sepertinya itu diluar kuasaku.

Cukup lama aku menunggu diluar kereta kuda bersama beberapa kesatria, dan marquess pun keluar, ia menatapku dan berjalan kearahku.

"Nak, bisa kamu temani yang mulia didalam kereta kuda? kita akan segera kembali ke Arise" Mendengarnya mengatakan itu aku hanya mengangguk karena kata yang lembut itu terdengar seperti perintah secara halus.

Aku tidak menanyakan apapun dan masuk ke kereta kuda, pandanganku langsung tertuju pada Chael yang bersandar sambil menutup mata, sepertinya dia tertidur tapi cara tidurnya menekan lukanya, haruskah aku membantunya agar lukanya lekas membaik?

"Haruskah aku membantunya?" gumamku sambil memikirkan jawaban untuk pertanyaanku.

"Ya, jika ada orang yang sedang kesusahan kamu harus membantunya bukan, lady Faellyn" Aku membelalakkan mataku melihatnya membuka mata sambil tersenyum padaku, apa dia hanya berpura-pura tertidur?

"Anda sepertinya berharap saya membantu anda?" Ia memiringkan kepalanya mendengar tanggapanku.

"ya anggap saja seperti itu"ia tertawa kecil, ini tidak adil kenapa ia bisa setampan ini?

"apa kamu tidak bertanya mengapa aku bisa sampai ke panti?" Aku menatapnya, ia terlihat ragu saat menanyakan hal itu padaku, jelas aku ingin tau apa yang dia lakukan dengan luka sebesar itu dan pingsan didepan panti padahal panti asuhan dan kuil hanya berjarak seratus meter saja.

"Apa anda akan memberi tahu saya jika saya bertanya?" Ia terdiam menatapku seakan ia tak percaya dengan apa yang barusaja kukatakan, aku memiringkan kepalaku dan ia mengalihkan pandangannya dariku.

"Sepertinya keputusanku untuk memilihmu tepat" Ucapnya lirih namun aku bisa mendengarnya dengan jelas.

"Apa maksud anda?" tanyaku memastikan, ia menatapku dengan ekspresi seakan ia merasa bersalah.

"Apa kamu akan marah jika tujuanku menyelampatkanmu untuk memanfaatkanmu?" Aku terdiam, aku tidak tau apakah ia pandai bermain dengan ekspresinya atau benar-benar merasa bersalah saat bertanya seperti itu padaku.

"Ah, pasti kamu akan marah ya" ia tersenyum getir sambil menundukkan kepalanya.

"Saya tidak tau mengapa anda mengatakannya pada saya, tapi bukankah itu normal untuk memanfaatkan sesuatu yang mereka rawat?" aku mengatakannya sambil menatap keluar jendela, ini adalah hal umum saat para bangsawan mengadopsi anak dari panti dan memanfaatkan mereka.

"itu adalah hal umum" lanjutku, tidak hanya terjadi dinovel ini tapi beberapa novel yang sebelumnya kubaca hal itu adalah hal yang lumrah, dimasa dimana pernikahan politik menjadi hal umum, banyak bangsawan yang mengambil seorng gadis untuk diadopsi demi mengikat pernikahan pilitik dengan bangsawan lain untuk meningkatkan kekuasaan.

" ya, kamu benar. kalau begitu aku akan langsung ke intinya" Aku menatapnya, entah mengapa nada bicaranya menjadi sangat tegas.

"Jadilah tunanganku" Aku mengedipkan mataku beberapa kali, aku masih belum dapat mencerna apa yang dia katakan, seakan otakku mengalami kemacetan seperti saat guru matematika menjelaskan rumus tanpa ditulis dipapan tulis.

"Ya?" ia mengangguk tanpa menjelaskan kembali apa yang ia katakan sampai membuatku sebingung ini.

"Tunangan?" Aku menunjuk diriku sendiri lalu menunjuknya, ia hanya mengangguk.

"Kamu akan menjadi tunanganku, itulah tujuanku untuk memanfaatkanmu" Jelasnya, setelah ku ingat-ingat ia juga megatakan bahwa Duke muda Erden juga akan menjadikanku tunangannya, bukan kah ini sama saja dengannya?

"Lebih tepatnya tunangan kontrak, aku janji akan membebaskanmu setelah 7 tahun dari sekarang" Aku menatapnya yang barusaja mengatakan hal itu dengan sangat percaya diri, saat ini usiaku 14 tahun, 7 tahun dari sekarang umurku 21 tahun, emm

" Aku akan memberimu waktu sampai ke kediaman Arise" ia mengatakannya sambil tersenyum tapi senyum itu tak terlihat indah sama sekali, senyum itu terlihat menyeramkan.

"Ah, dan aku biasanya tidak menerima penolakan" aku menganga mendengar apa yang ia katakan, aku menenangkan kembali diriku lalu tersenyum padanya.

"Jika seperti itu bukankah saya tidak memiliki pilihan lain yang mulia putra mahkota?" Ia masih tersenyum yang membuatku tambah kesal, aku menghela nafasku.

"Akan saya anggap ini adalah perintah, lalu bisakah saya meminta sesuatu disurat kontraknya?" lanjutku yang membuatnya menatapku tak percaya, sebenarnya apakah karakter second male lead memang ekspresif seperti ini? seinggatku ia digambarkan sebagai pria yang memiliki wajah datar tanpa ekspresi layaknya patung.

"Ya, tentu saja" Jawabnya pasti, aku mengangguk .

"Silahkan istirahat yang mulia, saya akan meminjamkan pundak saya untuk anda bersandar karena bersandar dikursi kereta kuda pasti menyakitkan untuk pungung anda yang terluka" ucapku sambil berpindah kesisinya.

"Ah, baiklah" ucapnya sambil menyandarkan kepalanya kepundakku, meskipun jawabannya sedikir terdengar ragu ternyata ia menerima saranku. saat rambutnya menyentuh pipiku aku dapat mengerti seberapa keras para pelayannya untuk menjaga rambunya agar dapat selembut ini.

'aku ingin menyentuhnya' Aku mengelengkan kepalaku.

mungkin saat aku menyentuh rambutnya tanganku akan langsung terpisah dari lenganku karena melanggar hukum.

"Yang Mulia?" Sepertinya dia benar-benar tertidur?

aku bertanya-tanya mengapa aku sepercaya ini pada orang yang barusaja ku temui?

Apa ini cara yang baik untuk menghindari kematian Faellyn?

"Sepertinya aku juga merasa lelah" aku memejamkan mataku sejenak, rasanya aku sedikit pusing karena terlalu banyak hal yang kupikirkan. Saat ini aku lah Faellyn unuk hal itu juga aku kan membuat alur hidupku sendiri, aku akan menghindari kematian itu bagaimanapun caranya.

Aku kembali membuka mataku saat kurasa kereta kuda berhenti bergerak, aku menatap kearah pintu berharap seseorang akan mengetuknya dan membukanya, karena aku tidak bisa merasakan sebagian tubuhku, jika aku bergerak pasti Chael akan terbangun.

"Faellyn" Marquess? Aku tersenyum mendengar suara itu, entah mengapa aku langsung mengetahui dari suaranya.

"Tuan marquess, Apa itu anda? bisa anda buka pintunya? Sepertinya Yang mulia terlelap bisakah saya meminta bantuan"Jelasku, Ia sedikit terkejut saat membuka pintu tersebut.

"Ah, ini pertama kalinya aku melihat yang mulia selelap ini" Aku memiringkan kepalaku mendengar ucapan marquess.

"Apa kamu baik-baik saja?" Aku tersenyum dengan kekhawatirannya, aku tidak bisa berbohong dengan mengatakan aku baik-baik saja.

"Yang Mulia Kita sudah sampai" Tak butuh waktu lama setelah Marquess mengatakan hal itu ia terbangun dari tidurnya. Mengesankan dengan rambut berantakan pun ia terlihat menawan, ah..

aku mengelengkan kepalaku.

"Faellyn? biarkan ayah mengendongmu pasti kamu juga lelah?" Aku menatap Marquess tak percaya.

"Saya baik-baik saja" Aku tersenyum namun setelah kupikir-pikir sebagian tubuhku benar-benar mati rasa, aku tidak bisa mengerakkan tangan kiriku.

"apa itu benar?" tanyanya memastikan, aku mengangguk dengan pasti.

"Dia tidak baik-baik saja angkat dia" Begitu mengucapkan hal tersebut Chael turun dari kereta kuda dan berjalan memasuki mansion besar didepannya.

"Ijinkan Ayah mengendongmu" Aku menatap marquess, agak asing untuk memanggilnya ayah. yah pada akhirnya aku mengangguk juga.

Kalau begitu ijinkan aku untuk bermanja sejenak.

"Kalau begitu terima kasih"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status