เข้าสู่ระบบAmira masih berdiri mematung tak jauh dari Arsya.“Apa kamu nggak mau memberikanku minum?” tanya Arsya.“Ah! Iya, minum.” Amira tersentak. Ia panik lalu berlari menuju dapur.“Ken, kamu lihat dia. Menggemaskan sekali kalau dia lagi panik begitu,” ucap Arsya sambil tersenyum tipis.Ken hanya diam, tidak menanggapi.Sementara itu di dapur, wajah Amira tampak tegang. Ia membuka kulkas untuk mencari minuman, tetapi nihil. Di dalamnya hanya ada air putih.“Nak, kamu kenapa? Siapa yang menemuimu?” tanya Damini yang sama sekali belum tahu bahwa Arsya sedang berkunjung.“Bu, Tuan Arsya ada di depan,” ucap Amira terbata.Damini terkejut. Ia segera menghentikan aktivitasnya, mencuci tangan, lalu bersiap keluar.Tak lama, Amira kembali ke ruang tamu dengan tangan kosong.“Mana minumanku?” tanya Arsya saat mendapati Amira tidak membawa apa pun."Dasar laki-laki gila! Kalau kamu haus, kenapa nggak beli di luar tadi? Kenapa ke mana-mana selalu merepotkanku?" batin Amira menggerutu. Rasanya ingin se
Setelah keberangkatan Arsya, Amira segera memasuki rumah dan menaiki tangga dengan langkah tergesa. Ia meraih tasnya, lalu memasukkan beberapa hadiah ke dalam tote bag besar yang sudah ia siapkan sejak pagi buta.“Sudah jam tujuh lewat,” gumam Amira sambil melirik jam tangan di pergelangan tangannya.Ia berlari menuruni tangga, menuju mobilnya, lalu melajukannya keluar dari gerbang utama rumah Arsya dengan kecepatan tinggi.Ia harus pulang sebelum jam sebelas malam—syarat mutlak dari Arsya. Entah bagaimana caranya, Amira sendiri kebingungan.“Laki-laki gila! Gimana caranya aku bisa pulang tepat waktu? Aku pusing sekali. Tapi sudahlah, yang penting aku bisa bertemu ibu dan kedua adikku. Soal hukuman apa pun nanti, aku sudah nggak peduli,” batinnya sambil mendesah pelan.Tepat pukul empat sore, Amira tiba di depan rumahnya. Pintu rumah itu tertutup rapat. Ia memarkir mobil di samping rumah, lalu menenteng tote bag berisi hadiah. Ia juga sempat berhenti di toko kue untuk membeli kue ulan
Pagi tiba …Arsya menghadang Amira tepat di ambang pintu, lalu menjentikkan jarinya."Kenapa lagi sih dia? Tantrum lagi?" batin Amira kesal.“Mulai hari ini, aku akan memberimu ciuman selamat pagi.” Tanpa memberi kesempatan, Arsya mencengkeram dagu Amira dan melumat habis bibirnya.Amira terkejut hingga napasnya tersengal. Ia segera mendorong dada Arsya dan melepaskan ciuman itu. Setelah mengatur napas, ia menatap laki-laki itu dengan kesal.“Kamu senang, ya? Sekarang setiap pagi dapat ciuman dariku?” tanya Arsya sambil menaik-turunkan alisnya.“Menggelikan sekali. Dasar laki-laki maniak,” gumam Amira pelan.Arsya jelas mendengarnya. Ia mendekatkan wajahnya hingga hembusan napasnya menyapu pipi Amira.“Biarpun aku maniak, kamu suka, kan, dengan permainanku? Kamu juga menikmatinya.”Wajah Amira terasa panas. Ia memalingkan muka.“Ingat! Pulang sebelum jam sebelas malam dari rumah ibumu!”“Baik,” jawab Amira singkat.Arsya menarik tangan Amira. Mereka menuruni tangga dan berjalan beriri
Aktivitas dua sejoli itu baru saja berakhir. Arsya terkapar di samping Amira sambil memeluk erat tubuh istrinya. Hati dan pikirannya seolah sedang dihujani ribuan bunga yang bermekaran.Sementara itu, Amira justru memutar otak, merangkai kalimat seindah mungkin agar Arsya mengizinkannya pulang ke kampung halaman besok.“Sayang …” panggil Amira pelan, menahan rasa malu.“Hemm,” sahut Arsya lemah.“Kamu udah pakai tubuhku sampai kamu lemas nggak berdaya begini, tapi jawabnya masih hemm–hemm aja,” omel Amira, kesal pada dirinya sendiri.“Aku masih lemas, Sayang,” bisik Arsya sambil mengecup pipi Amira.Blush!Wajah Amira langsung memerah hingga ke telinga. Ia salah tingkah mendengar panggilan yang di sematkan oleh arsya. Bohong jika hatinya tak senang, nyatanya kini jantungnya berdebar tak karuan.“Boleh nggak kalau aku pulang ke kampung besok?” tanya Amira hati-hati. “Besok ulang tahun adik perempuanku.”“Baiklah,” jawab Arsya singkat. “Tapi jam sebelas malam kamu harus sudah kembali ke
"Jangan bilang kamu lupa membelikan aku hadiah?" tanya Arsya.Wajah Amira kini sudah pucat pasi. Ia terdiam seribu bahasa sambil terus berpikir."Bertanggung jawablah atas kesalahan fatal mu ini!" ucap Arsya pura-pura kesal, padahal hatinya sangat senang karena ia bisa modus berkedok hukuman.Arsya kini sudah berbaring di samping Amira, ia mengangkat kakinya lalu menindih kaki Amira saat menyadari bahwa gadis itu akan menggeser tubuhnya."Kesalahan fatal apa sih? Aku hanya tidak membelikan kamu hadiah. Kamu kan bisa beli sendiri dengan uang kamu yang banyak itu, bahkan kamu sudah punya semuanya kan? Hadiah apa yang kamu harapkan dariku?" tanya Amira kesal.Arsya mendekatkan wajahnya. "Aku ingin hadiah yang semalam," bisik Arsya tepat di telinga Amira.Amira merinding mendengarnya, seketika ia menjauhkan wajahnya beberapa senti agar otaknya bisa berpikir jernih, seketika ia teringat dengan cincin couple yang ia beli tadi."Aku tentu saja membelikan Suamiku yang tampan ini hadiah," ucap
Setelah makan siang bersama Dimas, Amira segera melajukan mobilnya kembali ke ruko. Perasaannya kini campur aduk.“Seandainya aku nggak terikat kontrak sama Arsya, aku pasti akan sedikit membuka hatiku untuknya,” gumam Amira sembari terus mengemudi.Tring … tring …Ponsel Amira berdering. Nama Aiden tertera di layar. Ia segera mengangkatnya tanpa menghentikan laju mobil.“Halo,” ucap Amira.“Halo, Kak Mira. Apa aku mengganggu?” tanya Aiden di seberang sana.“Enggak, Dek. Ada hal penting?”“Kak Mira lupa ya, besok ulang tahun Tasya?”Deg!"Bisa-bisanya aku lupa. Ya Tuhan, gara-gara tinggal di istana itu lama-lama aku jadi amnesia," batin Amira.“Wah, mana mungkin kakak lupa,” jawab Amira sambil tertawa ringan.“Kakak pulang, kan? Kami kangen. Kami juga pengin ketemu suami Kak Mira. Ajak kakak iparku juga ya. Tasya pengin banget ketemu,” ucap Aiden penuh harap.Amira terdiam sejenak. Kepalanya dipenuhi berbagai pertimbangan.“Kamu jangan khawatir. Sebisa mungkin kakak pulang,” jawabnya







