Share

Bab 4

Author: Celine
Suasana tiba-tiba menjadi hening sejenak.

Beberapa saat kemudian, Ardi berjalan mendekat perlahan, dia menatap ibu mertuaku dan bertanya, "Ibu sudah makan?"

Suara Ardi begitu datar, tidak ada emosi yang meluap di wajahnya. Aku juga tidak bisa menebak suasana hatinya saat ini.

Ibu mertuaku melirikku sekilas, kemudian suaranya pun meninggi, "Sudah begini, mana ada nafsu makan lagi? Ardi, istrimu sudah hebat sekarang, ya? Bukannya jadi Nyonya Keluarga Wijaya yang baik, malah ngotot mau melamar kerja. Profesi dokter selalu sibuk setiap harinya. Kalau begini terus, aku dan ayahmu bisa gagal lagi momong cucu."

Tahun ini?

Mendengar dua kata itu, aku pun merasa sesak di dada.

Mungkin karena aktingku dan Ardi sangat bagus, sehingga kami berhasil menyembunyikan kebenaran dari orang tua kami. Mereka mengira kami adalah pasangan suami istri sungguhan.

Namun, mereka tidak tahu, pernikahan yang diawali dengan kesalahan ini, sudah hampir tiba tenggat waktunya.

"Ardi, katakanlah sesuatu." Melihat Ardi yang tidak merespons, ibu mertuaku sekali lagi mengkritik, "Sudah tiga tahun, masa belum ada tanda-tanda hamil juga? Yang benar saja?"

Ketidakpuasan ibu mertuaku sudah terlihat dari wajahnya yang masih terawat dengan baik.

Ardi masih tetap tenang. Tatapan matanya yang acuh tak acuh itu mengarah ke wajahku dan dia berkata, "Nanti teleponlah HRD Mogowa dan katakan kalau kamu menolak untuk ikut ujian tertulis besok pagi."

Menolak?

Jadi Ardi mengambil sikap yang sama seperti ibu mertuaku?

Perasaan kecewa pun menyergap di relung hatiku, hidungku tiba-tiba terasa ngilu. Kemudian, air mataku pun mengalir keluar tanpa bisa terbendung.

Apakah pria ini lupa? Padahal dialah yang semalam menyiapkan pil KB itu untukku!

"Kenapa?" Setelah aku mengatakan ini, aku baru menyadari suaraku agak tercekat.

Padahal kamu tidak pernah menganggapku sebagai istrimu, tapi kenapa kamu masih menggunakan status Nyonya Wijaya untuk mengikatku?

"Kamu sendiri juga tahu, pekerjaan dokter memang sibuk," ujarnya sambil menatapku, seolah itu adalah sesuatu yang wajar.

Jadi, seperti yang selama ini kulakukan, dia mau aku terus berbaring di rumah mewah yang dingin ini dan menunggu kepulangannya setiap hari?

"Memangnya kenapa? Bagaimana kamu bisa konsentrasi mempersiapkan kehamilan kalau kamu sibuk di rumah sakit sepanjang hari?" Ibu mertuaku menambahkan, "Menurutku suatu saat nanti aku akan membuatkan janji temu dengan dokter kandungan. Jika kamu benar-benar tidak bisa hamil secara alami, kita bisa meminta bantuan sarana teknologi medis."

Kata-kata "bantuan teknologi medis" itu terdengar begitu menusuk.

Jadi di mata ibu mertuaku ini, aku tak lain hanyalah sebuah mesin pembuat anak?

Aku menahan rasa sakit di hatiku, melirik bingkisan berisi suplemen persiapan kehamilan untuk wanita yang ada di atas meja, dan menjawab, "Ibu, bagaimana kalau nanti kita buat janji dengan klinik spesialis pria buat Dokter Ardi saja? Lagi pula ... masalah punya anak juga bukan masalah aku seorang saja."

Ibu mertuaku tiba-tiba tercekat dan wajahnya pun berubah muram.

Melihat hal ini, Ardi segera menjawab, "Bu, ini sudah malam. Nanti aku akan minta sopir untuk mengantar Ibu pulang. Soal pekerjaan, aku akan bicarakan lagi dengannya."

Meskipun ibu mertuaku tampak enggan, dia akhirnya setuju juga. Namun, dia masih diam-diam memelototiku sebelum pergi.

Saat tersisa kami berdua di ruangan ini, dia pun duduk di sofa sambil menyilangkan kaki. Dia perlahan membuka kancing di lengan bajunya dan menggulungnya hingga sebagian kecil otot lengannya terlihat.

Jari-jarinya panjang dan ramping, dengan buku-buku jarinya yang tegas, bahkan otot-otot di atas sikunya membentuk lengkungan yang sempurna.

Itu adalah sepasang tangan yang hanya dimiliki seorang dokter bedah.

Gerakan tangannya lambat tapi terlihat anggun.

Namun, itu justru membuatku merasa waswas.

Setelah beberapa waktu, melihatku tidak bersuara, dia perlahan mengangkat kepalanya. Cahaya di atas kepalanya menyinari sosok wajahnya yang kuat, membuat dia tampak lebih agung.

Hanya saja kedua ekor matanya tampak agak sinis.

Dia mengangkat bibir tipisnya, tatapan mengejek terlihat di matanya. "Sebegitu tergesa-gesa ingin pergi ke Mogowa?"

Aku membalikkan pertanyaannya, "Kamu begitu enggan aku bekerja di Mogowa?"

Ya tentu saja, bagaimanapun juga, itu adalah pentasnya Ardi. Kalau aku benar-benar ke sana, lama kelamaan, sering dengan waktu kehadiranku dikhawatirkan bisa merusak sosoknya sebagai dokter lajang.

Dokter Ardi yang sekarang sudah memiliki wanita yang dikasihinya.

Memikirkan hal ini, aku menambahkan, "Dokter Ardi tidak perlu khawatir. Kalau kita bertemu di rumah sakit sekalipun, seperti sebelumnya, aku akan berpura-pura tidak kenal."

Bagaimanapun juga selama ini aku sudah memerankannya dengan sempurna.

"Oh? Begitu cemas?" Nadanya menggoda, tatapan matanya pun beralih dari arahku. "Jadi kamu benar-benar menggunakan Keluarga Wijaya sebagai batu loncatan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
menurutmu aku harus jadi mesin pencetak anak dan terus diinjak-injak
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 100

    Ucapanku yang tenang dan penuh percaya diri ini membuat Kepala HRD tertegun, kemudian dia bertanya, "Kemarin di grup obrolan Mogowa muncul fotomu bersama Dokter Steven dari Muliajaya. Bagaimana menurutmu?""Namanya juga menghadiri seminar, aku tentu saja harus menunjukkan keramahan dan niat baik Mogowa. Sedangkan di foto itu, Dokter Steven hanya menahanku karena waktu itu kapalnya bergoyang, aku hampir jatuh. Dia sebagai pria yang baik hanya menahanku agar nggak jatuh."Mungkin karena tatapanku terlalu tenang, ekspresi Kepala HRD sudah tidak sesuram ketika aku baru masuk tadi.Setelah hening sejenak, dia berkata, "Kamu kembali kerja dulu, kami akan menyelidiki hal ini dengan baik."Aku tentu saja juga mengharapkan hal yang sama.Hanya saja, entah orang tidak bermoral mana yang kusinggung, orang itu bisa-bisanya mengirimkan surat laporan ke HRD.Kalau begitu, aku tinggal menunggu kabar.Namun, di luar dugaanku, waktu aku keluar dari kantor HRD, aku bertemu dengan Zelda.Dia sepertinya j

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 99

    Aku tidak menyangka aku lagi-lagi jadi bahan pembicaraan, apalagi karena hal seperti ini.Sementara Zelda yang menyebabkan hal ini selain meminta maaf padaku di grup, selama empat jam setelah kejadian ini, tidak menghubungiku.Kalau bukan karena tidak sengaja bertemu dengan Rian, sampai sekarang aku masih tidak tahu.Hal yang membuatku lebih sedih lagi adalah suamiku, Ardi Wijaya, jelas-jelas adalah senior yang ikut seminar kali ini, tapi waktu melihat tindakan Zelda yang tidak disengaja ini, dia tidak membelaku yang menjadi bahan pembicaraan tanpa alasan, malah lebih dulu melindungi Zelda.Pantas saja sampai sekarang Zelda tidak menghubungiku untuk meminta maaf.Mungkin dia merasa ini masalah kecil, ditambah ada dukungan Ardi, dia tidak memasukkannya ke hati?Lalu, bagaimana denganku?Aku difoto dengan orang lain tanpa sepengetahuanku, lalu tanpa alasan yang jelas fotonya dibagikan ke dalam grup. Apa aku tidak seharusnya dimintai maaf?Kalau benar-benar mau dipermasalahkan, tidak kete

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 98

    Aku memanggil taksi menuju pusat rehabilitasi ayahku.Kalau dihitung-hitung, sudah lumayan lama aku tidak berkunjung. Melihat rambut putih dan juga wajah ayahku yang semakin menua, hatiku semakin terasa pahit.Kalau dia tahu pernikahan yang dulu dia dapatkan dengan memohon-mohon akhirnya jadi seperti ini, dia pasti akan merasa sangat bersalah.Ayah, mungkin kita semua salah, sesuatu yang dipaksakan tidak akan berakhir bahagia.Setelah memotong kuku dan rambut ayahku, hari sudah sore. Setelah merapikan selimut ayahku, aku baru keluar dengan hati berat.Waktu aku berbalik melihat ayahku di kasur, aku diam-diam memberi tahu diriku sendiri. Raisa, tidak boleh tumbang semudah ini.Karena sedang memikirkan sesuatu, aku tidak sadar kapan aku masuk lift. Sampai ketika aku mendengar ada yang memanggil namaku, aku mendongak dan melihat wajah Rian yang familier."Dokter Rian kenapa ada di sini?""Ternyata benar Dokter Raisa."Setelah mengobrol ringan, aku baru tahu kakek Rian juga dirawat di pusa

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 97

    Ardi tersedak di depan semua orang.Para pembantu segera bantu membereskan kuah yang tumpah, mertuaku sibuk mengambilkan tisu. Ardi yang terobsesi dengan kebersihan melihat lengan bajunya yang terkena sup segera pergi ke kamar mandi dengan ekspresi dingin.Mertuaku pun tidak melanjutkan pembicaraan ini lagi.Aku juga bukannya sengaja mau melempar kesalahannya ke Ardi, tapi bagaimanapun juga dia dan Zelda yang menikmati pemandangan sungai itu. Secara logika, kalau aku membantunya menutupi, orang biasanya pasti akan berterima kasih.Namun, Ardi tidak.Oleh karena itu, aku terpaksa memberi tahu dia kalau aku bisa membantunya sekali, tapi tidak mungkin terus menerus.Lima menit kemudian, Ardi yang sudah ganti pakaian kembali ke ruang makan. Dia melirikku lalu berkata, "Aku masih sibuk, kita pulang dulu."Dengan senang hati. Waktu aku diam-diam bergembira di dalam hati, melihat mata Ardi yang suram, aku pun merinding.Kelihatannya Dokter Ardi lagi-lagi marah.Aku duduk di kursi penumpang. B

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 96

    Dia sedang menyindirku.Namun, aku dan Ardi mana bisa disamakan?Begitu turun pesawat, ada mobil khusus untuk menjemputnya. Aku pegawai biasa, juga tidak boleh mengekspos statusku sebagai Nyonya Wijaya, aku terpaksa menunggu taksi seperti rekan-rekan lainnya, sudah pasti bakal lebih telat.Aku melawan dalam hati, tapi tidak mengatakan apa-apa.Mungkin karena tertiup angin di dek kapal semalam, saat ini kepalaku terasa berat.Saat makanan dihidangkan, mertuaku langsung mengambilkan sop untuk Ardi, lalu menanyakan kabarnya, benar-benar anak dan ibu yang sangat dekat. Sementara aku, seperti orang yang transparan.Awalnya aku hanya ingin makan tanpa mengatakan apa-apa, tapi tiba-tiba aku mencium bau durian yang familier.Rasa mual langsung menyerang, aku menutup mulutku dan mulai muntah-muntah.Melihatku begini, mertuaku tertegun sejenak lalu berkata dengan penuh perhatian, "Kenapa tiba-tiba mual? Kamu sakit? Mau panggil Dokter Randy ke sini?"Dokter Randy adalah dokter pribadi Keluarga Wi

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 95

    Sikap Zelda yang berbalik dengan sikap malu membuatku dan Steven tertegun.Dia melihatku dengan tatapan tidak berdaya lalu menjelaskan, "Dokter Zelda salah paham, aku dan Dokter Raisa hanya sedang membicarakan pekerjaan."Mendengar penjelasan itu, Zelda berbalik lalu melihat ke tangan Steven yang memegang pergelangan tanganku. Dia pun berkata, "Oh begitu?"Aku menarik tanganku lalu setelah berterima kasih, aku berkata dengan serius, "Aku akan mempertimbangkan saran Dokter Steven baik-baik."Zelda membelalakkan matanya lalu berkata penasaran, "Kak Raisa, saran apa? Apa aku dan Kak Ardi boleh tahu?"Dia orangnya ceria, juga yang paling kecil di antara kami semua. Kalau biasanya, aku tidak akan mempermasalahkannya. Namun sekarang, muncul kekesalan di hatiku."Anginnya terlalu kencang, aku masuk duluan."Steven segera mengikutiku. "Oke, aku juga."Sebelum masuk ke kapal, samar-samar aku mendengar Zelda berkata dengan rasa bersalah, "Apa aku menanyakan hal yang nggak seharusnya ditanyakan?"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status