Share

Bab 6

Penulis: Celine
Diam-diam aku meninggalkan ruang rapat itu, sementara orang-orang masih berkerumun melihat mereka.

Namun siapa yang menyangka, baru dua langkah, aku malah berpapasan muka dengan Rian Pratama.

Dia melihatku dan menyapaku dengan suara yang lembut, "Nona Raisa, apakah kamu tidak melihat Dokter Ardi?"

Rian Pratama dan Ardi adalah rekan kerja. Mereka seumuran, tetapi Rian masuk ke Departemen Bedah Saraf satu tahun setelah Ardi. Sampai sekarang, dia masih berstatus dokter residen.

Kami saling mengenal. Itu juga karena aku tak sengaja kedapatan olehnya saat beberapa kali mengantarkan makanan dan bubur untuk Ardi.

Setelah itu karena Ardi sering sibuk, dia pun memintaku untuk menghubungi dan menyerahkannya pada Rian. Seiring dengan berjalannya waktu, kami pun menjadi saling kenal satu sama lain.

Setelah kupikir-pikir, aku rasa Ardi tidak benar-benar sibuk, dia hanya tidak ingin bertemu denganku.

Namun, Rian sepertinya tidak terlalu terkejut melihat aku ikut ujian tertulis di Mogowa?

"Oh, tadi saat periksa bangsal dia bilang akan datang melihat-lihat," kata Rian saat melihat aku tidak mengatakan apa pun, Rian menjelaskan lagi, "Sepertinya kalian belum bertemu?"

Kalimat terakhir itu dia menggunakan nada agak disayangkan.

Seolah-olah sangat disayangkan kalau aku dan Ardi tidak bertemu.

Namun, dia salah. Ardi memang datang ke sini, tetapi tujuannya untuk bertemu Zelda.

Mungkin karena dia memperhatikan suasana hatiku, Rian langsung mengubah topik pembicaraan dan bertanya, "Bagaimana ujian tertulisnya? Sulit tidak?"

Aku baru mau menjawabnya, tetapi terinterupsi oleh suara gosip yang terdengar di belakangku.

"Gadis-gadis zaman sekarang sangat hebat. Mereka bisa mengandalkan kecantikan untuk mencari koneksi. Astaga, kita yang sudah mempersiapkannya sejak lama, tampaknya semuanya sia-sia saja."

"Benar sekali. Lagi pula, orang yang digaet itu dokter spesialis bedah saraf. Dia sudah setengah jalan masuk ke Mogowa!"

Saat aku mengingat kembali adegan di mana Ardi dengan cemas bertanya pada Zelda, rasanya seperti ada orang yang mengoyak hatiku dan menabur garam di atasnya, membuatku merasa kecut dan ngilu.

Keluarga Wijaya memiliki peraturan keluarga yang ketat, terutama setelah kejadian di rumah sakit tiga tahun lalu itu. Ardi sendiri juga berpegang teguh pada prinsipnya, dia tidak memberi kesempatan pada siapa pun untuk berbicara sembarangan. Ibu mertuaku pun sudah berulang kali mengingatkan aku tentang hal ini. Namun, saat ini dia meninggalkan bangsal rawat inap untuk datang menghampiri Zelda.

Kalau dipikir-pikir kembali, selama tiga tahun ini aku bekerja bagaikan pembantunya. Setiap kali mengantar makanan dan pakaian bersih, juga selalu kulakukan secara sembunyi-sembunyi. Lucu, 'kan?

Ardi ingin melindungi Zelda, tentu saja dia tidak akan peduli dengan pendapat orang luar. Sedangkan aku, aku hanya berstatus Nyonya Wijaya, status yang semu.

"Jangan dengarkan gosip." Rian yang melihatku terdiam pun menghiburku, "Ujian tertulis di Mogowa selalu bersih dan adil. Nona Raisa, kamu pasti bisa."

Kamu pasti bisa.

Aku melafalkan kata-kata itu dalam hati, lalu mengangkat mataku menatap Rian. Aku melihat wajah Rian yang tersenyum serta ekspresinya yang lembut.

Seperti Ardi, postur tubuhnya tegap dan wajahnya tampan, tetapi mungkin karena tekanan kerja yang besar sebagai seorang dokter, dalam waktu setengah tahun, wajah Dokter Rian tampak lebih gemuk daripada saat kami pertama kali bertemu.

Anehnya, ini justru memberikan rasa aman yang tak bisa dijelaskan.

"Soal ujiannya tidak sulit sih." Aku menerima dukungannya dan berkata terus terang, "Kita tunggu saja hasilnya."

"Menurutku Nona Raisa mampu." Rian terus mendukungku bagaikan teman lama, dia lalu bertanya, "Bagaimana kalau siapkan sesi wawancara dulu?"

Rian terlalu menyanjungku.

Namun, ucapannya memang terdengar menyenangkan.

Suasana hatiku sepertinya tidak begitu buruk lagi.

Akan tetapi, sebuah suara manis muncul dan menyela kebahagiaanku ini, "Kak Raisa, kamu belum pulang juga?"

Dengan bingung, aku berbalik dan melihat Ardi dan Zelda berdiri di belakangku.

Tubuh sang pria tampak tegap dan gagah, sementara gadis kecil di sampingnya tampak lembut dan menawan. Ditambah lagi, tampang kasihan yang tadi ada di wajah gadis itu sudah sirna. Mereka tampak sangat serasi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 100

    Ucapanku yang tenang dan penuh percaya diri ini membuat Kepala HRD tertegun, kemudian dia bertanya, "Kemarin di grup obrolan Mogowa muncul fotomu bersama Dokter Steven dari Muliajaya. Bagaimana menurutmu?""Namanya juga menghadiri seminar, aku tentu saja harus menunjukkan keramahan dan niat baik Mogowa. Sedangkan di foto itu, Dokter Steven hanya menahanku karena waktu itu kapalnya bergoyang, aku hampir jatuh. Dia sebagai pria yang baik hanya menahanku agar nggak jatuh."Mungkin karena tatapanku terlalu tenang, ekspresi Kepala HRD sudah tidak sesuram ketika aku baru masuk tadi.Setelah hening sejenak, dia berkata, "Kamu kembali kerja dulu, kami akan menyelidiki hal ini dengan baik."Aku tentu saja juga mengharapkan hal yang sama.Hanya saja, entah orang tidak bermoral mana yang kusinggung, orang itu bisa-bisanya mengirimkan surat laporan ke HRD.Kalau begitu, aku tinggal menunggu kabar.Namun, di luar dugaanku, waktu aku keluar dari kantor HRD, aku bertemu dengan Zelda.Dia sepertinya j

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 99

    Aku tidak menyangka aku lagi-lagi jadi bahan pembicaraan, apalagi karena hal seperti ini.Sementara Zelda yang menyebabkan hal ini selain meminta maaf padaku di grup, selama empat jam setelah kejadian ini, tidak menghubungiku.Kalau bukan karena tidak sengaja bertemu dengan Rian, sampai sekarang aku masih tidak tahu.Hal yang membuatku lebih sedih lagi adalah suamiku, Ardi Wijaya, jelas-jelas adalah senior yang ikut seminar kali ini, tapi waktu melihat tindakan Zelda yang tidak disengaja ini, dia tidak membelaku yang menjadi bahan pembicaraan tanpa alasan, malah lebih dulu melindungi Zelda.Pantas saja sampai sekarang Zelda tidak menghubungiku untuk meminta maaf.Mungkin dia merasa ini masalah kecil, ditambah ada dukungan Ardi, dia tidak memasukkannya ke hati?Lalu, bagaimana denganku?Aku difoto dengan orang lain tanpa sepengetahuanku, lalu tanpa alasan yang jelas fotonya dibagikan ke dalam grup. Apa aku tidak seharusnya dimintai maaf?Kalau benar-benar mau dipermasalahkan, tidak kete

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 98

    Aku memanggil taksi menuju pusat rehabilitasi ayahku.Kalau dihitung-hitung, sudah lumayan lama aku tidak berkunjung. Melihat rambut putih dan juga wajah ayahku yang semakin menua, hatiku semakin terasa pahit.Kalau dia tahu pernikahan yang dulu dia dapatkan dengan memohon-mohon akhirnya jadi seperti ini, dia pasti akan merasa sangat bersalah.Ayah, mungkin kita semua salah, sesuatu yang dipaksakan tidak akan berakhir bahagia.Setelah memotong kuku dan rambut ayahku, hari sudah sore. Setelah merapikan selimut ayahku, aku baru keluar dengan hati berat.Waktu aku berbalik melihat ayahku di kasur, aku diam-diam memberi tahu diriku sendiri. Raisa, tidak boleh tumbang semudah ini.Karena sedang memikirkan sesuatu, aku tidak sadar kapan aku masuk lift. Sampai ketika aku mendengar ada yang memanggil namaku, aku mendongak dan melihat wajah Rian yang familier."Dokter Rian kenapa ada di sini?""Ternyata benar Dokter Raisa."Setelah mengobrol ringan, aku baru tahu kakek Rian juga dirawat di pusa

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 97

    Ardi tersedak di depan semua orang.Para pembantu segera bantu membereskan kuah yang tumpah, mertuaku sibuk mengambilkan tisu. Ardi yang terobsesi dengan kebersihan melihat lengan bajunya yang terkena sup segera pergi ke kamar mandi dengan ekspresi dingin.Mertuaku pun tidak melanjutkan pembicaraan ini lagi.Aku juga bukannya sengaja mau melempar kesalahannya ke Ardi, tapi bagaimanapun juga dia dan Zelda yang menikmati pemandangan sungai itu. Secara logika, kalau aku membantunya menutupi, orang biasanya pasti akan berterima kasih.Namun, Ardi tidak.Oleh karena itu, aku terpaksa memberi tahu dia kalau aku bisa membantunya sekali, tapi tidak mungkin terus menerus.Lima menit kemudian, Ardi yang sudah ganti pakaian kembali ke ruang makan. Dia melirikku lalu berkata, "Aku masih sibuk, kita pulang dulu."Dengan senang hati. Waktu aku diam-diam bergembira di dalam hati, melihat mata Ardi yang suram, aku pun merinding.Kelihatannya Dokter Ardi lagi-lagi marah.Aku duduk di kursi penumpang. B

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 96

    Dia sedang menyindirku.Namun, aku dan Ardi mana bisa disamakan?Begitu turun pesawat, ada mobil khusus untuk menjemputnya. Aku pegawai biasa, juga tidak boleh mengekspos statusku sebagai Nyonya Wijaya, aku terpaksa menunggu taksi seperti rekan-rekan lainnya, sudah pasti bakal lebih telat.Aku melawan dalam hati, tapi tidak mengatakan apa-apa.Mungkin karena tertiup angin di dek kapal semalam, saat ini kepalaku terasa berat.Saat makanan dihidangkan, mertuaku langsung mengambilkan sop untuk Ardi, lalu menanyakan kabarnya, benar-benar anak dan ibu yang sangat dekat. Sementara aku, seperti orang yang transparan.Awalnya aku hanya ingin makan tanpa mengatakan apa-apa, tapi tiba-tiba aku mencium bau durian yang familier.Rasa mual langsung menyerang, aku menutup mulutku dan mulai muntah-muntah.Melihatku begini, mertuaku tertegun sejenak lalu berkata dengan penuh perhatian, "Kenapa tiba-tiba mual? Kamu sakit? Mau panggil Dokter Randy ke sini?"Dokter Randy adalah dokter pribadi Keluarga Wi

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 95

    Sikap Zelda yang berbalik dengan sikap malu membuatku dan Steven tertegun.Dia melihatku dengan tatapan tidak berdaya lalu menjelaskan, "Dokter Zelda salah paham, aku dan Dokter Raisa hanya sedang membicarakan pekerjaan."Mendengar penjelasan itu, Zelda berbalik lalu melihat ke tangan Steven yang memegang pergelangan tanganku. Dia pun berkata, "Oh begitu?"Aku menarik tanganku lalu setelah berterima kasih, aku berkata dengan serius, "Aku akan mempertimbangkan saran Dokter Steven baik-baik."Zelda membelalakkan matanya lalu berkata penasaran, "Kak Raisa, saran apa? Apa aku dan Kak Ardi boleh tahu?"Dia orangnya ceria, juga yang paling kecil di antara kami semua. Kalau biasanya, aku tidak akan mempermasalahkannya. Namun sekarang, muncul kekesalan di hatiku."Anginnya terlalu kencang, aku masuk duluan."Steven segera mengikutiku. "Oke, aku juga."Sebelum masuk ke kapal, samar-samar aku mendengar Zelda berkata dengan rasa bersalah, "Apa aku menanyakan hal yang nggak seharusnya ditanyakan?"

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status