Entah mengapa hati kecil Elma ingin tahu keberadaan Alva setiap waktu? Salahkah perasaan seperti itu? Salah, dong, ya. Dia masih berstatus istri orang. Tak pantas memikirkan pria lain bukan? Tetapi, perasaan itu muncul begitu saja? Perasaan yang tak pernah dia alami seumur hidupnya. Baru kali ini. Bagaimana Elma harus menyikapi perasaan yang menghentak itu? “Aku jenguk Mama dulu, setelah itu aku datang, ya, Bu. Tunggu aku!” Ups! Kenapa nada bicara Alva berubah lembut? Itu bukan gaya Alva, lho? Kenapa dia meminta Elma menunggunya? Cinta? Jangan! Itu istri orang, Alva!!!! *** Alva menepikan motor besarnya di depan rumah sakit swasta terbesar di kota ini. Menuju areal parkir khusus roda dua, lalu pria itu bergegas memasuki gedung rumah sakit. Untuk kesekian kalinya wajah yang terbiasa kaku itu mengukir senyum. Kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan tanpa diperintahkan olehnya. Ah, beginikah yang namanya senyum-senyum sendiri? Kenapa aku ini? Hey, bibir! Diam! Ngapain kau se
“Keset kaki? Mama bilang bodyguard itu keset kaki?” “Ya, kurang lebih seperti itu!” “Mama sombong! Begitu rendahkah Mama menilai pekerjaan orang lain?” “Kamu berbeda dengan mereka, Al! Kamu itu pewaris PT Tambang Alva Mandiri! Kamu pewarisnya, bukan Bang Andre bukan Kak Anyelir. Tapi kau, Al! Tolong jangan rendahkan dirimu, Sayang!” “Mama tetap tidak berubah! Sombong!” “Terserah kau menganggap Mama sombong! Mama hanya tidak rela, kau menghinakan dirimu sendiri dengan pekerjaan itu! Pulang ke rumah! Kerja di perusahaan milikmu sendiri, ya, Nak!” “Tidak, Ma! Aku bukan pengemis! Papa tidak mengizinkan aku kerja di kantor itu! Biar Bang Andre saja yang urus perusahaan! Dia anak kesayangan Papa!” “Jangan cemburu pada Bang Andre! Kamu tahu, kan, tak mungkin Bang Andre yang memimpin perusahaan! Kamu tau itu! Kenapa kau tak bisa berhenti cemburu pada abangmu itu, Alva?” “Karena Papa memang lebih menyayangi Bang Andre dari pada aku, Ma!” “Kau salah! Papa memang bersikap lebih keras pa
“Nay, kamu … kamu bisa membujuk Alva, Sayang?” tanya Riany lirih, menatap penuh harap kepada Nayra, putri kandung saudara laki-lakinya yang telah tiada. “Bisa, Tante tenang aja, ya. Nay akan susul Bang Alva! Nay tinggal dulu, ya!” “Iya, Sayang!” “Misi, Om. Boleh, ya, Nay bujuk Bang Alva?” Gadis itu lalu menoleh ke arah Pak Zul. “Iya, Nay! Semoga kamu berhasil, Nak! Tolong bilang sama dia, kalau Om sebenarnya sangat menyanyangi dia. Tapi, Om tidak bisa berkata lemah lembut seperti kalian. Om tidak mau Alva menjadi laki-laki cengeng!” sahut Zul membuat hati Riany sedikit lega. “Baik, Om. Akan Nay sampaikan. Kak, An! Jagain Tante, ya!” Nayra menoleh kepada Anyelir. “Hem, kejar Alva sana! Cepat! Ke parkiran roda dua, ya!” “Ok, Kak!” Gadis itu berlari ke arah lif. Begitu turun di lantai satu, dia langsung berbelok menuju parkiran roda dua. Mata cantiknya menyapu seluruh areal parkir. Tak ada. Apakah Al sudah pergi? Tunggu, itu di sudut sana! Ada seorang pria yang tengah mengamuk
“Berhenti menangis, Nayra! Tolong!” ucapnya masih dengan nada pelan.Diminta jangan menangis, malah membuat tangis itu gadis makin kencang.“Aku gak suka Abang berencana mengalihkan jodoh aku! Aku mau Bang Al! Yang aku tahu, tunanganku itu Bang Al, bukan Bang Andre!” ungkapnya di antara isak sesegukannya.“Aku mohon berhenti menangis, Nayra!” Suara Alva mulai meninggi. Tetapi gadis itu tak peduli. Sedu sedannya makin menjadi.“Lagian kata Om Zul tadi, Om Zul sebenarnya sangat menyanyangi Bang Alva. Tapi, Om tidak bisa berkata lemah lembut seperti yang lain. Karena Om Zul tidak mau Bang Alva menjadi laki-laki cengeng!”“Ok, tapi nangisnya berhenti, Nay! Lihat, orang-orang mulai memperhatikan kita! Jangan sampai mereka curiga aku nyakitin kamu!” Suara Alva makin meninggi lagi beberapa oktaf. Sepertinya sudah hampir sampai di ambang batas kesabaran. Wajah kakunya berubah merah padam.“Dan kata Kakek dan Om Zul, perusahaan akan tetap di serahkan ke Abang! Abang akan diangkat menja
Sudahlah, yang penting Elma aman, anak-anak juga aman. Tetapi, kenapa mesti ke kos-an Titian lagi? Kenapa Alva mesti merepotkan gadis itu lagi. Padahal Alva tak ingin berhutang budi pada gadis itu lagi. Tapi, bukankah mulai besok Titian akan bekerja di toko induk milik Elma? Artinya, Alva tak perlu merasa berhutang budi, benar, kan?Alva merasa bebannya berkurang. Masalah besar ini sudah terselesaikan. Sekarang dia harus ke rumah sakit. Bukankah dia sudah berjanji akan segera menemui Elma setelah menjenguk ibunya? Bu Elma aku datang. Segera pria itu memacu motornya menuju rumah sakit Matern******“Eh, Bang Arfan mau ke mana?” sapa Alva saat berpapasan dengan Arfan di koridor lantai satu. Arfan terlihat sangat buru-buru.“Kebetulan kau datang, Al! Tolong jagakan Elma malam ini! Aku ditelpon oleh orang tua Rosa. Sepertinya mereka belum terima karena Rosa kupulangkan ke rumah Bapak Udanya. Aku buru-buru ini, titip Elma malam ini, ya!”“Baik, Bang! Tapi, Abang hati-hati nyetirnya! Ya
“Ya, entah apa maksud si Alva berengsek itu. Sepertinya dia ingin menghancurkan kita semua, Sayang! Sekarang Bang Arfan yang menalak Kak Rosa. Aku khawatir, kamu juga akan minta cerai dariku, Sayang, bila kamu melihat video itu.”Elma membisu. Alva mengepalkan kedua tangan menahan geram. Binsar rupanya mencuri start. Sebelum yang lain membongkar tentang video mesum itu, dia duluan yang mempengaruhi pikiran Elma agar tak percaya.“Abang mohon padamu, El. Tolong jangan mau melihat video editan itu! Dan kalau si Alva ANJ*NG itu menunjukkan padamu, jangan kamu percaya! Itu asli editan dia. Video orang lain, dia edit wajahnya sehingga mirip Kak Rosa dan aku, Sayang!”Elma menelan ludah dengan susah payah. Wanita itu kini paham, apa sebenarnya yang menjadi penyebab kakaknya menalak sang kakak ipar. Saat Elma menanyakan, Arfan tak mau berterus terang. Nanti saja kalau kamu sudah keluar dari rumah sakit aku ceritakan, begitu alasan sang kakak.Kini Elma sudah tahu. Ternyata karena suaminya
“Apa maksud kamu, Elma! Kau menelpon pengacara?” teriak Binsar melotot tajam.Elma bergeming. Menarik selimut dan menutup tubuhnya hingga batas kepala. Memejamkan mata menikmati luka yang kian menganga.“Elma! Kau tetap berkeras mau gugat cerai aku? Kau tidak malu jadi janda, abangmu juga duda! Dalam watu bersamaan kau dan abangmu jadi janda dan duda!” ejek Binsar menarik kasar selimut yang menutup tubuh Elma dan mencampakkannya ke lantai.“Ok, aku sudah berusaha membujuk dan merayumu sejak tadi! Ternyata kau tidak peduli sedikitpun! Yang kau pikirnya aku cinta kali sama kau, hah? Kau itu perempuan paling jelek yang pernah kukenal Elma! Aku mau nikahi kau dulu itu karena bujukan bibikmu si Rudang itu! Mamaku kasihan ngeliat kau jadi perawan tua! Udah dua puluh lima tahun tidak kawin-kawin! Tapi kek gini balasanmu padaku? Hah? Kau pikir kalau kau jadi janda, apa ada laki-laki yang suka sama kau? Sadar kau Elma! Kau itu perempuan terjelek di dunia! Apa yang kau andalkan, tokomu itu
‘Tenang Alva! Tenang! Astaga, perasaan apakah ini namanya? Kenapa saat berdekatan seperti ini aku bagai kesetrum saja. Aku kehilangan tenaga. Aku lemas.’Batin Alva bergejolak.“Maaf, Pak Alva! Tubuh saya bau obat, ya? Sudah dua hari tidak mandi, cuma dielap air hangat saja!” tutur Elma merasa tak enak.“Bu-bukan! Bukan karena Ibu bau obat! Sama sekali bukan!” sergah Alva gugup.“Lantas kenapa? Ya, sudah, panggil suster saja kalau begitu, tidak usah dipaksakan!”“Jangan! Baik, ayo, pelan-pelan, ya!” Alva kembali mencoba memeluk Elma di punggung, lalu membantu wanita itu menggeser tubuhnya agar bisa bersandar.“Ok, begini saja! Bagaimana perut Ibu? Sakit?” tanya Alva khawatir/“Tidak, begini saja.”“Ya. Kalau sakit bilang!”Alva lalu menuju tiang infus, menurunkan botol lalu mendekatkannya ke arah Elma. “Ayo, ganti bajunya pelan-pelan!” titahnya membelakangi wanita itu.Pelan-pelan Elma melepas sebelah lagi tangan blues yang dikenakannya. Menutup tubuh polosnya dengan selimut.“Pak