แชร์

Bab 7 # Ujian yang bertubi-tubi

ผู้เขียน: Teeyas
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-11-11 13:10:07

Bab 7

Aku terbelalak, ketika barang yang aku susun di motor sudah setinggi gunung. Mbok Rah mengambil tali rafia untuk diikat ulang, takut kalau ditengah jalan jatuh berantakan.

"Pegangi dulu ya, Mbok. Aku ambil ponsel dulu, takut kenapa-napa di jalan," titahku. Kulihat Ibu mertua mengawasi dari jauh.

Kuikat ulang seperti yang dianjurkan Mbok Rah, setelah rapi kugoyangkan, ternyata aman. Aku melangkah siap mengendarai. Betapa kagetnya masih ada barang yang belum terangkut.

Satu tas kresek yang hampir ketinggalan, akhirnya nongkrong didepan, diatas tabung gas yang terletak di tempat bagian kaki.

"Hati-hati, ya, Neng Dela," bisik Mbok Rah memberi semangat.

"Ya, Mbok. terima kasih,"

Aku duduk agak maju karena terdesak barang yang tersusun meninggi. Sedang yang didepan, ada tabung gas, setumpuk tas kresek , sehingga aku harus mendongak kalau melihat jalan.

Bissmillah...

Sesampai di perempatan sebelum belok ke Masjid, motor tiba-tiba macet, untung lalu lintas tidak ramai, mesin mendadak berhenti. Aku segera menepikan moror, kukayuh dengan kedua kakiku.

Ada apa ini? Hatiku was-was, walaupun suamiku punya bengkel, aku tidak tahu tentang mesin. Seharusnya tidak rusak, karena Mas Irfan rajin merawat motor-motornya

"Astaghfirullah aladzin, kehabisan bensin," ucapku lirih, namun bisa didengar orang yang sedang parkir tak jauh dariku.

"Ya ampun, Mbak. Trus giman itu, harus diturunkan saru persatu barangnya, supaya bisa isi bensin," ujar salah satu yang nongkrong didekat situ.

Duh, betul juga kata bapak itu, gimana cara ngisi bensinya? Melepaskan ikatan rafia, menurunkan satu persatu, lalu dinaikkan lagi? Rasanya pegel membayangkannya.

Kenapa tadi tidak kuperiksa dulu bensinya? Disinilah kadang aku tidak teliti, grusa-grusu dan suka mengeluh. Dimana beli bensinnya? Aku tidak hafal daerah sini.

Setelah kuparkir, kuambil gawai, menghubungi mas Irfan. Seharusnya jam segini dia sudah pulang dari mengantar mbak Nung dan Fara sekolah, siapa tahu bisa menyusulku.

Oh, ya. mas Irfan biasanya punya simpanan bensin dirumah, bisa minta tolong disusulkan kesini. Atau minta tolong suruh belikan, atau menyusulku kesini. Atau apalah solusinya.

"Halo, Mas..." Telepon sudah tersambung.

"Apa, Yang?" suara laki-laki manis diseberang sana.

"Posisi dimana, Mas?" tanyaku.

"Disekolah Fara, dia ngambeg gak mau ditinggal. Minta ditungguin, kemaren dinakalin temannya," jelasnya enteng.

"Apa?" teriakku tanpa kusadari membuat orang yang ada disekitarku menoleh. Sorot mata mereka nampak iba. Hufg!.

"Emang kenapa, Yang?" suara mas Irfan masih kalem, padahal teriakanku melebihi gemuruhnya gunung berapi.

"Kang Nono gak masuk, aku antar barang ke katering Bu Santi, sampai di perempatan Masjid motornya macet!" seruku dengan hati yang dongkol.

Kutekan kamera, kuambil beberapa foto, lalu kukirimkan, supaya tahu kondisi istrinya. Sedetik kemudian sudah dilihat.

"Astaghfirullah aladzin, kamu bawa barang sebanyak itu, Yang?" suaranya cemas.

Aku berusaha menelan salivaku.

Fara rewel? Kamu juga yang harus mengurusi, Mas? bisikku dalam hati. Lengkap sudah penderitaan ini, lalu aku kebagian apa darimu, Mas. Please, tolong!

Aku tidak memjawab, mataku berkaca-kaca. Kugigit bibirku untuk mengurangi rasa sedihku. Beruntung aku memakai masker, helm, kaca mata hitam, sehingga tidak ada yang tahu wajahku.

"Yang, hallo...Yang, denger gak?" teriaknya.

Aku masih diam terpaku.

"Yang, denger...! Dua rumah lagi itu sudah sampai di katering Bu Santi. Disitu ada papan nama katering dan nomor yang bisa dihubungi, kelihatan gak?" serunya.

Aku celingukan mencari papan nama yang dimaksud mas Irfan. Benar juga, tidak jauh aku berdiri ada papan nama katering Bu Santi, ada nomornya yang bisa dihubungi.

"Ya, kelihatan, terima kasih," jawabku akhirnya dengan perasaan dongkol.

Ponsel kutekan kembali. Segera kuketik angka yang tertera dipapan itu, walaupun agak jauh, aku masih bisa menangkap dengan jelas.

Tidak lama kemudian, dua karyawan laki-laki mendatangiku. Mengambil barang dengan sekali angkut. Rasanya lega sekali, sekalian aku bertanya kepada mereka penjual bensin yang terdekat.

Katanya sekitar seratus meter ada warung madura yang menjual bensin, buka 24 jam. Oh, ternyata tidak jauh juga, baiklah. Setelah barang yang bertengger di motorku habis, aku berjalan menuntun motor ke warung madura.

Masih untung aku membawa dompet, untuk membayar bensin, sehingga aku bisa pulang. Namun, perjalananku tidak cukup disitu, motor terasa oleng, kelihatannya ban belakang kempes.

Apalagi ini? aku segera menghentikan motorku dan menepi. Betul sekali, ban belakang kempes, mungkin tadi aku melindas paku, sehingga langsung kempes. Hari ini cukup lelah rasanya.

Gara-gara mbak Nung, Fara, kang Nono. Hugf! Aku kesal sekali.

"Bocor Mbak?" tanya pengendara lain yang kebetulan berhenti didekatku.

Aku mengangguk. Dia menunjukkan tempat tambal ban diselatan pasar Sleman unit 2. Agak jauh, sekitar 500 meter, kearah selatan.

Gawaiku bergetar, kulihat dari Mas Irfan. Kebetulan sekali aku juga akan menghubungi dia, mau tanya tempat tambal ban, karena dia orang sini pasti tahu semuanya.

"Sudah aman, Yang?"

"Aman, sekarang ban belakang kempes," jawabku kesal. Tak lupa segera kukirim beberapa foto tentang ban belakang yang kempes.

Tidak lama kemudian Mas Irfan share foto ban yang sudah di zoom, kelihatan kalau ada paku besar yang menancap.

[Kena paku ni, Yang. Bawa ke tambal ban gih. Coba jalan ke arah selatan, dekat pasar unit 2]

[Iya, barusan dikasih tau orang] balasku lewat chat juga.

***

Sampai di warung kelontong, wajah ibu sudah tidak berbentuk. Aku sampai ketakutan melihatnya, hari ini aku menjadi orang yang kurang beruntung.

"Kok lama sekali, rumah katering Bu Santi mana yang kau antar, ha?" sambutnya ketika aku laporan kalau aku sudah pulang.

"Tadi kehabisan bensin, Bu," jawabku.

"Seharusnya kamu periksa dulu sebelum dipakai, sehingga tidak begini caranya. Tuh, banyak yang antri," ketusnya. Duh, salah lagi.

"Ada yang jual bensin didaerah situ, kok kamu gak kepikiran!" Masih dengan nada yang ketus.

Rasanya percuma kalau aku mengadu, apalagi memberikan kronologisnya. Gak bakalan diterima!

"Ban belakang juga kempes, kena paku, Bu," kataku pelan, maunya membela diri supaya tidak di salahkan terus menerus.

Kali ini tidak menjawab, namun kalau dilihat wajahnya sangat kesal. Seharusnya aku yang kesal, harus mengalami ini dan itu, kenapa tetap saja tidak ada pujian, atau ucapan terima kasih, malah sebaliknya.

"Tuh bantu Mbok Rah, banyak yang antri," titahnya.

Aku segera beringsut kedepan, lebih baik aku membantu melayani pembeli, gak pa-pa capai asal jangan menghadap ibu mertua yang sedang tidak bersahabat.

Memang terasa berat kalau kang Nono tidak masuk, setiap ada yang beli beras karung besar, galon, tabung gas dari yang melon, warna pink sampai yang warna biru harus kuangkat sendiri, kadang dibantu Mbok Rah. Paling kesal kalau ada yang minta diantar sampai rumah.

"Pembeli adalah raja! Sehingga harus kita layani dengan baik!" ketus ibu mertua.

Disinilahi aku merasa capai. Itu juga tidak ada penghargaan dari mertua, bahkan tetap dinyinyiri.

Ketika adzan luhur sudah terdengar, aku segera pamit pulang istirahat. Bagusnya di warung kelontong Ibu mertua ada jam istirahat, satu jam untuk makan siang dan salat. Warung buka kembali pada jam 13.00.

Selesai salat kuselonjorkan kakiku, mataku kupejamkan, kunikmati waktu istirahat yang hanya sebentar. Kutenangkan pikiranku, kuhembuskan nafas pelan-pelan....1,2,3 aku ingin tidur sejenak.

.

Bersambung

Tinggalkan jejak kebaikan, supaya author bisa menyelesaikan cerita ini. Terima kasih.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (8)
goodnovel comment avatar
Erkatry Kamaruddin
sakit hati dan kesal , tapi penasaran. lanjut thor.............
goodnovel comment avatar
Erkatry Kamaruddin
sakit hati bacanya , tapi penasaran. lanjut thor ......
goodnovel comment avatar
Herni Rahmawati
ya allah sedih sekali menghadapi mertua seperti itu ...
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 96 #Memilih Hidup Sendiri

    Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Difitnah Suami dan Mertua

    Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Di Rumah Bersama Zaqi

    Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 93 # Bertemu Mantan

    Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 92. #Hatiku Sakit Sekali

    Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 91 # Ketahuan

    "Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status