Beranda / Rumah Tangga / Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu / Bab 8 #Dibandingkan-bandingkan ibu mertua

Share

Bab 8 #Dibandingkan-bandingkan ibu mertua

Penulis: Teeyas
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-12 16:37:04

Bab 8

Aku terbangun dari tidur siang, netraku masih sedikit kabur. Aku berusaha mengumpulkan ingatan, sambil mengerjapkan kedua netraku. Bayangan laki-laki yang sangat kukenal, duduk disampingku.

"Mas Irfan, sudah pulang?" tanyaku setelah ingatan dan pandanganku pulih.

Laki-laki yang selama ini kukagumi itu mengangguk, duduknya beringsut lebih dekat, lalu memelukku. Kaki dan tanganku dipijat bergantian, sambil berkata dengan mimik yang lucu.

"Aduh kacian, pasti capek ya, cini dipijitin cama Papa, yuuuk," celotehnya dengan mimik yang lucu.

Aku termenung, dalam hati kesal. Namun, setelah melihat wajahnya yang polos, dan bercandanya yang garing, aku berusaha memberikan senyum ala kadarnya supaya hatinya senang.

"Udah makan, Mas?" tanyaku, sambil mengingat kira-kira makan pagi apa siang, ya?

Aku suka bingung, kalau bangun tidur mendadak seperti ini.

Mas Irfan menggeleng.

"Pingin makan ditemani, Cayang," jawabnya.

"Oh, ayuk. Eh, ini makan siang, ya," cetusku, masih ragu-ragu.

"Sana! Basuh muka dulu, Yang. Biar tidak bingung," ujarnya.

Aku mengikuti perintah Mas Irfan. Segera bangkit, lalu menuju ke kamar mandi. Kubasuh muka dengan air yang mengalir dari kran, dingin dan sejuk, rasanya segar sekali.

Sebelum ke dapur, kulihat jam yang menggantung di dinding, "Oh, makan siang, ya. Aku juga lapar," bisikku dalam hati.

Kusiapkan nasi, sayur brongkos, telur asin, tempe goreng dan sambal. Mas Irfan tidak pernah rewel soal makanan. Apapun yang kumasak dan kuhidangkan di meja selalu disantap dengan lahap.

*

Pernah aku mendengar, suatu ketika Mas Irfan menolak makan ditempat Ibu, Ibu mertua marah besar. Lututku sampai gemetar mendengarkan suaranya.

"Makan dirumah aja, Bu. Kasihan dari pagi Dela sudah sibuk di dapur untuk membuat sayur pesananku," elak Mas Irfan.

"Sejak kapan kamu menolak masakan ibumu! Ha?Apa iya Dela bisa masak? Gak percaya! Pasti kamu gak enak hati untuk menolaknya, kan? Kamu pura-pura suka." Suara Ibu mertua naik beberapa oktaf.

Waktu itu aku mau masuk kedapur Ibu, segera kuurungkan. Mangkok berisi sayur, yang sedianya kukasihkan untuk Ibu mertua langsung kubawa pulang. Namun langkahku terhenti, karena mendengar suara yang menggelegar, membuat lututku lemas seketika.

"Iya, Bu. Kemaren tercium bahu masakannya harum," kata Mbak Nung menimpali. Sambil siap-siap mau berangkat kerja. Aku masih mematung diujung pintu.

"Aku gak sudi makan masakan Dela." cetus Ibu membuat nyaliku langsung menciut.

Aku semakin ragu meneruskan langkahku. Kalau membalikkan badan, Mbak Nung akan menagih sayur yang kujanjikan ini. Jika kulanjutkan, mulut ibu mertua akan bertambah nyinyir kepadaku.

"Tante, ngapain berdiri disitu sambil bawa mangkok?" tegur Fara balita cantik dengan logat lucu sedang melintas disampingku.

Barangkali dia heran melihatku mematung dibalik pintu. Celotehnya membuat semua mata menoleh kearahku, Mas Irfan juga. Wajahnya kelihatan pucat.

"Kamu, Del!" Ibu mertua bukannya merasa bersalah, tetapi makin menjadi.

"Mau ngantar sayur, Bu. Mbak Nung kemaren ingin mencicipi masakan Dela," jawabku, terasa keringatku sebesar jagung langsung membasahi wajah dan tibuhku.

"Taruh sana!' titahnya sambil mencebik.

Fara menarik tangan kananku masuk kedapur, Mas Irfan kelihatan salah timgkah.

"Nung, masakanmu enak juga, loh," sebut Ibu kencang, supaya terdengar olehku. Setelah meletakkan semangkok sayur dimeja makan, aku segera pamit.

"Setelah menikah, almarhum suamimu tubuhnya gemuk, karena doyan makan. Kamu pintar masak, sih. Lihat Irfan, sudah tiga tahun menikah, badan seperti tiang listrik. Tinggi, kurus! Istrinya gak becus masak!" ujar Ibu mertuaku.

"Hai...melamun apa!" Mas Irfan menoel hidungku. Aku galagepan. Membuat aku sadar dari mimpi yang buruk.

Gara-gara masak brongkos reques laki-laki hitam manis suamiku, aku jadi ingat peristiwa di dapur bebeapa minggu yang lalu. Batinku.

"Ayuk, aku sudah lapar, Yang! Bau brongkos buatanmu membuat cacing diperutku meronta-ronta," ocehnya, sambil mengelus-elus perutnya.

"Aku juga lapar, Mas." potongku ikutan mengelus perutku.

"Tadi gimana ceritanya, kok sampai kehabisan bensin, kempes ban juga. Kamu istri yang hebat!" puji Mas Iran disela-sela mengunyah nasi.

"Kang Nono izin gak masuk kerja, katanya ada urusan keluarga. Yah, aku lah yang nangani semuanya, dari angkat galon, beras, tabung gas, sampai ngantar belanjaan untuk katering. Masa Mbok Rah yang ngerjain," Aku berusaha membuat lelucon tapi garing.

"Istri yang hebat. Nih, aku sampai nambah nasi dua kali. Masakanmu enak. Tapi...aduh, aduh. Minum, minum, mana air putih," tetiaknya.

Aku gugup, kusodorkan air mineral yang ada digelas.

"Pedas, huh hah, pedas!" masih teriaknya setelah meneguk beberapa gelas air putih.

Aku ingin tertawa melihat wajahnya yang merah, apalagi diarea bibir, semakin merah dan berminyak.

Rupanya Mas Irfan mengingit cabe merah yang sengaja kubiarkan utuh.

"Ih, apaan sih, Mas. Katanya penggemar makanan berbau mercon, kegigit satu cabe saja, wajah kaya kepiting rebus," ledekku sambil menahan tawa.

"Ini kebangetan pedasnya, Yang," Mas Irfan berusaha membela diri.

Aku masih mengulum senyum, "Ya udah, minum lagi, biar hilang pedesnya," hiburku.

"Fan, ada apa teriak-teriak," kata ibu dengan nada cemas, wajahnya nampak kuatir.

Ibu mertuaku tiba-tiba masuk lewat pintu belakang yang menghubungkan rumah kami. Pintu belakang memang tidak pernah dikunci kalau siang, sehingga bisa masuk tanpa permisi.

"Mas Irfan tidak sengaja menggigit cabe merah, Bu," jawabku menahan geli.

"Kenapa kamu malah senyum-senyum kaya gitu!" tukasnya, wajah Ibu berubah cemberut.

Aku berusaha menelan salivaku, "Salah lagi," batinku.

"Jangan main-main dengan perut Irfan, dia gak tahan pedas! Aku ini ibunya, paham dengan kesehatannya!"

"Mas Irfan sendiri yang minta, Bu!" aku berusaha membela diri. Aku tidak mau disalahkan terus menerus. Kebetulan ada anak bungsunya, sampai dimana dia membelaku."

"Gak pa-pa, Bu," jawabnya, Mas Irfan berusaha menegahi. Berhubung Ibu mertua sudah tidak suka padaku, tetap saja aku disalahkan.

"Emangnya masak apa, kamu?" tanya Ibu sambil melihat meja makan. Kepalanya menjulur, mengamati yang ada dimeja makan.

"Ada sayur brongkos, tempe goreng, telur asin dan kerupuk. Saya ambilkan piring, ya,Bu," terangku.

Tangan Ibu mengambil sendok, lalu mengaduk sayur yang ada di panci. Dilihat cabe yang utuh berwarna merah bèrcampur dengan kacang tholo, daging, tahu dan telor. Aroma bumbu kluwek menguar, membuat hidung Ibu kembang kempis.

"Mbok Rah!" panggilnya, sekali teriak Mbok Rah sudah hadir diantara kami, Mas Irfan melirikku. Aku berharap-harap cemas, melihat apa yang dilakukan Ibu mertuaku.

"Gih, Bu." Badan Mbok Rah sedikit membungkuk.

"Ambilkan mangkok, aku ingin tahu rasanya seperti apa. Jangan sampai Irfan sakit perut!" titahnya.

"Ambil mangkok di rumah, jangan ambil mangkok di sini!" perintahnya dengan nada kesal, tangannya maaih memegang sendok mengaduk-aduk sayur bringkos.

Mbik Rah gegas masuk ke dapur Ibu, tidak lama kemudian muncul membawa mangkok ditangan lalu diserahkan ke Ibu mertua. Mas Irfan tegang, aku lebih tegang.

Bersambung.

"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 96 #Memilih Hidup Sendiri

    Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Difitnah Suami dan Mertua

    Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Di Rumah Bersama Zaqi

    Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 93 # Bertemu Mantan

    Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 92. #Hatiku Sakit Sekali

    Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 91 # Ketahuan

    "Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status