Lima tahun sudah berlalu. Kinan harus berjuang sendiri mencari uang untuk pengobatan Ibunya yang sering sakit dan juga biaya hidupnya sehari-hari. Pendapatan bekerja di toko sepatu milik Aldo tak mampu mencukupinya. Ia benar-benar membanting tulang menitipkan makanan di warung-warung sebelum berangkat bekerja.
Kinan tak mampu menyembunyikan wajahnya yang begitu lelah. Ingin rasanya mengeluh tapi ia takut tekanan darah tinggi Ibunya semakin naik karena memikirkannya. Seolah semua terlihat baik-baik saja.
Pagi-pagi Reno datang ke rumahnya, memanggil namanya, tapi rumah tampak begitu sepi. Beberapa kali ia menelepon Kinan tak diangkat. Saat ia akan beranjak pergi, pintu rumahnya tiba-tiba terbuka.
“Reno,” panggil lirih Ibu Kinan. Reno menoleh ke belakang. Ia mendekati dan mencium tangan Ibu Kinan yang berdiri membuka pintu. “Mau cari Kinan?”
“Iya, Bu! Di mana Kinan?”
“Dia mungkin di taman,” jawab Ibu Kin
Kinan masih terus menangis di ruang tunggu dengan menundukkan kepala, lama sekali, bahkan ada seorang perawat yang datang mendekatinya pun ia tak tau.“Maaf, Mbak!” sapa perawat itu yang membuat Kinan sedikit terlonjak. Ia menatap perawat itu dengan air mata yang belum mengering di pipi.“Ada apa? Bagaimana keadaan Ibu?” Kinan langsung berdiri.“Dokter ingin berbicara sebentar dengan Anda. Mari!” Perawat itu menunjukkan sebuah ruangan. Kinan mengangguk dan berjalan cepat mengikuti perawat tadi.Seorang dokter berusia dua puluh tujuh tahun yang bernama Keanu menyambut Kinan sangat ramah. Ia mempersilahkan Kinan duduk dan menjelaskan apa yang terjadi pada Ibunya.Kinan tercengang mendengar pemberitahuan dari dokter, bahwa di otak Ibunya ada pengumpalan darah akibat benturan keras di kepalanya. Dokter Keanu menyarankan Ibunya untuk segera dioperasi. Berbicara masalah operasi, otak Kinan bagai diperas. Biaya ya
Pukul delapan malam Kevin baru membalas pesan Aldo. Aldo terburu-buru menuju klub, tempat biasa mereka berkumpul dulu.Kevin sudah duduk di sofa dengan sepuntung rokok yang menemaninya. Aldo berjalan pelan mendekatinya dengan wajah ditekuk yang membuat Kevin semakin mengerutkan dahi menatap temannya itu.“Kenapa, lo?” tanya Kevin seraya menghisap kuat rokoknya dan mengembuskan asapnya asal.“Sial,” teriak Aldo dengan duduk di sofa dan menyandarkan kepalanya.Kevin terkekeh melihat reaksi Aldo. “Sial kenapa?”“Gino berani ngambil duit gue di toko. Mana dia juga belum ngembaliin duit yang dia pinjam dulu.”Kevin langsung mematikan rokoknya di asbak dan menatap temannya itu. “Dia berani ngambil duit, lo?” Kevin masih setengah tidak percaya.Aldo mengangguk dengan wajah yang masih saja ditekuk. “Udah, lupain itu, Vin! Awas aja kalau dia ketemu! Gue bakal bikin perhitu
Keesokan harinya, keadaan Ibu Kinan semakin memburuk. Gadis itu kebingungan merayu pihak rumah sakit untuk segera mengoperasi Ibunya. Tak ada yang bisa banyak mereka lakukan. Walaupun Kinan berjanji akan membayar semua biayanya.“Dokter, aku mohon! Tolong Ibuku!” pinta Kinan pada dokter yang bernama Keanu itu. Ia terus memohon dan mengejar ke mana pun dokter itu berjalan.“Kami juga sudah menolong sebisa mungkin, tapi Ibumu memang harus segera dioperasi.”“Nanti malam aku akan membayarnya, dok! Aku janji!”Dokter Keanu berhenti sejenak menatapnya. “Silahkan selesaikan dibagian administrasinya dulu ya, Mbak! Maaf saya masih harus memeriksa pasien lain!”Dokter itu pergi begitu saja meninggalkan Kinan. Kinan berlari menuju ruang perawatan Ibunya. Menangis sembari memegangi tangan Ibunya yang tak ada pergerakan sama sekali.“Ibu, aku janji! Aku akan cari biaya untuk operasi Ibu. Ibu bertahan
“Apa gue salah masuk kamar?” tanya Kevin yang masih terlihat kebingungan. Kinan hanya terdiam menatapnya. “Apa lo, wanita yang dibayar Aldo untuk nglayani gue malam ini?” timpalnya lagi.Mata Kinan berkaca-kaca mendengar pertanyaan terakhir Kevin. Begitu menusuk hatinya, ia sampai kesusahan untuk menarik napas. Kinan menunduk dengan air mata yang menetes karena sudah tak mampu ia tampung lagi.“Kinan!” panggil Kevin lirih. Kinan mengangkat kepalanya menatap Kevin.“I-iya ... aku yang dibayar Mas Aldo untuk melayanimu malam ini.” Nada suara terdengar lebih sopan. Ia merasa Kevin sangat berbeda dari yang dulu Kinan kenal. Lebih terlihat berwibawa dengan penampilan rapinya.Kevin memegang dahinya, ia masih tak menyangka dengan semua ini. “Terus, kenapa lo sampai jual diri kayak gini?” teriak Kevin seolah tak terima dengan keputusan Kinan.“Aku butuh uang banyak, Vin!”&ldqu
“Kamu jahat, Vin!” Kinan memukul keras dada Kevin. Namun, laki-laki itu semakin menguatkan erat pelukannya.“Gue nggak mau debat malam ini! Tugas lo, hanya layanin gue! Bukan terus nyalahin gue, tentang masa lalu!” tegas Kevin yang membuat Kinan terisak.Gadis itu menutupi wajahnya dengan air mata yang terus mengalir. Kevin tak sabar dan memaksa benda tumpul yang ia miliki masuk ke dalam bagian inti tubuh Kinan. Kinan mencengkeram kuat kedua lengan laki-laki yang kini sepertinya sedang disulut emosi itu.“Sakit, Vin!” Kinan berteriak dan mengigiti bibir bawahnya kuat. Ia sampai mencakar lengan dan bahu Kevin.“Itu tandanya, lo masih perawan!” Kevin berbisik dengan senyuman menyeringai. Napas Kinan terengah menahan perlakuan laki-laki yang menindihnya itu.“Apa kamu nggak bisa pelan, Vin? Ini perih banget!”“Lo tahan dulu, ini juga udah pelan. Kalau lo nglakuin kayak gini sama
Sorot matahari pagi tak mampu membangunkan Kevin dan Kinan yang tidur satu selimut dengan saling berpelukan. Kinan tak sadarkan diri jika terus memeluk Kevin sampai pagi ini.Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Namun, mereka masih menikmati kehangatan karena penyatuan tubuh mereka.Kevin yang terus menindih tangan kirinya, membuat Kinan kini menggeliat tak nyaman. Ia mendorong pelan laki-laki itu, lalu terlonjak jika ia masih berada di kamar hotel dan belum menemui Ibunya.Saat Kinan menyibakkan selimut dan membenahi kimono yang semalam ia tak sadar jika Kevin telah membukanya, dengan tiba-tiba Kevin menarik pergelangan tangannya, “Mau ke mana?” tanya Kevin dengan mata yang masih terpejam.Kinan mencoba melepas cengkeraman tangan Kevin. “Aku harus pergi, Vin! Ini udah siang!”Kevin semakin mencengkeram kuat tangan gadis itu. “Layanin gue dulu sekali lagi!”“Semua udah selesai, Vin!”
Sesampai di tempat pemakaman, Kinan berlari menuju makam Ibunya. Suasana sudah sepi. Ia berdiri terdiam melihat makam Ayah dan Ibunya berdampingan. Air matanya terus mengalir. Kinan bergegas memeluk makam Ibunya dan menumpahkan semua perasaan sedih itu di sana.Keanu berjalan perlahan, ia tak berani mendekat bahkan melarang Kinan untuk berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Karena ia tau pasti berat sekali untuk Kinan menjalaninya.Hampir satu jam gadis itu menangis di atas makan Ibunya. Hari yang sudah mulai gelap memaksa Keanu untuk menyudahi kesedihan Kinan dan berusaha membujuk untuk segera pulang.“Matahari sebentar lagi tenggelam, ayo kita pulang!” Kinan berhenti menangis dan menoleh ke arah Keanu yang berjongkok di sampingnya.“Kamu pulang dulu sana! Lagian urusan kita udah selesai juga, ‘kan?” ketusnya dengan wajah cemberut.Keanu tersenyum setengah. “Siapa bilang?”Kinan mengerutkan muka mena
Pagi hari ini membuat Kinan tak bersemangat menjalani harinya. Ia masih terdiam di dalam kamar. Kenyataan ini bagaikan mimpi buruk. Sesekali ia tak mampu menampung air matanya mengingat Ibunya yang sudah tak lagi menemaninya.Kinan meraih dan menyalakan ponselnya untuk mencoba menghibur kesedihan ini. Pesan dari Keanu yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Dokter itu memberi alamat tempat di mana toko kue Mamanya pagi satu jam yang lalu.Gadis itu bangun dan bergegas pergi ke toko sepatu Aldo. Karena Kinan sudah menjual sepeda motor peninggalan Ayahnya, ia harus mencari angkutan umum menuju ke sana.Kinan melangkah pasti masuk ke dalam toko. Semua teman-temannya berbisik dan memandang sinis padanya. Kinan lupa menutupi tanda merah yang Kevin berikan kemarin, sehingga dilihat oleh teman-temannya di sana. “Lo, baru masuk, Kin?” sindir salah satu karyawan di sana.“Iya, Mas Aldo ada, ‘kan?”“Mobilnya ada, orang