แชร์

Bab 3

ผู้เขียน: Landak
Rayner menutup telepon. Aku menatap layar ponsel dan tersenyum pahit. Punya waktu luang mendadak? Sewa tempat di Disneyland itu butuh persiapan dari jauh-jauh hari. Rayner, kebohonganmu itu terlalu lemah.

Aku menggeleng pelan. Bahkan tidak ada lagi niat untuk menuntut penjelasan.

"Mama, itu Papa ya?" Dalton tiba-tiba bangun dan mengucek matanya sambil memandangku dengan polos. Hatiku langsung mencelos. Aku buru-buru memeluknya erat.

"Bukan, Sayang."

Aku membujuknya kembali tidur. Saat dia melingkarkan lengannya ke leherku, dia bergumam pelan di telingaku, "Aku nggak suka Papa lagi."

Mataku mulai basah. Aku bisa bertahan. Namun, kenapa Dalton juga harus menerima semua ini?

Rayner tidak peduli padaku, bahkan terhadap anaknya juga acuh tak acuh. Kalau begitu, kenapa aku harus terus bertahan dalam hubungan yang dingin dan hampa seperti ini? Sudah waktunya untuk mengakhiri semuanya.

....

Selama dua hari akhir pekan, aku mengajak Dalton jalan-jalan dan menikmati waktu kami berdua. Rayner tidak menelepon sekali pun.

Barulah saat Senin tiba, setelah aku mengantar Dalton ke sekolah dan mengajukan surat pengunduran diri di kantor, dia akhirnya menelepon. "Hazel, kamu mau mengundurkan diri? Mau apa lagi kamu ini?"

Aku menjawab tenang, "Aku cuma ingin lebih banyak waktu untuk bersama anak."

"Kamu marah karena aku nggak ikut ke Disneyland? Aku ke luar kota juga demi keluarga ini, tahu!"

"Ya, aku tahu. Makanya aku memutuskan mengundurkan diri, supaya bisa fokus jaga rumah dan anak."

Rayner terdiam. Beberapa detik kemudian, dia membentak, "Terserah kamu!" Lalu memutus sambungan.

Setelah itu, aku menemui pengacara untuk menyusun dokumen perjanjian perceraian. Di saat bersamaan, aku memasang iklan jual rumah lewat agen properti. Kemudian, aku juga mengurus perpindahan sekolah untuk Dalton.

Sebelum pergi, aku sempat datang ke kantor untuk menyelesaikan proses serah terima. Manajer HRD memandangku sinis sambil mengejek, "Wah, balik jadi ibu rumah tangga ya?"

"Wah, beruntung sekali ya. Nggak usah ngapa-ngapain, duitnya Pak Rayner yang cari, kamu yang habiskan. Sudah begitu, masih mau menuntut Pak Rayner meluangkan waktu pula. Nggak tahu diri! Cuma kamu yang bisa maksa mau hidup enak begini!"

Aku menatapnya sambil tertawa dingin, lalu berkata, "Meskipun aku dan Rayner suami istri, aku memang nggak bisa mengendalikan dia. Tapi untuk menghadapi orang sepertimu? Masih lebih dari cukup."

"Mulai sekarang, kamu dipecat. Pergi ke bagian keuangan, ambil gaji, lalu enyah!"

Wajahnya seketika memerah. "Atas dasar apa?!"

"Atas dasar aku pemegang saham! Kamu tadi bersikap kurang ajar sama pemegang saham!"

Wanita itu langsung terdiam, tertelan ucapannya sendiri. Begitu sadar dengan posisiku sebagai istri Rayner, tubuhnya langsung lemas. Aku tidak menggubrisnya lagi. Setelah menyelesaikan serah terima pekerjaan, aku langsung menjual semua saham milikku dengan syarat untuk memecat wanita itu.

Kebetulan Rayner sedang tidak di kantor, jadi semua lebih mudah kubereskan.

Setelah semua selesai, aku mengirim pesan padanya.

[ Kita cerai saja. ]

Tak butuh waktu lama, telepon Rayner langsung masuk, "Hazel, kamu lagi ngapain sih? Cuma karena aku nggak ikut ke Disneyland?!"

"Iya. Karena itu. Kalau kamu sudah baca draf perjanjiannya dan nggak ada masalah, tandatangani saja."

Suaraku sangat tenang. "Aku yakin, kamu akan lebih bahagia bersama Keyla. Bahkan Dalton saja belum pernah menikmati pertunjukan kembang api yang disewakan khusus untuknya."

Rayner terdiam. Beberapa saat kemudian, dia akhirnya bersuara, "Itu memang salahku. Aku nggak pikir panjang .... Itu ulang tahunnya dia. Nanti kalau aku pulang, aku bawain hadiah buat kalian."

"Terlambat, Rayner. Ranjang hotel itu pasti sangat nyaman. Nikmati saja lebih lama."

Aku mendengar tarikan napas tertahan dari seberang. "Bukan begitu! Dengar, aku bisa jelaskan, ini cuma kecelakaan!"

Sebelum dia melanjutkan ucapannya, aku menutup telepon.

Di ponselku, masih tersimpan foto ranjang hotel yang dikirim Keyla. Dia memeluk Rayner dengan selimut setengah terbuka. Kecelakaan seperti apa yang bisa membuat mereka tidur sekamar? Masa mau beralasan mabuk?

Kalaupun memang begitu, aku juga tidak ingin mempermasalahkannya lagi. Terlalu banyak kejadian yang menunjukkan Rayner pilih kasih, hubungan mereka tidak murni lagi sebagai atasan dan bawahan.

Aku mengemas koper, lalu membawa Dalton naik pesawat menuju luar negeri.

Di perjalanan, Rayner terus menelepon. Tidak sekali pun kuangkat panggilan darinya. Begitu masuk ke kabin pesawat, aku melepas kartu SIM dan membuangnya ke tempat sampah.

Rayner, selamat tinggal!
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Aku Pergi Demi Kebahagiaan Suamiku dan Sekretarisnya   Bab 9

    Rayner memang akhirnya menepati janji hanya memiliki satu anak. Setidaknya, untuk sekarang.Sejak Keyla keguguran, Rayner bersikeras ingin bercerai. Mereka berdua bertengkar hebat karena hal itu. Keluarga Keyla juga bukan orang-orang yang mudah dihadapi. Mereka bukan hanya menggantungkan hidup pada Rayner, tetapi juga bahkan menuntut uang dalam jumlah besar agar mau melepaskannya."Hazel, setelah berpisah darimu, dia bukan siapa-siapa lagi. Sudah punya yang terbaik malah mengacaukan semuanya sendiri. Kalau tahu bakal begini jadinya, kenapa dulu berbuat kesalahan?"Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Temanku melanjutkan, "Kapan kamu pulang?""Dulu kamu ke luar negeri cuma untuk menjauh dari pasangan berengsek itu. Tapi sekarang mereka sudah bercerai, harusnya kamu bisa pulang, 'kan?"Aku menggeleng. "Pendidikanku belum selesai. Aku baru akan pulang kalau Dalton sudah lulus."Temanku langsung berseru kaget, "Pendidikanmu?!""Ya, bidangku masih butuh pendalaman. Tunggu saja. Saat aku

  • Aku Pergi Demi Kebahagiaan Suamiku dan Sekretarisnya   Bab 8

    Saat melihatku, Rayner hanya bisa tersenyum getir. Begitu matanya tertuju pada Dalton, dia refleks menutup wajahnya dengan telapak tangan.Dalton tidak mengatakan sepatah kata pun. Rayner akhirnya berkata dengan suara serak dan lelah, "Selamat ya ... kamu berhasil. Akhirnya kamu bisa lepas dari aku."Aku menggeleng pelan. "Rayner, kamu selalu menyalahkan orang lain. Itu nggak adil untukku. Apalagi, ini memang bukan salahku."Rayner terdiam. Dia menandatangani dokumen dengan tangan yang masih gemetar. Aku bahkan sempat khawatir dia akan berubah pikiran."Jangan lupa, nanti masih harus ambil akta resmi. Tenang saja. Aku nggak akan tunda-tunda lagi."Baru saja dia selesai bicara, Keyla masuk ke ruangan dengan memegangi perutnya. Jantungku langsung berdegup kencang. "Dia ... hamil?"Begitu kalimat itu keluar, Dalton langsung menoleh dan menatap Rayner. "Papa bilang cuma punya aku sebagai anak satu-satunya. Papa bohong!""Jadi yang dia bilang waktu itu ... semua benar! Papa nggak mau aku la

  • Aku Pergi Demi Kebahagiaan Suamiku dan Sekretarisnya   Bab 7

    Dalton masuk bersamaku. Rayner menemaninya bermain puzzle, sementara aku pergi mencuci tangan.Begitu melihatku, wajah Keyla dipenuhi kebencian. "Kamu senang, ya? Kalau memang mau pergi, pergilah sejauh mungkin. Kenapa masih meninggalkan jejak? Kamu sengaja buat Rayner mengejarmu, itu cuma taktik pura-pura menjauh, 'kan?"Aku mengangkat alis. "Surat cerai sudah lama kuserahkan ke Rayner. Dia yang nggak mau tanda tangan, aku nggak bisa memaksa. Kamu bisa ngejar sampai sejauh ini, buktinya kamu cukup hebat. Sekalian saja bantu aku bujuk dia supaya mau tandatangan."Wajah Keyla memerah karena marah. Aku hanya tertawa dingin sambil mengeringkan tangan, lalu duduk di sofa dengan menyilangkan kaki dan menatapnya santai. "Oh ya, Dalton nggak suka pedas. Tolong diperhatikan saat masak nanti, Bu Keyla."Rayner juga menoleh dan menambahkan, "Masak yang agak hambar saja."Keyla terpaksa menahan amarahnya dan menelan semuanya bulat-bulat.Setengah jam kemudian, makanan baru disajikan. Dalton mengg

  • Aku Pergi Demi Kebahagiaan Suamiku dan Sekretarisnya   Bab 6

    Rayner langsung tertegun. "Mana mungkin? Papa cuma punya satu anak ... cuma Dalton!"Dalton menoleh padaku, tidak mengatakan apa pun. Aku tidak menanggapi Rayner, lalu langsung berbalik masuk ke rumah. Ketika dia mencoba ikut masuk, aku menoleh tajam ke arahnya."Kalau kamu masuk tanpa izin, itu pelanggaran hukum. Di sini, aku punya hak untuk pakai senjata."Raut wajah Rayner seketika berubah karena tidak percaya. Namun, aku tidak peduli sedikit pun. Aku menggandeng Dalton masuk, lalu menutup pintu dengan tenang. Di luar, Rayner terus mengetuk pintu dengan keras.Aku mengira dia akan menyerah, tapi ternyata dia cukup cepat dalam bertindak. Beberapa hari kemudian, dia malah menyewa rumah tepat di sebelah kami.Pagi itu, saat Dalton bangun dan menatap keluar jendela, dia menunjuk ke arah luar sambil berkata pelan, "Mama, itu Papa, ya?"Dari jendela, terlihat Rayner berdiri di balik pagar sembari menatap ke arah rumah kami dengan tatapan nanar. Aku menghela napas panjang. "Dia datang untu

  • Aku Pergi Demi Kebahagiaan Suamiku dan Sekretarisnya   Bab 5

    Pertanyaanku yang bertubi-tubi membuat napas Rayner memburu. Dia buru-buru membela diri, "Kami nggak macam-macam! Waktu itu aku mabuk, dia cuma bantu ganti bajuku! Soal pertunjukan kembang api, hari itu memang ulang tahunnya. Tapi kebetulan juga ada klien besar yang datang. Semua itu untuk menyenangkan hati mereka!""Mengenai Dalton, aku akan minta maaf padanya!"Aku tertawa dingin. "Kamu sudah terlalu sering minta maaf. Sekarang pilihannya cuma dua, tanda tangan atau tunggu surat panggilan dari pengadilan."Aku menutup telepon. Sempat terpikir ingin memblokir nomornya, tapi mengingat kami masih harus mengurus perceraian, aku mengurungkan niat itu. Perselingkuhan bukan hanya sebatas hubungan badan. Ketika hatimu sudah melewati batasan, itu juga termasuk pengkhianatan.Aku menarik napas dalam-dalam dan kembali menunduk mengerjakan tesis. Ada hal yang jauh lebih penting yang harus kuselesaikan.Sebelum pergi ke luar negeri, aku sudah menghubungi profesor untuk menulis surat rekomendasi.

  • Aku Pergi Demi Kebahagiaan Suamiku dan Sekretarisnya   Bab 4

    Di negara tujuan pertama kami di luar negeri, aku membawa Dalton ke komunitas yang ditempati oleh orang-orang lokal di negara asal kami. Aku membeli rumah di sana dan mendaftarkannya ke sekolah baru.Dalton sepertinya menyadari sesuatu. Dia tidak lagi bertanya di mana ayahnya. Namun, seminggu kemudian setelah sepulang sekolah, akhirnya dia tidak bisa menahan diri. "Mama, Papa nggak datang? Kita sudah seminggu tinggal di sini."Dalton sudah tujuh tahun. Meskipun memberitahukan fakta padanya terasa kejam, aku tahu aku harus jujur padanya. "Mama dan Papa sudah berpisah. Tapi kalau kamu kangen Papa, Mama bisa ajak kamu ketemu dia."Namun, Dalton menggeleng. "Nggak usah."Dengan mata memerah, dia berbalik dan masuk ke kamarnya, lalu menutup pintu dan meninggalkanku di luar. Aku merasa ada yang janggal. Dalton masih kecil. Anak kecil biasanya tidak bisa menyembunyikan emosi mereka.Aku mengernyitkan alis dan memutuskan pergi ke rumah tetangga di seberang untuk mencari tahu sesuatu. Setelah k

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status