Rayner memang akhirnya menepati janji hanya memiliki satu anak. Setidaknya, untuk sekarang.Sejak Keyla keguguran, Rayner bersikeras ingin bercerai. Mereka berdua bertengkar hebat karena hal itu. Keluarga Keyla juga bukan orang-orang yang mudah dihadapi. Mereka bukan hanya menggantungkan hidup pada Rayner, tetapi juga bahkan menuntut uang dalam jumlah besar agar mau melepaskannya."Hazel, setelah berpisah darimu, dia bukan siapa-siapa lagi. Sudah punya yang terbaik malah mengacaukan semuanya sendiri. Kalau tahu bakal begini jadinya, kenapa dulu berbuat kesalahan?"Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Temanku melanjutkan, "Kapan kamu pulang?""Dulu kamu ke luar negeri cuma untuk menjauh dari pasangan berengsek itu. Tapi sekarang mereka sudah bercerai, harusnya kamu bisa pulang, 'kan?"Aku menggeleng. "Pendidikanku belum selesai. Aku baru akan pulang kalau Dalton sudah lulus."Temanku langsung berseru kaget, "Pendidikanmu?!""Ya, bidangku masih butuh pendalaman. Tunggu saja. Saat aku
Saat melihatku, Rayner hanya bisa tersenyum getir. Begitu matanya tertuju pada Dalton, dia refleks menutup wajahnya dengan telapak tangan.Dalton tidak mengatakan sepatah kata pun. Rayner akhirnya berkata dengan suara serak dan lelah, "Selamat ya ... kamu berhasil. Akhirnya kamu bisa lepas dari aku."Aku menggeleng pelan. "Rayner, kamu selalu menyalahkan orang lain. Itu nggak adil untukku. Apalagi, ini memang bukan salahku."Rayner terdiam. Dia menandatangani dokumen dengan tangan yang masih gemetar. Aku bahkan sempat khawatir dia akan berubah pikiran."Jangan lupa, nanti masih harus ambil akta resmi. Tenang saja. Aku nggak akan tunda-tunda lagi."Baru saja dia selesai bicara, Keyla masuk ke ruangan dengan memegangi perutnya. Jantungku langsung berdegup kencang. "Dia ... hamil?"Begitu kalimat itu keluar, Dalton langsung menoleh dan menatap Rayner. "Papa bilang cuma punya aku sebagai anak satu-satunya. Papa bohong!""Jadi yang dia bilang waktu itu ... semua benar! Papa nggak mau aku la
Dalton masuk bersamaku. Rayner menemaninya bermain puzzle, sementara aku pergi mencuci tangan.Begitu melihatku, wajah Keyla dipenuhi kebencian. "Kamu senang, ya? Kalau memang mau pergi, pergilah sejauh mungkin. Kenapa masih meninggalkan jejak? Kamu sengaja buat Rayner mengejarmu, itu cuma taktik pura-pura menjauh, 'kan?"Aku mengangkat alis. "Surat cerai sudah lama kuserahkan ke Rayner. Dia yang nggak mau tanda tangan, aku nggak bisa memaksa. Kamu bisa ngejar sampai sejauh ini, buktinya kamu cukup hebat. Sekalian saja bantu aku bujuk dia supaya mau tandatangan."Wajah Keyla memerah karena marah. Aku hanya tertawa dingin sambil mengeringkan tangan, lalu duduk di sofa dengan menyilangkan kaki dan menatapnya santai. "Oh ya, Dalton nggak suka pedas. Tolong diperhatikan saat masak nanti, Bu Keyla."Rayner juga menoleh dan menambahkan, "Masak yang agak hambar saja."Keyla terpaksa menahan amarahnya dan menelan semuanya bulat-bulat.Setengah jam kemudian, makanan baru disajikan. Dalton mengg
Rayner langsung tertegun. "Mana mungkin? Papa cuma punya satu anak ... cuma Dalton!"Dalton menoleh padaku, tidak mengatakan apa pun. Aku tidak menanggapi Rayner, lalu langsung berbalik masuk ke rumah. Ketika dia mencoba ikut masuk, aku menoleh tajam ke arahnya."Kalau kamu masuk tanpa izin, itu pelanggaran hukum. Di sini, aku punya hak untuk pakai senjata."Raut wajah Rayner seketika berubah karena tidak percaya. Namun, aku tidak peduli sedikit pun. Aku menggandeng Dalton masuk, lalu menutup pintu dengan tenang. Di luar, Rayner terus mengetuk pintu dengan keras.Aku mengira dia akan menyerah, tapi ternyata dia cukup cepat dalam bertindak. Beberapa hari kemudian, dia malah menyewa rumah tepat di sebelah kami.Pagi itu, saat Dalton bangun dan menatap keluar jendela, dia menunjuk ke arah luar sambil berkata pelan, "Mama, itu Papa, ya?"Dari jendela, terlihat Rayner berdiri di balik pagar sembari menatap ke arah rumah kami dengan tatapan nanar. Aku menghela napas panjang. "Dia datang untu
Pertanyaanku yang bertubi-tubi membuat napas Rayner memburu. Dia buru-buru membela diri, "Kami nggak macam-macam! Waktu itu aku mabuk, dia cuma bantu ganti bajuku! Soal pertunjukan kembang api, hari itu memang ulang tahunnya. Tapi kebetulan juga ada klien besar yang datang. Semua itu untuk menyenangkan hati mereka!""Mengenai Dalton, aku akan minta maaf padanya!"Aku tertawa dingin. "Kamu sudah terlalu sering minta maaf. Sekarang pilihannya cuma dua, tanda tangan atau tunggu surat panggilan dari pengadilan."Aku menutup telepon. Sempat terpikir ingin memblokir nomornya, tapi mengingat kami masih harus mengurus perceraian, aku mengurungkan niat itu. Perselingkuhan bukan hanya sebatas hubungan badan. Ketika hatimu sudah melewati batasan, itu juga termasuk pengkhianatan.Aku menarik napas dalam-dalam dan kembali menunduk mengerjakan tesis. Ada hal yang jauh lebih penting yang harus kuselesaikan.Sebelum pergi ke luar negeri, aku sudah menghubungi profesor untuk menulis surat rekomendasi.
Di negara tujuan pertama kami di luar negeri, aku membawa Dalton ke komunitas yang ditempati oleh orang-orang lokal di negara asal kami. Aku membeli rumah di sana dan mendaftarkannya ke sekolah baru.Dalton sepertinya menyadari sesuatu. Dia tidak lagi bertanya di mana ayahnya. Namun, seminggu kemudian setelah sepulang sekolah, akhirnya dia tidak bisa menahan diri. "Mama, Papa nggak datang? Kita sudah seminggu tinggal di sini."Dalton sudah tujuh tahun. Meskipun memberitahukan fakta padanya terasa kejam, aku tahu aku harus jujur padanya. "Mama dan Papa sudah berpisah. Tapi kalau kamu kangen Papa, Mama bisa ajak kamu ketemu dia."Namun, Dalton menggeleng. "Nggak usah."Dengan mata memerah, dia berbalik dan masuk ke kamarnya, lalu menutup pintu dan meninggalkanku di luar. Aku merasa ada yang janggal. Dalton masih kecil. Anak kecil biasanya tidak bisa menyembunyikan emosi mereka.Aku mengernyitkan alis dan memutuskan pergi ke rumah tetangga di seberang untuk mencari tahu sesuatu. Setelah k