Share

02. Masa Lalu

Author: ime-chan
last update Huling Na-update: 2025-01-21 13:25:07

Gemerlap cahaya dari lampu-lampu malam terpantul ke permukaan Singapore River yang tak sepenuhnya tenang. Sungai ini mengalir melalui pusat kota dengan melewati Jembatan Kim Seng sampai menuju ke Marina Bay. Bertahun-tahun sebelumnya, di tempat yang sama, di sebuah kafe kecil di tepian sungai, Ayesha duduk menunggu seorang pria yang telah merampas perhatiannya. Malam itu, tubuhnya berbalut gaun biru tua sederhana, rambut hitam terurai dengan sedikit gelombang, dan senyum gugup melukis wajah. Dia ingat betapa gugupnya dia, menanti pria bernama Daren itu. Daren, dengan pesona dan ambisi besarnya, menyusup ke kehidupan Ayesha seperti badai, meruntuhkan tembok pertahanan yang selama ini dia kokohkan.

Mereka pertama kali berjumpa di sebuah seminar ilmiah yang diadakan NTU – tempat Ayesha menjadi pembicara tamu. Daren yang saat itu masih seorang mahasiswa pascasarjana dengan fokus pada politik dan hubungan internasional, berpartisipasi sebagai peserta yang penuh antusias. Pada sesi QnA, dia mengajukan pertanyaan cerdas tentang bagaimana penelitian Ayesha berdampak pada perubahan iklim ekosistem perkotaan. Perangai Daren menyusun kata demi kata, dengan nada percaya diri dan karisma alami, membuat Ayesha pertama kalinya begitu terkesan. Belum usai sampai disitu, selepas seminar, berlanjut Daren menemuinya dengan senyum hangat dan tangan terulur,

"Dr. Ayesha Al-Farisi? Saya Daren Lin. Pemaparan Anda luar biasa. Sepertinya saya ingin mendengar lebih banyak lagi tentang penelitian yang sedang Anda kerjakan," katanya saat itu.

Kata-kata penuh rasa ingin tahu, dan entah mengapa Ayesha tidak bisa menolak. Mereka berbincang hingga larut, berpindah dari aula seminar yang megah ke sebuah kedai kopi kecil yang hangat di dekat kampus. Malam itu, menjadi permulaan dari sesuatu yang lebih besar dan tak terduga. Mereka menemukan diri mereka saling melengkapi — Ayesha dengan kecerdasannya yang analitis dan Daren dengan visi politiknya yang ambisius. Dalam hitungan bulan saja, mereka resmi menjadi pasangan. Dan yang paling tak bisa dimengerti oleh Ayesha, setiap kali mereka bersama, ada suatu percikan yang tak bisa diabaikan, seolah-olah semesta bersatu padu untuk mengikat mereka dalam sebuah romansa.

Namun, hubungan itu tidak hanya selalu penuh dengan momen manis. Nyatanya Daren memiliki mimpi besar untuk menjadi seorang berpengaruh, dan Ayesha, dengan cintanya, mendukung setiap langkah yang diinginkan Daren. Dia sangat yakin pada visi Daren.

“Ayesha, sepertinya aku tak akan bisa sampai di sini tanpa bantuanmu,” ujar Daren suatu malam ketika mereka duduk di balkon apartemen. 

Di bawah mereka, gemerlap lampu kota tampak seperti bintang-bintang yang bersinar di bumi, menciptakan pemandangan yang memukau dan mempesona. Setiap lampu seolah-olah menceritakan kisahnya sendiri, dari gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi hingga jalan-jalan kecil yang penuh dengan hiruk-pikuk kehidupan. Di tengah gemerlap itu, Ayesha tersenyum, menggenggam tangan Daren,

“Mimpimu seperti mimpiku juga,” jawabnya. 

Saat itu, Ayesha benar-benar percaya. Dia percaya bahwa mereka bisa menjadi dua jiwa yang saling melengkapi dalam setiap langkah dan keputusan..

Namun, kenyataan mulai berubah ketika Daren memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai walikota Central Singapore CDC. Tekanan politik semakin besar, dan Daren semakin terobsesi dengan kesempurnaan reputasi di depan publik sebagai pertimbangan untuk Ketua atau Wakil Ketua Asosiasi Rakyat (People's Association). Hubungan mereka yang dulunya penuh kehangatan mulai terasa dingin. Ayesha bisa merasakan kehadiran Daren secara fisik, tetapi tidak secara emosional.

“Ayesha, aku akan pulang lambat nanti malam. Ada rapat bersama tim penggalangan dana,” kata Daren suatu malam, tanpa menatapnya, “Kau tidak keberatan, kan?”

Ayesha tersenyum tipis sembari menahan rasa kecewa,

“Tentu. Aku paham,” jawabnya. 

Namun, di dalam hatinya, Ayesha terus bertanya-tanya apakah dia benar masih menjadi bagian dari mimpi besar Daren, atau hanya sekedar alat pendukung yang tersembunyi di belakang layar. Dia mulai meragukan apakah perannya dalam hidup Daren masih memiliki makna yang sama seperti dulu, atau apakah dia hanya menjadi bayangan yang tak terlihat, pendukung ambisi Daren tanpa pernah mendapatkan pengakuan yang layak. Keraguan itu menghantui pikirannya, membuatnya merasa terjebak dalam permainan yang tidak pernah dia pilih untuk dimainkan.

Puncaknya terjadi ketika Ayesha mendengar kabar dari salah satu koleganya bahwa Daren terlihat bersama seorang wanita lain di sebuah acara gala. Wanita itu adalah putri dari seorang pengusaha kaya yang dikenal sebagai salah satu donatur terbesar program sosial yang dicanangkan Daren. Ayesha tidak percaya pada awalnya, tetapi kenyataan itu menghantam keras ketika dia melihat sendiri foto-foto mereka di media sosial, tersenyum bersama seperti pasangan yang sempurna.

Ketika Ayesha menghadapkan Daren tentang hal itu, percakapan mereka berubah menjadi pertengkaran besar. 

“Kamu tidak mengerti keadaan, Ayesha,” kata Daren dengan nada frustasi, “Aku melakukan ini untuk kesuksesanku, Aku butuh dukungan mereka agar bisa membangun reputasi lebih.”

“Jadi kau pikir itu alasan yang cukup untuk mengkhianati aku?!” seru Ayesha, matanya dipenuhi air mata, “Aku sudah memberikan segalanya untukmu, Daren. Aku mengorbankan waktuku, pekerjaanku, bahkan hidupku. Dan ini balasanmu?”

“Ayesha, aku…” Daren mencoba mendekatinya, tetapi Ayesha mundur selangkah, menolak sentuhannya.

“Kau sudah membuat pilihanmu, Daren. Dan aku akan membuat pilihanku.”

Malam itu juga, Ayesha meninggalkan apartemen, membawa serta luka yang dalam di hatinya. 

Hari-hari berikut berubah menjadi mimpi buruk yang tak berkesudahan bagi Ayesha. Acap kali dia terbangun dengan perasaan hampa, seolah pelangi telah kehilangan warna. Dia tidak bisa fokus pada pekerjaan, pikirannya selalu melayang kembali ke kenangan tentang Daren. Setiap ingatan tentang pria itu terasa seperti pisau tajam yang mengiris-iris jiwanya. 

Namun, di tengah kehancuran itu, Ayesha menemukan kekuatan baru yang tak pernah dia sadari ada di dalam dirinya. Dia mulai menyadari bahwa dia tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia tidak membutuhkan Daren lagi. 

Ayesha memilih untuk resign dari NUS – tempat dia bekerja dan memulai laboratorium independennya. Keputusan itu bukan hanya tentang karier, tetapi juga tentang merebut kembali identitasnya yang selama ini dikorbankan. Di laboratorium kecilnya, dia menciptakan dunia baru, dunia di mana dia bukan hanya sekedar pendukung orang lain.

Dia menggali lebih dalam ke penelitian tentang serangga, menemukan potensi luar biasa dalam modifikasi genetik yang belum pernah dia bayangkan sebelumnya. Setiap hari, Ayesha menghabiskan berjam-jam di laboratoriumnya, Tawon Vespa mandarinia menjadi subjek utama. Dia mengagumi kekuatan, daya tahan, dan bagaimana mereka bisa bertahan di lingkungan paling keras sekalipun.

Malam demi malam, Ayesha terus bekerja tak kenal henti. Ia membangun kembali dirinya dari reruntuhan kenangan yang pernah dianggap sebagai segalanya. Daren mungkin telah menghancurkan hatinya, tetapi dia tidak akan membiarkan hancur sepenuhnya. Tidak lagi. Dan saat dia melihat tawon-tawon di kandang kaca, dia tahu satu hal dengan pasti, dia akan memastikan bahwa kali ini, dia yang memegang kendali penuh atas hidupnya. Bukan orang lain.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   29. Batasan Mulai Pudar

    Hari-hari berlalu sejak percakapan di balkon itu, tetapi suasana di antara Ayesha dan Alexei berubah. Tidak ada yang secara terang-terangan mengakuinya, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam cara Alexei memperlakukannya. Sesuatu yang lebih halus dari kata-kata, sesuatu yang nyaris tak terlihat kecuali bagi mereka yang benar-benar memperhatikannya.Ayesha menyadarinya dalam gestur kecil. Cara Alexei selalu memastikan dia berjalan di sisi dalam trotoar ketika mereka keluar dari markas, seolah-olah secara naluriah melindunginya dari kemungkinan ancaman. Cara dia secara tidak langsung memerintahkan anak buahnya untuk tidak mengganggunya saat dia bekerja di laboratorium, memastikan bahwa Ayesha memiliki ruangnya sendiri. Bahkan dalam rapat strategi yang paling serius, Alexei selalu memastikan dia mendapatkan informasi terlebih dahulu sebelum yang lain.Awalnya, Ayesha menganggapnya sebagai bagian dari kontrol Alexei terhadap proyek ini. Dia mengira itu hanya bentuk kepastian bahwa semuanya

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   28. Kedekatan

    Malam telah menggurita, menyelimuti Singapura dengan keheningan yang nyaris magis. Ayesha melangkah pelan menuju balkon markas Alexei, napasnya mengikuti irama angin yang berhembus lembut, membawa serta aroma hujan yang baru saja reda. Udara malam ini terasa lebih dingin dari biasanya, tetapi tiada menusuk—sebaliknya, ada ketenangan yang merayap di antara gemerlap lampu kota yang membentang luas di bawah sana, seolah-olah ribuan bintang jatuh dan berpendar di bumi.Dia menyandarkan tangannya di pagar besi, jemarinya menggenggam erat dinginnya logam, membiarkan pikirannya berkelana. Sorot matanya menangkap siluet gedung-gedung pencakar langit yang berdiri angkuh, tetapi bagi Ayesha, itu hanyalah latar belakang dari gejolak yang berkecamuk di hatinya. Begitu banyak hal yang ingin dia lupakan, tetapi semuanya justru semakin nyata di bawah langit yang mendung ini.Langkah berat mendekat dari belakang, menghancurkan keheningan yang sempat menjadi pelarian. Ayesha tidak perlu berbalik untuk

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   27. Marah atau Khawatir

    Ayesha duduk di tepi ranjang medis kecil di sudut laboratorium itu, tubuhnya dilingkupi bayang-bayang lampu neon yang suram. Cahaya redup lampu seperti mengungkap setiap garis kelelahan di wajahnya, sementara napasnya berhembus pelan, terputus-putus seperti angin lemah yang berusaha menembus celah pintu yang rapat. Matanya menatap dinding putih di hadapannya, kosong, tak peduli pada retakan kecil di sudut atas yang biasanya menarik perhatiannya. Sekarang, dunia serasa melambat, penuh dengan gema sunyi dari rasa sakit dan bayang-bayang kejadian beberapa jam lalu.Bahunya yang terluka masih terasa menyengat, seperti api yang tak kunjung padam, membakar setiap saraf yang dilaluinya. Kulit di sekitar luka itu memerah, membengkak dengan brutal, meski sedikit demi sedikit efek dari serum penawar racun—buah kerja kerasnya selama berbulan-bulan—mulai mengurangi penderitaannya. Namun, bukan luka di bahu

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   26. Hampir Terbunuh

    Laboratorium bawah tanah itu dipenuhi suara dengungan rendah yang semakin lama semakin intens. Cahaya dari layar komputer memantulkan serangkaian data yang terus diperbarui, memperlihatkan grafik perubahan respons Vespa mandarinia terhadap sinyal feromon terbaru yang dikembangkan Ayesha. Dengan napas tertahan, Ayesha berdiri di depan kandang kaca, menatap tajam puluhan tawon yang diam di dalamnya, seolah menunggu aba-aba.Dia menggeser kursor pada layar sentuh dan menekan tombol aktivasi. Gas feromon baru mulai menyebar di dalam kandang, tidak berwarna, tidak berbau bagi manusia, tetapi memiliki dampak luar biasa bagi makhluk-makhluk kecil itu. Awalnya, mereka tetap diam. Lalu, dalam hitungan detik, tubuh mereka mulai bergerak, sayap mereka bergetar lebih cepat, dan antena mereka bergoyang seolah-olah merespons sesuatu yang tidak kasatmata.Ayesha mengamati dengan saksama sambil bergumam, “Sempurna!”Namun, sebelum dia bisa menarik kesimpulan lebih jauh, sesuatu yang tidak terduga te

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   25. Target Serangan

    Ruang pertemuan di markas Alexei dipenuhi oleh atmosfer yang tegang, seolah-olah setiap molekul udara membawa beban dari rencana besar yang akan segera dieksekusi. Di tengah ruangan, sebuah meja panjang yang terbuat dari kayu mahoni gelap terlihat kokoh dan berwibawa, di atasnya terbentang peta kota Singapura dengan detail yang luar biasa. Peta tersebut tidak hanya menampilkan jalan-jalan utama dan kawasan penting, tetapi juga ditandai dengan titik-titik merah yang menandakan area potensial untuk eksekusi Operasi Vespa—sebuah proyek rahasia yang akan mengubah keseimbangan kekuasaan di kota ini.Ayesha berdiri di salah satu sisi meja, mengenakan setelan formal yang rapi namun sederhana. Matanya yang tajam dan penuh konsentrasi mengamati setiap titik merah di peta, memetakan setiap langkah yang harus diambil. Wajahnya yang cantik namun tegas menunjukkan determinasi yang tidak goyah, mencerminkan beban

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   24. Konsekuensi Tidak Terduga

    Malam semakin larut di laboratorium bawah tanah, suasana sunyi terasa mencekam. Lampu neon yang bersinar redup memantulkan bayangan-bayangan aneh di dinding, memberikan kesan suram pada ruangan tersebut. Di sudut ruangan, Ayesha duduk di depan layar komputer yang berkedip-kedip dengan cepat, matanya meneliti data yang terus berganti. Mata tajamnya memindai setiap informasi yang muncul, mencari jawaban dari anomali yang mulai terjadi. Jari-jarinya bergerak dengan kecepatan tinggi, mengetik sederet kode dan perintah, mencoba menemukan pola dalam data yang tidak biasa ini.Di meja di depannya, ada beberapa kandang kaca berisi tawon Vespa mandarinia, yang bergerak dengan gelisah. Perilaku mereka aneh, tidak seperti biasanya. Tawon-tawon itu tidak hanya merespons perintah feromon dengan lebih lambat, tetapi beberapa di antara

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status